Cita-Cita

4.7K 231 4
                                    

Rumah, bagi Disti rumah bukanlah tempat indah selayaknya surga, namun rumahnya juga tidak seburuk neraka. Rumah baginya adalah alam dunia, tempat dimana kita dibentuk, dididik, dan dibesarkan sebelum kita menghadapi kebaikan dan keburukan.

Ibu, wanita paruh baya yang senantiasa menunggu kedatangan putra dan putrinya dari tanah perantauan. Wanita yang akan selalu berdiri diambang pintu saat tau kabar bahwa anak perempuannya akan kembali ke pelukan. Ibu, dia yang begitu Disti rindukan.

"Ibu...," Tanpa banyak bercakap, tanpa banyak basa-basi, mereka yang bagaikan pinang dibelah dua, saling memeluk mendekap satu sama lain menghancurkan dinding rindu yang tak terelakkan.

"Mbak Disti apa kabar? Putri ibu baik-baik saja bukan? Makin cantik kamu mbak." Anak perempuannya sudah kembali bersamanya, dan kembali menjadikannya rumah untuk pulang.

Melangkahkan kaki bersama memasuki rumah penuh rindu sembari berjalan dalam pelukan sang ibu adalah syukur dari segala syukur yang selalu Disti panjatkan.

"Aku baik bu, ibu bagaimana selama Disti tidak ada disini? Abang sama mbak sering kesini kan?" Bagaikan anak lainnya, setiap seorang anak melangkahkan kaki kedalam rumahnya hal pertama yang akan mereka tanyakan adalah tentang ibunya.

Ibu mana yang tak bangga menyabut anaknya pulang dari negri nan jauh setelah berhasil mewujudkan impiannya, "Ibu sangat baik mbak Disti, abang dan mbak kamu itu tidak pernah sekalipun melupakan ibu. Dan sekarang ibu punya 3 prajurit ibu kembali."

Sebelumnya Disti akan kembali setahun sekali setiap lebaran, atau bahkan tidak menentu, ia bekerja pada instansi pemerintahan menjadi seorang diplomat, mengabdikan dirinya di negara lain untuk negaranya, Cita-cita Disti sedari kecil.

"Mbak kamu itu sudah mengunjungi banyak sekali negara, dari negara impianmu sampai negara yang tidak terlalu kamu tau. Memang tidak sebanyak para penjelajah dunia, tapi untuk orang biasa seperti kita ibu sangat bangga dengan putri ibu ini." Rasa bahagia mana lagi yang dapat mengalahkan rasa bangga seorang ibu.

Dulu cita-cita Disti kecil hanyalah ingin berkeliling eropa, sekali saja seumur hidupnya. Dan Tuhan maha baik memberikan ia kesempatan yang cukup lama untuk menetap disana, tapi tanah air tetaplah tempat ia untuk pulang, kepada ibu, bapak, dan saudara-saudaranya.

Mereka melanjutkan perbincangan di sebuah sofa panjang dengan begitu hangat, kedamaian yang sudah lama tidak Disti rasakan. "Bapak belum pulang bu? Tumben ke kampung sampai seminggu, ada acara?"

"Bapak kamu itu lagi sibuk, lagi seneng-senengnya dia ngurusin kebun. Ntahlah biasanya juga dia udah gak betah." Ibu ini tipikal istri yang tidak pernah repot mencampuri urusan suaminya dengan sedemikian rupa, dia perempuan yang dengan santai mengikuti kemana alur membawanya dengan sang suami.

Menjadi istri seperti ibu, menjadi seperti ibu kepada anak-anaknya adalah cita-cita tertinggi dari seorang Disti Mayira.

Cerita Tak UsaiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang