Percaya diri sekali

1.1K 104 23
                                    

Setelah melangkah dan meninggalkan teman-temannya dia area dapur, Disti pun menggerakkan kakinya kearah halaman belakang dari rumah bernuansa joglo jawa ini. Melewati ruang tamu besar tanpa sekat persis rumah-rumah di pedesaan.

Saat mulai memasuki area belakang Disti dibuat terdiam dengan melihat sebagaimana akrab nya Pragia berbincang dengan pasangan dari teman-temannya. Berbicara selayaknya orang yang sudah sangat dekat.

Mungkin itu adalah salah satu kemahiran yang laki-laki itu miliki, bagaimana tidak. Laki-laki itu terbiasa hidup dengan banyak identitas.

"Ternyata jomblo abadi kita, turun jabatan juga." Ledek Ditya saat Disti terlihat oleh ekor matanya sedang memandangi mereka dari ujung pintu.

Disti yang merasa dirinya yang disindir pun hanya menghela nafas, rasanya mau depak laki-laki itu dari hadapannya, tapi ini rumah mertuanya dia.

Disti melangkah kearah mereka yang sedang duduk santai di balai kayu tepat dibawah pohon mangga besar. Entah kenapa mereka senang sekali nongkrong dibawah pohon.

"Orang aneh mana yang ngerujak malam-malam gini?" Tanya Disti dengan heran saat melihat adanya cobek berisi sambal rujakan, dan beberapa buah yang sudah dipotong ditengah para laki-laki yang katanya macho itu.

Semua laki-laki di balai sempit itu, iya mereka semua duduk dalam satu balai yang sama dengan menyisihkan ruang kosong untuk cobek ditengah, duduk tanpa sadar postur tubuh mereka masing-masing.

Mereka semua tak terkecuali Pragia menunjukkan tangannya kearah Ditya yang sedang sibuk kembali mengulek sambal rujak. Menyatakan bahwa ide tersebut datang dari laki-laki dengan rambut ikal itu.

Disti hanya menggelengkan kepala, tanda maklum dengan segala tingkah ajaib dari suami temannya ini. Heran Disti bisa-bisanya Tari yang lempeng, bertemu laki-laki oleng seperti Ditya.

"Kok gua? Kan lu semua juga tadi mau. Dasar tidak memiliki jiwa setia kawan, gua kan juga cuman merealisasikan maunya si Alvin tadi." Ucapnya dengan tidak terima, akibat mendapatkan tuduhan dari semua lelaki di sana.

Dasar tidak punya jiwa setia kawan.

Zuleyna yang baru saja memasuki halaman belakang lantas bertanya "Napa lu? Ngidam Vin?" Tanya dengan spontan.

Alvin pun hanya tersenyum lalu menaikan kedua pundaknya tanpa tidak tau "Doain aja." Balasnya dengan santai.

Disti yang melihat itupun gregetan sendiri "Tiap malam gua juga doa." Ucapnya dengan nada ketus.

Mereka semua tertawa, Disti dengan sifatnya yang jutek mendarah daging kerap kali menjadi hiburan bagi mereka. Entah kemana perginya rasa sabar wanita itu, dia bagaikan hidup hanya dalam emosi, dan kejulidan.

"Dari pada ngoceh emang kamu gak mau rujak May?" Tanya Pragia yang sebenarnya tertuju kepada Disti, tetapi Disti malah celingak-celinguk kearah lain. Siapa May?

"Mayira maksud saya." Ralat Pragia dengan cepat. Yang langsung mendapatkan sorakan dari orang-orang di sana.

Disti pun menunjukkan wajah sinisnya kearah Pragia. "Kalo deketin orang tuh, jangan cuman nyari tau masa lalunya. Masa yang saya suka dan tidak suka aja kamu tidak tau. Apa gunanya orang suruhan kamu selama ini?" Balasnya dengan sarkas.

Gayanya mengirim banyak orang buat memantau Disti, kenyatannya hal paling mendasar dari Disti saja dia tidak tau.

"Lu kira orang suruhan ngeliatin apa yang gak lu makan, sama yang lu makan?" Balas Ditya dengan judes. Ini laki-laki sawan kali ya? Yang ditanya Pragia yang jawab dia.

Bintara dan Alvin memilih untuk tidak tergabung dalam sesi adu argumen antara Ditya, Disti, dan sesekali Pragia. Bukannya apa, ujung-ujungnya dari mereka juga tidak ada yang mau kalah.

Cerita Tak UsaiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang