Pragia dan ibunya

1.2K 129 15
                                    

Bagaimana jika manusia hidup dalam takdir yang selalu mereka dambakan, akan seperti apa dunia?

Apakah jika begitu kita tidak akan pernah menemui perjuangan tulus seseorang akan tujuan hidupnya? Atau justru kita akan menemukan banyak sekali orang bahagia karena berhasil mendapatkan apa yang mereka mau? Bagaimana yaa... Jujur Disti penasaran akan semua hal itu.

Jika bisa berandai-andai, tanyakan pada Disti apakah dia tidak berandai akan dirinya di masa lalu? Bohong kalau dia jawab tidak. Terkadang, saat dunia benar-benar tidak bisa mengerti dirinya, Disti suka berandai-andai terlalu jauh. Kadang, tapi sering.

Andai saja ia tumbuh menjadi seperti ini, itu, dan segalanya. Andai saja keluarganya begini, begitu, dan bagaikan lainnya. Andai saja, andai, dan Selalu berada dalam andaikan.

Tanya pada dia, lelah atau tidak rasanya? Sekali lagi jika dia jawab tidak, maka panggil dia sebagai Pinokio ulung karena hidungnya tidak memanjang.

Begitu pula tentang hubungannya, perempuan mana yang langsung merelakan laki-laki penting dalam hidupnya untuk seseorang yang menghancurkan dirinya, tidak. Bahkan Disti sendiri tidak merasa seperti itu, dulu.

Pria, aneh bukan? Ahh lupa. Sastrana namanya. Laki-laki yang Disti temui saat dia benar-benar merasa dunianya sedang sangat tidak baik-baik saja. Mereka sama sebenarnya, hanya kalangannya saja yang berbeda.

Laki-laki itu pula yang membuat dunianya kembali menjadi tidak baik-baik saja. Kisah mereka itu indah, dan Disti tidak akan munafik. Tapi akhirnya terlalu tragis, untuk dirinya yang menyukai hal romantis.

"Suami saya masih terjebak dalam cintanya kepada kamu" Suara itu mengalun kembali dalam pendengarannya, setelah sekian lama.

Disti tersenyum pahit, menoleh pada perempuan cantik disampingnya. Lalu tertawa pelan.

"Salah saya?" Tanyanya dengan santai, teramat santai.

Perempuan di sampingnya menggeleng pelan, lalu memandang kota dari ketinggian gedung yang megah ini.

"Kamu memang sempurna ya? Saya bisa gila jika ingin menggeser posisimu." Ujarnya kembali, sembari memperhatikan Disti.

Disti menghela napas, lagi, dan lagi. Manusia hanya melihat hasilnya tanpa tau proses rumit dibaliknya "Kamu menjadi salah satu faktor saya berubah. Gak usah khawatir, saya berterima kasih untuk itu."

"Kenapa baik banget menjadi manusia?"

"Begini akibatnya jika kamu terbiasa bermain dengan orang jahat, melihat saya saja kaya melihat malaikat."

Perempuan itu terdiam, perkataan Disti memang benar.

"Asmara Riana Atmadja ada apa dengan perilaku mu hari ini? Habis buat dosa apalagi dirimu?" Tanya Disti pada perempuan disampingnya.

Perempuan itu tidak menjawab, hanya diam. Membisu seakan dugaan Disti memang benar.

"Saya membuat banyak masalah pada keluarga saya, pada perusahaan suami saya, pada karir saya sendiri, dan semua hal. Saya memang manusia penuh dosa." Katanya pelan.

Disti menatap bingung pada perempuan tersebut "Lalu apa, Mau menjual kesedihan mu pada saya? Jangan lupa saya salah satu korban dosa-dosa mu."

"Suami saya masih cinta sama kamu. Kakak ipar saya mencintai kamu, adik ipar saya sahabat baikmu, teman-teman saya selalu membahas kamu, anak saya bahkan mengidolakan perempuan pintar yang mengisi acara di sekolahnya dan itu kamu, kenapa kamu tidak pernah lepas dari hidup saya?" Perempuan itu menatap Disti marah tapi seperti kecewa?

"Kenapa kamu terus melibatkan saya dalam hidupmu? Saya tidak pernah mencari kabarmu dan keluarga kamu Riana, sekalipun tidak pernah." Perkataan Disti seolah menampar Riana dengan kenyataan yang sebenarnya.

Cerita Tak UsaiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang