"You know what I mean, right?"
*
Untuk pertama kalinya setelah satu minggu kematian Rowena, Tenggara bertemu kembali dengan Ruby. Pertemuannya terjadi secara tidak sengaja di sekolah. Di pagi hari, di saat belum banyak anak lain berdatangan.
Bisa Tenggara lihat, wajah Ruby tampak masih sedih. Matanya masih sembab. Hal itu menandakan bahwa Ruby masih dalam keadaan berkabung dan masih menangisi kepergian kakaknya. Tenggara jadi sadar, ternyata bukan hanya dirinya yang merasa terpuruk karena kepergian Rowena. Ada orang lain yang justru pasti merasa lebih terpuruk daripada dirinya. Adalah keluarga Rowena. Ruby salah satunya.
Ruby yang tidak ingin menunjukkan wajah terpuruknya pada Tenggara, ditambah ia yang masih belum memaafkan atas kesalahan Tenggara, memilih untuk segera pergi dari pandangan Tenggara. Bertemu dengan Tenggara hanya akan memperburuk keadaannya.
Tenggara sendiri membiarkan gadis itu pergi. Saat ini, baik Tenggara maupun Ruby, atau siapa pun yang kehilangan atas kematian Rowena, memang masih membutuhkan waktu sendiri untuk mengobati luka masing-masing. Entah bagaimana usaha dan caranya. Hanya waktu yang bisa menjawab.
*
"Gar, Gar! Sini, Gar!" masuk ke kelas, Tenggara langsung disuruh cepat-cepat sampai tempat duduknya atas perintah Teagan.
Sama sekali tidak Tenggara dengarkan perintah Teagan. Cowok itu tetap berjalan dengan tempo yang normal sampai Teagan yang geregetan beranjak dan menyeretnya agar lebih cepat sampai.
Setelah Tenggara duduk, Teagan berdiri rapat di sampingnya sambil menyodorkan ponsel kepadanya. "Liat." Perintahnya lagi agar Tenggara melihat apa yang ia tunjukkan di layar ponselnya.
Terlihat sebuah foto yang memperlihatkan Sybil tengah menggandeng Reo keluar dari club malam, 1961. Melihat foto itu, Tenggara hanya diam. Tidak berkomentar apa pun. Sebetulnya Tenggara memang sudah sampai sejak tadi pagi di sekolah. Tapi tadi ia mampir dulu ke kantin untuk membeli susu hangat sebagai ganti sarapan karena hari ini kedua orang tuanya sedang ada urusan, sedangkan asisten rumah tangganya mudik karena ada anggota keluarnya yang sakit. Alhasil, Tenggara yang tidak bisa membuat sarapan sendiri itu pun tidak makan apa-apa di rumah.
"Skor sementara 2-1 buat Reo. Lo ketinggalan, Gar." Decak Teagan sambil menggelengkan kepala. Sok merasa iba sambil mengelus kepala belakang Tenggara.
Tenggara segera menepisnya.
"Gila ya, gue salah kira. Gue pikir Sybil itu cewek baik-baik, alim. Secara dia cucu pemilik sekolah. Eh, ternyata dia doyan dugem. Asli gue kecewa." Terdengar celetukkan kekecewaan dari Yogi.
"Kudu kemana lagi kalo nggak dugem?" sahut Jonathan.
"Lagian pacarnya modelan Reo. Wajar banget lah." Imbuh Dega.
"Ck, sungguh mengerikan. Gue jadi takut mau pacaran." Saul bergidik ngeri.
"Nggak ada juga yang mau pacaran sama lo." Celetukkan beserta lemparan bola kertas dari Teagan untuk Saul, membuat semua teman-teman sekelas yang mendengarnya jadi tertawa. Menertawai Saul.
"Elaaaah, emang ada juga cewek yang mau cowok freak kayak lo?" sembur Saul tidak terima.
"Gue bersyukur kalo nggak ada." Sahutan santai Teagan, membuat Saul keki karena belum apa-apa, Saul sudah kena ulti. Coba, mau dibalas bagaimana lagi kalau kata-kata Teagan saja sudah seperti itu?
"Guys, barusan gue liat Sybil sama Reo masuk ke ruang kepsek!" Aden yang baru kembali ke kelas, segera memberi update berita tentang Sybil dan Reo pada teman-teman sekelasnya.
*
Meski Sybil dan Reo saja yang dipanggil kepala sekolah untuk menghadap, nyatanya Rentang dan Morveo juga turut serta bertolak ke kantor kepsek. Pak Notowiryosono alias Pak Noto selaku kepala sekolah SMA Patriot tentu saja heran karena kedatangan dua siswa yang tidak diundang. "Kalian berdua kenapa ikut ke sini? Mau belain teman kalian?"
