"Sebentar lagi Gara jadi pacar gue."
*
Hari Minggu.
Sesuai kesepakatan sepihak, Tenggara akan pergi ke museum pukul 11 siang guna kencan dengan Sybil. Tapi sekarang baru pukul 9 pagi, Tenggara sudah bersiap untuk pergi.
Rupanya Tenggara mau pergi ke rumah Ruby lebih dulu. Ia sudah memperhitungkan waktu dan jarak tempuh dari rumahnya menuju rumah Ruby, kemudian dari rumah Ruby langsung ke museum. Dua jam adalah estimasi maksimalnya.
Sampai di rumah Ruby, Tenggara segera bertemu dengan mamanya. Mama Ruby pun segera memanggil putrinya yang saat ini masih berada di dalam kamar. Cukup lama Tenggara menunggu di ruang tamu sendirian. Sampai beberapa menit kemudian, mama Ruby datang seorang diri, tanpa Ruby.
"Maaf, Gara. Ruby... dia lagi nggak enak badan. Lagi pengen istirahat." Mama Ruby memberikan alasan kepada Tenggara dengan senyumnya yang kikuk.
Tenggara mengangguk. Meski tau ia sedang dibohongi, tapi Tenggara tidak memaksa. "Kalo gitu, bisa minta tolong sampein ini ke Ruby, Tan?" Tenggara menyerahkan sebuah paper bag berwarna abu-abu.
Mama Ruby menerimanya. "Pasti Tante sampaikan."
Tenggara kembali mengangguk. Ketika ia hendak beranjak dari duduk, tiba-tiba mama Ruby bertanya.
"Sebenarnya semalam kamu kenapa nggak datang, Gar?"
Terpaksa Tenggara memperbaiki posisi duduknya. Tampaknya ia tidak bisa pergi saat ini, sebelum ia menjawab pertanyaan wanita paruh baya itu. "Maaf, Tan. Semalem saya ada urusan."
"Penting banget pasti, urusannya ya?"
Tenggara mengangguk pelan. "Ya."
Mama Ruby hanya tersenyum tipis.
"Tan,"
"Iya?"
Tenggara menghembuskan nafasnya pelan. Kemudian ia menundukkan kepala untuk apa yang akan ia katakan selanjutnya. "Maaf, karena saya udah jadi penyebab kematian Rowena."
Kedua mata mama Ruby melebar. Tidak menyangka Tenggara akan mengatakan hal semacam itu.
"Maaf juga, Tan, karena saya baru bilang sekarang."
"Gara..." mama Ruby memanggil namanya dengan lembut.
Tenggara mengangkat wajah, memperhatikan wajah wanita paruh baya tersebut.
"Rowena meninggal bukan karena kamu. Jadi tolong, jangan salahin diri kamu atas kematiannya ya." Mama Ruby bahkan tersenyum saat mengatakannya. Tulus. Sampai hingga ke hati Tenggara.
"Tapi, Tan—"
"Gara, dengerin Tante. Kamu masih muda, masa depan kamu masih panjang. Jangan terpaku dengan hal-hal di luar kendali kamu. Melangkahlah, hiduplah dengan bebas. Tante yakin, pasti itu yang Rowena inginkan."
*
Setelah pergi ke rumah Ruby, rencana Tenggara selanjutnya adalah langsung pergi ke museum. Saat ini masih pukul 10.07 WIB. Masih ada waktu cukup panjang sampai tiba di tempat ia akan kencan dengan Sybil. Sambil menyetir mobilnya, ia menyetel sebuah musik instrumental dengan suara yang pelan. Sudah lama Tenggara tidak melakukan hal semacam ini. Mungkin sejak ia sudah tidak pernah bertemu lagi dengan Rowena. Karena sejak hari itu, ia mulai kehilangan rasa tertarik dalam hal apa pun.
Tapi kini, ia mulai kembali tertarik dengan hal-hal yang pernah ia tinggalkan.
Menyadarinya, membuat senyumnya terukir. Boleh kan, jika Tenggara merasa berbangga diri atas pencapaiannya saat ini? Ya, pencapaian untuk bisa berdamai dengan kenyataan. Untuk bisa merelakan kepergian Rowena. Serta menerima orang baru dalam hidupnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
she
Teen Fiction(COMPLETE) Alih-alih "move on", Tenggara malah bertemu dengan seorang gadis yang sama persis dengan dia. Begitu mirip, sampai Tenggara nyaris tidak bisa membedakan dia dengan dia yang pernah hidup di masa lalunya.