*Gue juga nggak papa."
*
Pukul 18.55 Sybil baru tiba di sekolah. Sesuai dengan janjinya pada Tenggara dan Teagan, di hari Sabtu malam hari ini, mereka akan melakukan pembobolan CCTV untuk mencari tau siapa yang menjadi penyebab hilangnya barang-barang di kelas 12-4.
Di gerbang samping—tempat janjian mereka—sudah ada Tenggara dengan celana jeans hitam dan hoodie oversize hitamnya. Sybil cukup heran, karena Tenggara yang lebih dulu sampai daripada dirinya. Sampai-sampai Sybil harus mengecek jam di ponselnya tiga kali untuk memastikan bahwa dirinya tidak terlambat. "Ini gue nggak telat kan?"
Tenggara menoleh ke arah kedatangan Sybil. "Nggak kok." Tenggara segera menjawab ketika gadis itu sudah berdiri di depannya. Tenggara tebak, Sybil pasti heran karena dirinya yang lebih dulu sampai. Tentu saja karena Tenggara sengaja datang lebih awal karena tidak mau membuat Sybil menunggu seperti dulu.
"Terus Teagan mana?" gadis itu celingukan, mencari sosok Teagan.
"Di rumah."
"Hah?" Sybil menatap Tenggara tidak percaya sekaligus agak kesal. Bisa-bisanya orang yang mengusulkan ide malah masih di rumah di waktu yang sudah disepakati bersama.
"Masa gue harus jelasin sama lo?"
Sindiran Tenggara langsung membuat Sybil sadar. "Ah, shit." Sybil mengumpat lirih. Sudah dua kali Teagan berhasil mengerjainya seperti ini. Membuat janji dengannya yang berujung seperti ini nih. Dirinya dan Tenggara berduaan!
"Lo nggak kepikiran mau pulang kan?" ujar Tenggara dengan kedua tangan memegang jeruji besi gerbang samping sekolah.
Sybil diam sejenak memperhatikan Tenggara sambil menghembuskan nafas kasar. Kalau sudah begini, apa boleh buat. Ia pun berjalan mendekati Tenggara.
"Naik." Tenggara berjongkok, mempersilahkan Sybil untuk menginjak pundaknya yang dijadikan sebagai tumpuan agar gadis itu bisa melewati gerbang.
Sybil menurut tanpa protes sama sekali. Setelah berhasil melompati pagar, Tenggara segera mengikuti dengan lincah. "Ada satu hal yang mau gue tanya."
Tenggara segera menoleh pada gadis itu begitu kakinya sudah mendarat di samping Sybil. "Apa?"
"Lo bukan maling kan?"
"Hah?"
"Lo kayak ahli banget lompat-lompat pager kayak tadi."
Anda saja Sybil tau kalau dulu Tenggara lebih dari sekedar maling. "Cuma hobi parkour." Ia jawab sekenanya.
Sybil hanya mencibir sambil berjalan mendului Tenggara.
Sambil mengikuti Sybil, Tenggara terus memperhatikan punggung gadis ber-hoodie abu-abu itu. Selagi masih di area terbuka, mereka belum menyalakan penerangan. Karena selain masih ada lampu, malam ini bulan purnama juga seperti bersinar dengan terang. "Lo nggak bawa pisau lipat lagi?"
Tanpa menoleh dan sambil terus berjalan, Sybil menyahut, "Lo mau apa-apain gue?"
"Satu-satunya yang gue mau cuma macarin lo."
Ucapan Tenggara yang satu ini, seketika membuat langkah Sybil berhenti. Otomatis, Tenggara ikut menghentikan langkahnya. "You mean Rowena." Sybil menoleh, mengoreksi kalimat Tenggara.
Tenggara menghembuskan nafasnya berat. Lebih dulu ia yang melanjutkan langkah, hingga melewati Sybil sehingga Sybil harus mengikutinya dengan mulut yang komat-kamit.
Tibalah mereka di area gedung sekolah. Memasuki area itu, keduanya sama-sama menyalakan flashlight dari ponsel masing-masing. "Lo nggak bawa senter?" Tenggara kembali bertanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
she
Teen Fiction(COMPLETE) Alih-alih "move on", Tenggara malah bertemu dengan seorang gadis yang sama persis dengan dia. Begitu mirip, sampai Tenggara nyaris tidak bisa membedakan dia dengan dia yang pernah hidup di masa lalunya.