Bagian 8

16 3 0
                                    

"Dia cewek yang gue suka."

*

Seminggu sudah berlalu sejak hari di mana Tenggara dan Sybil terlibat pertikaian yang mana hal itu menyebabkan seorang Sybil untuk pertama kalinya dipanggil ke ruang BK. Selama ia bersekolah di SMA Patriot, sekali pun ia tidak pernah menginjakkan kaki di ruangan itu. Sybil merupakan siswa yang bisa dibilang pintar meski tidak sepintar siswa-siswa peraih medali. Sybil juga termasuk ke dalam golongan siswa yang patuh dan tertib. Ia tidak pernah melanggar peraturan sekolah. Kalau anak-anak lain bilang sih, Sybil seperti itu karena ia bersekolah di SMA milik kakeknya. Jadi kesannya seperti jaim gitulah.

Sudah seminggu itu pula, Tenggara tidak lagi mengejar-ngejar Sybil demi untuk membuktikan bahwa Sybil adalah Rowena. Justru karena kejadian itu, Tenggara jadi yakin bahwa apa yang orang lain bilang, termasuk Sybil sendiri, bahwa Sybil dan Rowena memang dua orang yang berbeda. Sybil ya Sybil. Rowena ya Rowena.

Bagaimana Tenggara bisa sampai di tahap itu? Selain karena fakta tentang informasi pribadi Sybil yang Sybil tunjukan langsung padanya, Tenggara juga yakin, Rowena tidak akan mungkin meneriaki dirinya bahkan mengatakan dirinya gila apalagi menganggap diri Rowena itu hanya sekedar imajinasi dan khayalan. Tenggara yakin, Rowena bukanlah gadis yang bisa menyakiti orang lain dengan kata-katanya. Rowena adalah sebaik-baiknya perempuan. Tutur katanya lembut dan selalu menenangkan. Sekali pun, Tenggara tidak pernah mendengar Rowena marah-marah atau mengeluh.

Jadi sudah jelas bukan? Iya. Sudah. Tetapi ada satu fakta yang tidak bisa Tenggara pungkiri adalah kemiripan wajah antara Rowena dan Sybil yang mendekati 100% hingga ia kesulitan membedakan antara Rowena dan Sybil secara kasat mata.

"Jadi lo udah nyerah buat Sybil?" Teagan yang baru tiba di kelas segera melontarkan pertanyaan pada Tenggara yang sudah lebih dulu sampai.

Tenggara tidak menggubris. Ia hanya melirik cowok yang sengaja duduk di sampingnya sambil terkekeh.

"Sayang sekali. Padahal gue udah bertaruh buat lo." Teagan beranjak dan berpindah ke tempat duduk aslinya sembar bersiul. Masa bodo dengan Tenggara yang tetap tidak menggubris, baginya jika Tenggara sudah mendengarnya itu sudah cukup.

*

"Mau kemana, Re?" Morveo heran, baru saja duduk, Reo sudah berdiri lagi.

Reo tidak menjawab. Ia hanya menepuk satu bahu Morveo, lalu pergi begitu saja.

Rupanya Reo pergi dari teman-temannya untuk menghampiri Tenggara yang siang ini terlihat di kantin. Sangat langka bukan? Apakah pada akhirnya orang itu lapar dan membutuhkan asupan makanan untuk perutnya?

Tenggara segera mengangkat wajah saat di depannya duduk seorang Reo. Sebelumnya tempat itu kosong, sama seperti sisi kanan dan kirinya. Tanpa bertanya maksud kedatangan Reo, Tenggara kembali menundukkan wajah untuk berkonsentrasi pada makanan di atas meja.

"Jadi akhirnya lo nyadar kalo Sybil bukan Rowena?"

Pertanyaan Reo yang tanpa prolog atau pendahuluan, membuat gerakan tangan Tenggara terhenti. Perlahan, cowok itu mengangkat wajah, menatap Reo dan meletakkan sendoknya di samping piring.

"Nggak usah kaget. Sybil udah ngasih tau gue." jelas Reo pada Tenggara yang tatapannya menuntut penjelasan.

Selera makan Tenggara yang baru kali ini timbul sejak pindah ke SMA Patriot kembali surut gara-gara kehadiran Reo.

"Nier Sybil Laurie. Lahir 31 Oktober di Bandung. Dia anak kedua. Kakeknya yang pun—"

"Gue udah tau." Tenggara memotong sambil membuang muka.

sheTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang