"I promise. I will."
*
Kehidupan sekolah Ruby menjadi lebih damai daripada sebelumnya. Tepatnya sejak kakak-kakak kelas resenya sudah berhenti mengganggunya. Semua itu berkat Tenggara. Jika tidak ada campur tangan cowok itu, pasti Ruby tidak bisa sesantai sekarang. Membungkukkan punggungnya, menempelkan pipi kirinya ke atas meja sambil memperhatikan pemandangan di luar jendela meski yang terlihat hanya dedaunan dari pohon taman yang bergerak tertiup angin.
Pemandangan tenang dan damai yang tengah Ruby nikmati hanya bertahan sesaat. Karena tiba-tiba Novela menghadangi arah pandangnya. Novela duduk di bangku sebelah kanan Ruby, kemudian ikut melakukan pose yang sama seperti Ruby. Bedanya, pipi kanannya yang menempel di meja. Kontan hal itu membuatnya menjadi saling tatap dengan Ruby.
Ruby mengernyit sembari mendecak tidak suka. Saat ini dan seperti biasa, ia lebih suka sendirian.
"Gue lagi sebel sama Kak Rentang." Novela tiba-tiba bersuara ketika Ruby hendak mengubah posisinya. Tapi karena ucapan Novela, niat Ruby jadi batal. "Gue ditolak."
Kedua mata Ruby melebar. Sedikit terkejut karena pernyataan Novela, juga untuk apa juga Novela mengatakan hal itu kepadanya?
"Hibur gue kek, apa kek! Jangan diem aja dong! Tunjukkin empati lo, ketika ada temen yang lagi sedih." Novela protes, memajukan bibirnya.
"Hah?" Ruby kaget. Sejak kapan mereka berteman? Mereka hanya dua orang yang kebetulan berada di kelas yang sama bukan?
"Huh!" Novela mendengus.
"Kenapa ditolak?"
Pertanyaan Ruby, membuat Novela yang jadi lebih baik. "Huaaaa! Katanya gue terlalu bocil! Padahal apa sih? Kita cuma beda dua tahun! Dua tahun itu bukan gap yang jauh! Terus kita kan juga udah sama-sama SMA! Kalo pun lagi jalan, orang-orang juga nggak bakal ada yang nganggep Kak Rentang pedofil kok!"
Tanpa sadar Ruby meringis. Sepertinya apa yang Novela alami saat ini juga terjadi padanya. Kalau Novela sih, sudah jelas, sudah benar-benar menyuarakan perasaannya. Tapi Ruby berbeda. Bahkan sebelum ia sempat mengutarakannya, Tenggara sudah menolaknya mentah-mentah.
"By, tolong dong, kasih tau gue resep lo buat dapetin Kak Gara?"
Wajah Ruby langsung berubah mendengar nama Tenggara disebut.
"By, ih! Jangan pelit-pelit dong!" Novela merajuk seperti anak kecil.
"Gue sama Gara nggak pacaran." Ujar Ruby dengan nada getas dan sedikit emosi.
"HAH?!" saking kagetnya. Novela langsung menegakkan punggung.
Ruby melotot panik dan langsung menyuruh Novela untuk kembali ke posisi semula. Ia tidak mau dirinya—dan Novela—jadi bahan perhatian teman-teman sekelas.
"Hah? Serius? Lo sama Kak Gara nggak pacaran? Lah, terus selama ini kedekatan kalian itu apa?" Novela bertanya dengan bisik-bisik.
Ruby menggigit bibir bawah.
Novela yang menyaksikannya, seperti sudah bisa mengambil kesimpulan sendiri. "Kenapa sih, nggak Kak Rentang, nggak Kak Gara, pada sok tua? Please deh, umur kita sama mereka tuh nggak jauh! Mereka terlalu ngeremehin kita cuma karena mereka lahir dua tahun lebih cepet dari kita! Pake sok-sokan nganggep kita bocil-lah, adiklah! Bullshit! Gue nggak butuh yang kayak gitu! Gue cuma butuh Kak Rentang jadi pacar gue!"
Ruby tidak merespon. Ia setuju dengan ucapan Novela meski dalam kasusnya tak sepenuhnya sama.
Novela kembali menegakkan punggung. Nafasnya naik turun. Kedua tangannya terlipat di depan dada. Bibirnya maju.

KAMU SEDANG MEMBACA
she
Teen Fiction(COMPLETE) Alih-alih "move on", Tenggara malah bertemu dengan seorang gadis yang sama persis dengan dia. Begitu mirip, sampai Tenggara nyaris tidak bisa membedakan dia dengan dia yang pernah hidup di masa lalunya.