Reo melirik kedua temannya. Ia juga heran, padahal kan memang dirinya dan Sybil saja yang dipanggil, kenapa mereka ikutan datang? Dan lagi, yang ada di foto yang beredar itu juga kan hanya menampilkan dirinya dan Reo. Tidak ada yang menampilkan Rentang dan Morveo.
"Kita di sini sebagai saksi, Pak." Morveo menjawab sambil melirik tidak nyaman.
"Bapak tidak perlu saksi. Bapak hanya butuh pengakuan dari kedua pihak yang ada di foto yang beredar." Ujar Pak Noto.
"Semalem Reo mabuk. Jadi udah pasti dia nggak bakal inget apa-apa." kali ini Rentang ikut berbicara.
"Itu Reo. Masih ada Sybil kan?" Pak Noto mengalihkan perhatiannya pada Sybil yang sejak masuk ke ruang kepsek sama sekali tidak bersuara.
Reo, Rentang dan Morveo ikut menoleh, menatap Sybil.
Reo menelan saliva-nya susah payah melihat wajah Sybil yang terkesan dingin saat ini. Tidak ada keramahan apalagi kehangatan. Reo jadi menyesal, pasti Sybil marah karena ia harus terlibat dalam permasalahan yang seharusnya tidak ada Sybil di situ.
Sementara Rentang dan Morveo yang tahu pasti apa yang terjadi pada Sybil malam itu, berusaha meyakinkan Sybil kalau mereka berdua yang akan meng-handle masalah ini tanpa menyinggung apa pun yang terjadi pada malam itu.
"Itu saya, yang manggil Sybil ke club, Pak. Saya minta tolong sama Sybil buat bawa pulang Reo. Itu aja." Rentang mengakui.
"Hm." Pak Noto tampak tidak percaya.
"Pak, ya, kali, Sybil, cucu pemilik yayasan nakal? Nggak lah, Pak! Hehe." Morveo sengaja tertawa, untuk mencairkan suasana.
"Masalahnya kakeknya Sybil kan nggak lagi di Indonesia. Jadi—"
"Maksud Bapak apa? Bapak mau nuduh kalo Sybil cewek nggak baik-baik?!" potong Reo tidak suka dengan ucapan Pak Noto.
"Loh, Bapak ngga—"
"Mungkin iya, saya bukan cowok baik-baik. Tapi Sybil cewek baik-baik, Pak!" potong Reo lagi masih kesal.
Dalam hati Morveo mengapresiasi kejujuran Reo.
Diam-diam Reo melirik Sybil. Ia berharap Sybil bisa paling tidak sedikit terkesan dengan pembelaannya. Tapi yang ia lihat justru sebaliknya, ia melihat gadis itu melengos bosan.
"Jadi kalo Bapak mau ngasih hukuman, kasih hukuman ke Reo." Tegas Rentang.
*
"Bil!" Reo segera memanggil Sybil begitu keluar dari ruang kepala sekolah. Namun gadis yang ia panggil terus saja melenggang seolah tidak mendengar panggilannya. "Bil, tun—" Reo berniat untuk mengejar gadis itu, namun Rentang segera menahannya.
"Mending lo biarin dia sendiri dulu." kata Rentang.
"Hah?!" tentu saja Reo tidak terima.
"Iya, lo jalanin dulu tuh, hukuman lo dijemur di lapangan kayak kemaren." Imbuh Morveo.
Reo berdecak, "Lo pada nggak liat gimana sikap Sybil sedari tadi? Dia marah! Dia kesel sama gue! Gara-gara foto itu!"
Morveo langsung tertawa mendengarnya.
Kening Reo seketika mengerut. "Maksud lo apa? Ada yang lucu?"
"Lo beneran nggak inget apa pun, Re?" tanya Rentang.
"Hah?"
"Sybil marah bukan karena foto itu." kata Morveo.
"Terus apa kalo bukan karena foto itu?" kejar Reo.
"Semalem lo nyerang Sybil." jelas Rentang sambil menepuk satu bahu Reo.
Kedua mata Reo melebar, "Hah?"
"You know what I mean, right?"
KAMU SEDANG MEMBACA
she
Teen Fiction(COMPLETE) Alih-alih "move on", Tenggara malah bertemu dengan seorang gadis yang sama persis dengan dia. Begitu mirip, sampai Tenggara nyaris tidak bisa membedakan dia dengan dia yang pernah hidup di masa lalunya.