Bagian 7

20 2 0
                                    

"Cewek khayalannya."

*

"Argh!"

Semua anak di kelas 12-7 pun menoleh ke arah Reo yang baru saja mengerang keras dengan tiba-tiba di tengah suasana kelas yang sedang hening-heningnya karena sedang ulangan Bahasa Indonesia.

"Reo, kamu kesurupan?" tanya Bu Jirah.

Reo mengedarkan mata ke seluruh penjuru kelas. "Bu, kalo udah selese, boleh keluar duluan kan?"

Boleh, meski nyatanya, Reo sama sekali belum menyelesaikan ulangannya. Ia baru mengisi dua jawaban dari total 25 soal pertanyaan. Tapi Reo tidak peduli. Mau ia berkutat sampai berjam-jam juga ia tidak yakin bisa menyelesaikan ulangan itu jika yang ada di otaknya hanya Sybil.

Kemarin, untuk pertama kalinya akhirnya Reo mencoba meruntuhkan dinding Sybil dengan cara mengutarakan perasaannya secara langsung. Tapi hasilnya apa?

"Lo nembak gue?" tembak Sybil tanpa ragu.

Reo hanya menaikkan satu alis.

"Gue nggak mau kita pacaran cuma biar bikin asumsi itu jadi nyata. Gue mau kita pacaran kalo kita saling suka." Sybil berbicara tanpa keraguan atau hambatan sama sekali. Ia mengatakannya dengan mulus dan lancar.

"Gue suka sama lo." Kata Reo cepat, seolah tanpa berpikir.

"Sama." Sahut cewek itu singkat, padat tapi kurang begitu jelas.

Mata Reo sontak melebar, "Eh?"

"As a friend."

Penolakan! Benar. Reo terjebak friendzone dengan Sybil. Di saat Reo menyukai Sybil, Sybil malah menganggapnya sebagai teman. Bagaimana perasaan Reo jadi tidak kacau? Padahal ia sudah berharap Sybil akan mengiyakan perasaannya dan ajakannya menjalin hubungan asmara.

Langkahnya yang tidak tentu, akhirnya mengantarkan dirinya ke kantin. Ke mana lagi tempat yang paling enak dijadikan pelarian di sekolah selain kantin? Semula, Reo pikir hanya akan ada dirinya di kantin di tengah jam pelajaran. Rupanya ada orang lain yang sepertinya punya kepentingan yang sama. Sama-sama tidak ingin berada di kelas maksudnya.

Orang itu adalah Teagan dari kelas 12-4. Reo tau siapa itu Teagan. Ia adalah orang yang pernah mematahkan kaki Rentang dengan tangan kosong. Sebagai teman Rentang, tentu saja Reo jadi menyimpan emosi pada Teagan.

"Hai," sapa Teagan sebelum Reo memutuskan untuk duduk di meja seberang.

Reo tidak menggubris. Ia langsung memesan es kopi pada Bang Hojo.

"Rentang mana?" Teagan kembali mengajak Reo berbicara meski sudah terlihat jelas Reo malas berbicara dengannya.

Reo pun melirik cowok yang duduk di bangku seberang. "Buat apa lo cari dia?" Reo balas bertanya sambil menolehkan kepala pada Teagan.

"Soalnya gue udah lama nggak liat dia. Aneh ya? Padahal satu sekolah." Teagan terkekeh sendiri dengan perkataannya.

"Sekali lagi lo berani macem-macem sama Rentang, gue juga bakal bikin kaki lo ngerasain hal yang sama kayak Rentang." Ini bukan sekedar ancaman, ini merupakan sebuah peringatan dari Reo untuk Teagan atas nama persahabatan.

"Indahnya persahabatan." Sama sekali tidak ada takut-takutnya Teagan ini. Ia malah sengaja meledek Reo.

"Persahabatan memang indah, Mas. Makanya, Mas Teagan juga harus punya sahabat biar hidupnya indah." Bang Hojo datang sambil membawa pesanan Reo. Dan tampaknya ia sempat mendengar kalimat terakhir yang Teagan ucapkan pada Reo.

sheTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang