Bagian 42

9 1 0
                                    

"You can count on me."

*

Pada akhirnya, Ruby mengikuti ide yang Novela cetuskan saat melihat pasangan adik kakak di dalam kelas. Novela bilang, tidak begitu buruk dianggap 'adik' oleh crush. Justru hal itu bisa menjadi sebuah keberuntungan jika dimanfaatkan dengan baik. Ya, terus dekati crush, jangan kasih kendor! Hingga membuat orang-orang berpikir kalau hubungan mereka special. Efek jangka pendeknya, cewek lain yang mau mendekati crush-nya, pasti jadi akan berpikir berulang kali. Sedangkan efek jangka panjangnya, si crush bisa luluh hatinya dan akan mengangkat derajat dari 'adik' menjadi pacar. Terlihat menjanjikan bukan? Asal kuat pasang muka tembok dan kuat mental saja.

Meski dalam kasus Ruby sedikit berbeda. Karena Tenggara sama sekali tidak menganggapnya sebagai seorang 'adik'. Satu-satunya alasan Tenggara bersikap baik padanya adalah karena dirinya adik Rowena. Namun pernyataan Tenggara sendiri pada malam itu, bisa Ruby manfaatkan. Terdengar licik, tapi hanya itu yang bisa Ruby lakukan agar Tenggara tetap berada di sisinya.

Berangkat dijemput, pulang diantar, tiga hari berturut-turut. Hal itu menjadi buah bibir di sekolah. Siapa pun pasti mengira ada hubungan spesial di antara Tenggara dan Ruby. Ruby yang namanya tidak diketahui banyak orang, belakangan jadi banyak dibicarakan anak-anak di sekolah. Teman-teman sekelasnya juga mulai berani menggodanya. Kalau ini adalah Ruby yang dulu, Ruby pasti akan kesal. Tapi sekarang, ia menikmati peran itu. Peran yang orang kira dirinya adalah pacar Tenggara. Mengesampingkan Sybil yang sempat dirumorkan dengan Tenggara.

"Jadi lo ngumpet di sini tiap istirahat?"

Perhatian Tenggara dari buku bacaannya jadi terganggu gara-gara Ruby muncul. Entah dari mana cewek itu tau Tenggara hampir selalu pergi ke perpustakaan setiap istirahat. Bahkan sebelum gosip dengan dirinya makin jadi. "Cukup lo ngejadiin gue supir lo. Jangan ganggu waktu sendiri gue."

Tapi Ruby tidak peduli. Ia malah sengaja menarik kursi mendekat ke arah Tenggara. Ia sengaja duduk rapat dengan Tenggara, ikut nimbrung buku bacaan Tenggara. "Baca buku apa?"

Tenggara yakin, saat ini banyak orang yang tengah memperhatikan dirinya dan Ruby. "Pergi." Usir Tenggara dengan suara kecil.

"Aduh, tulisannya nggak keliatan! Gue pinjem bentar dong!" Ruby merebut buku dari hadapan Tenggara untuk ia baca sendiri.

Tenggara yang makin kesal, akhirnya berdiri.

"Mau kemana?" tanya Ruby cepat.

Tanpa menjawab pertanyaannya, Tenggara segera pergi.

Ruby tidak tinggal diam. Tujuannya kan memang Tenggara, bukan buku bacaannya. Karena itu, ia segera mengejar Tenggara. Cukup susah baginya untuk menyamai langkah Tenggara yang cepat dan panjang. Sampai mendadak Tenggara berhenti dan Ruby nyaris menubruknya.

Semula Ruby heran, kenapa Tenggara tiba-tiba berhenti. Untuk memenuhi keheranannya, gadis itu memposisikan diri ke samping Tenggara. "Oh." Ia bergumam pelan melihat alasan kenapa Tenggara berhenti.

Sybil.

Baik Tenggara maupun Sybil, keduanya sama-sama tidak buka mulut. Hanya mata mereka saja yang saling beradu.

Hal itu membuat Ruby tidak suka. Karenanya, Ruby sengaja mengamit lengan Tenggara. "Nanti malem mama ngundang lo buat makan malem di rumah. Jangan lupa dateng."

Sebelum Tenggara bereaksi, Sybil bergerak lebih dulu. Ia melangkahkan kaki hingga melintasi Tenggara dan Ruby tanpa mengucapkan sepatah kata pun. Dan Tenggara hanya membiarkannya pergi begitu saja.

Ruby yang menoleh ke belakang, memperhatikan Sybil yang terus berjalan sendirian tanpa menoleh ke kanan, kiri apalagi belakang.

Tenggara segera menarik tangannya dengan kencang hingga pelukan Ruby terlepas. "Jangan bikin gue benci sama lo." Desis Tenggara kemudian pergi begitu saja kali ini tanpa bisa Ruby cegah.

sheTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang