Benua biru: Serpihan hari di Belanda

1K 122 14
                                    

Den Haag, Belanda.

Negeri kincir angin simbolik utama tentang negara yang sempat menjadi bagian sejarah panjang bangsa Indonesia. Sebelumnya, tidak terlintas dalam benak Disti bahwa ia akan menjadi perwakilan negaranya di negeri ini.

Belanda sebagai salah satu negara yang sangat bebas dalam segala hal, tak ubah membawa banyak dampak bagi perantau sepertinya, baik secara positif atau negatif.

Sudah tiga hari dia di negara ini, laki-laki yang kemarin nangis dan berkata ingin segera menyusul tiba-tiba berkabar bahwa dia tidak bisa terbang hari itu. Telfon, sambil nangis kejer.

Kadang Disti bingung, dia hubungan sama pemimpin perusahaan, atau sama ketua geng anak tk sih? Ada aja tingkahnya.

Hari ini, ia harus merelakan waktunya. Menjemput sang tuan muda hajamaja yang baru saja tiba setelah penundaan keberangkatan.

Disti itu tidak bisa naik sepeda, dia juga gak ada mobil. Dari asmara tempatnya tinggal, ke bandara lumayan jauh. Disti heran laki-laki itu kan orang kaya, masa gak punya kenalan sama sekali?

Lihat itu, siapa yang sedang melambaikan tangannya dengan sangat girang kearah Disti?

Seorang laki-laki yang berdiri tepat di bawah banner besar yang bertuliskan "Rotterdam the hague airport" Menggunakan tas pundak yang sepertinya kok enteng sekali?

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Seorang laki-laki yang berdiri tepat di bawah banner besar yang bertuliskan "Rotterdam the hague airport" Menggunakan tas pundak yang sepertinya kok enteng sekali?

"Hai." Sapanya saat Disti datang menghampiri.

Disti memutar bola mata, "hai. Kenapa bahagia banget?"

"Kita ketemu lagi."

Disti yang sebelumnya kesel pun tersenyum, sangat jiwanya jika bertemu Pragia. Kesal lalu tersenyum bahagia, bener-bener lembaran yang berkisah.

"Mau peluk gak, mumpung gak ada bapak." Tawar Disti dengan tampang meledek.

Pragia yang salting gila pun menubruk dengan cepat "Bandel, dasar. Anaknya siapa sih?"

"Anaknya bapak."

Pragia tertawa kembali mendengarnya sembari mengusap kepal Disti, duta shampoo panten ini rambutnya memang tidak pernah terkalahkan.

Untuk satu minggu kedepan Disti siap menjalaninya dengan sangat luang, walaupun pekerjaannya nanti akan menumpuk. Tapi masa transisinya akan ia gunakan dengan sebaik-baiknya, tentu dengan Pragia di sampingnya.

Belanda, tolong temani Disti merangkai ulang kisahnya. Tak ada bayang-bayang masa lalu, tak ada rasa sakit ketika terikat dengan laki-laki. Karena Disti akan mencoba kembali menuliskan kisah indah dengan Pragia sebagai kembarannya.

Disti siap, menjadikan Belanda sebagai bagian dari cerita romansa nya.

***

***

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Cerita Tak UsaiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang