Bagian 14

17 2 0
                                    

"Gue pasti bakal nemuin lo."

*

Melalui jendela koridor lantai 3, Tenggara melihat ke arah bawah. Di mana di bawah yang merupakan area lapangan, sedang terlihat ramai di waktu istirahat kedua ini. Para siswa berlalu-lalang, bergerombol atau sekedar bermain-main. Dalam penglihatan yang lebih tepat disebut sebagai pengamatannya, Tenggara tampak meneliti baik-baik siswa-siswa yang tampak di matanya. Ia yakin, salah satu dari banyaknya siswa yang ia lihat pasti adalah pelaku teror itu. Masalahnya, bagaimana ia mengerucutkan kemungkinan sebesar itu? Lalu, dari mana peneror itu tau tentang Rowena?

"Lo hobi banget bengong ya?"

Tenggara menoleh ke arah suara yang rupanya milik Reo. Cowok itu datang entah dari arah mana, lalu ikut berdiri di samping Tenggara dan ikut memperhatikan pemandangan bawah yang ramai.

"Ngeliatin siapa kali ini?" tanya Reo begitu tidak ia temukan sesuatu atau seseorang yang spesial yang membuat Tenggara sibuk meneliti ke bawah.

Tidak Tenggara dengarkan pertanyaan Reo itu. Yang ada di pikiran Tenggara masih tentang peneror itu. Sebelumnya, ia dan Teagan sudah mengkonfirmasi secara langsung pada Sybil soal foto yang Tenggara terima, yang ternyata benar itu adalah Rowena. Selanjutnya, apakah Tenggara perlu memastikan pada Reo, orang lain selain Sybil yang tau tentang Rowena?

"Apa?" kedua alis Reo terangkat, heran melihat kelakuan Tenggara yang terus memperhatikan dirinya tanpa kedip, tanpa bicara.

Tenggara segera kembali menatap bawah sambil menggelengkan kepala. Rasanya memang tidak mungkin Reo pelakunya. Untuk apa juga Reo melakukan itu padanya? Meledeknya? Tidak, tidak. Mesti tidak begitu dekat, Tenggara yakin Reo bukan anak yang suka meledek orang lain seperti itu.

"Dasar aneh." Reo pun mendengus.

"Wah, ternyata kalian temenan ya?" setelah muncul Reo, muncul lagi seseorang dengan cara yang juga tiba-tiba dan tidak diundang. Ia adalah Teagan. Kedatangan Teagan, membuat kedua cowok itu menoleh serempak padanya.

Tanpa peduli dengan tatapan tidak suka yang Reo tujukan padanya, Teagan malah meringis lebar. "Gue rasa persaingan bakal makin seru kalo pesertanya berteman."

Reo menatap Tenggara, berusaha mencari penjelasan akan perkataan Teagan yang tidak ia pahami. Namun sayang, Tenggara tidak menghiraukan. Karena itu, ia kembali menatap ke bawah.

Karena merasa tidak suka dengan kedatangan Teagan, Reo pun memutuskan untuk pergi setelah menepuk bahu Tenggara satu kali.

"Mau ke mana? Gue nggak masalah kok kalo main bertiga." Tanya Teagan pada Reo sebelum Reo menjauh. Gara-gara ucapan Teagan, Reo pun menoleh untuk menunjukkan wajah tidak sukanya. Setelahnya, Teagan hanya tertawa.

"Gimana? Lo masih dapet teror?" sepeninggal Reo, Teagan segera bertanya pada Tenggara. Caranya bertanya dengan antusias, seolah bertanya 'apakah Tenggara habis menang undian uang berjuta-juta', membuat Tenggara berdecak kesal. Teagan memang aneh. Selera humor dan hiburannya nyeleneh.

"Foto kayak apa lagi sekarang? Sybil yang lagi mandi?" Teagan lanjut bertanya sambil tersenyum jahil.

Sontak Tenggara langsung melotot dengan kata-kata seronok Teagan. Selain itu, sepertinya Teagan masih menganggap bahwa cewek yang ada di ponsel Tenggara itu adalah Sybil, meski Sybil sendiri sudah mengatakan bukan. Tidak mau Teagan salah sangka dengan lebih seronok lagi, Tenggara pun terpaksa menunjukkan foto terakhir yang ia terima dari si peneror itu pada Teagan. Lagipula, Teagan kan juga sudah tau soal teror ini.

Mata Teagan melebar begitu melihat foto yang Tenggara tunjukkan. Foto Tenggara yang tengah berjalan di koridor bersama Sybil. "Gue rasa dia bukan cuma tukang teror, tapi juga penguntit."

Sungguh, sebelumnya Tenggara tidak pernah berpikir tentang penguntit. Tetapi karena ucapan Teagan, mau tidak mau ia jadi harus memikirkannya. Benar juga ya, hanya seorang penguntit yang berkelakuan seperti itu. Diam-diam mengikuti, diam-diam mengambil foto. Tanpa ijin, tanpa permisi.

"Coba gue liat sekali lagi." Teagan melihat foto itu sekali lagi. Kali ini dengan lebih teliti.

*

Di koridor lantai 1 kini Tenggara dan Teagan berada. Sekarang sudah jam pulang sekolah, jadi sekolah sudah sepi. Sengaja mereka berdua memilih waktu seperti ini agar tidak menyita perhatian orang-orang. Kalau banyak orang juga kan jadi susah. Soalnya, mereka mau menyelidiki latar tempat yang ada di foto yang Tenggara terima dari si peneror.

"Gue rasa di sini." Teagan mencoba menyamakan posisinya berada dengan posisi gambar yang ada di dalam foto.

Tenggara yang berdiri di sampingnya, ikut menyamakan situasi dan posisi. Kalau dilihat dari sudutnya, memang sudah sesuai. Tapi jika diperhatikan baik-baik, ada sedikit perbedaan dari pemandangan sebelah kanan. Di sebelah kanan di dalam foto itu ada gambar sebuah pintu kelas yang terbuka, yang di bagian atasnya ada sticker bertuliskan 127. Sedangkan yang coba Teagan proyeksikan, tidak ada detail itu. "Sebentar." kata Tenggara kemudian berjalan meninggalkan Teagan.

Yang Tenggara lakukan adalah membuka pintu kelas di jalur koridor itu satu per satu untuk menemukan pintu kelas mana yang punya sticker 127. Seharusnya tidak jauh, karena Tenggara dan Sybil juga tidak berjalan bersama sejauh itu. Bahkan belum mencapai ujung koridor, Tenggara sudah mendului Sybil.

"Lo lagi ngapain?" tanya Teagan bingung.

Ketemu! Sticker 127 yang menempel di bagian pintu dalam itu ada di pintu kelas 10-6. Dengan membiarkan pintu itu terbuka keluar, Tenggara mundur beberapa langkah. Setelah dikira pas, ia menyuruh Teagan untuk mendekat.

"Di foto ini ada pintu kelas yang kebuka. Lo liat, ini kelasnya." Tenggara memperbesar layar ponselnya untuk menunjukkan gambar sticker 127 yang tertempel di pintu kelas yang terbuka.

Mulut Teagan membulat, membentuk huruf O.

"Artinya..." Tenggara menoleh ke belakang. Kembali menatap lorong koridor di belakangnya, yang tadi ia dan Teagan lewati.

"Saat itu, lo liat ada anak lain lewat?" Teagan bertanya.

Tenggara menggeleng.

"Mungkin sebenernya ada, cuma lo nggak sadar karena dia kan penguntit. Jadi pasti sembunyi-sembunyi."

Tenggara diam. Sekali lagi ia perhatikan foto di ponselnya. Kali ini ia perhatikan dengan lebih teliti dan cermat. Jika dilihat dari angle pengambilan gambarnya yang tidak center, maka posisi yang tepat dari si pengambil foto adalah dari arah samping.

Saat itu masih pagi, belum terlihat banyak siswa yang datang. Saat Tenggara tiba di koridor ini, Sybil sudah lebih dulu ada. Tenggara melihat Sybil sedang memunguti lembar kertas yang berserakan di depan kelas 10-4. Dan selama itu, Tenggara yakin sekali tidak ada satu pun siswa yang melintasi koridor itu sampai ia kemudian membantu Sybil memunguti kertas, lalu berjalan bersisian bersama Sybil hingga sampai di kelas 10-6.

Dan setelah melakukan observasi dan pengamatan bersama Teagan sore ini, Tenggara berhasil mendapatkan kesimpulan meski kebenarannya belum seratus persen, bahwa foto ini diambil dari arah pintu kelas 10-5. Sebab pintu bisa menyembunyikan keberadaan si penguntit.

*

Tidak ada teror yang Tenggara terima hingga malam hari. Padahal, Tenggara sudah menunggu teror apalagi yang akan ia terima. Apa mungkin si peneror tau kalau Tenggara sudah mulai bertindak untuk menyelidikinya? Atau apa mungkin si peneror menyadari kesalahannya dengan mengirim foto Tenggara bersama Sybil, yang artinya membuka sedikit clue bahwa ia adalah anak SMA Patriot?

Sebuah ide tiba-tiba terlintas di pikiran Tenggara. Tenggara yang sedang berbaring itu, segera mengambil posisi duduk. Jika Tenggara saja bisa diteror, kenapa Tenggara tidak bisa melakukan hal yang sama pada si peneror?

Lo anak Patriot kan?

Terkirim namun butuh waktu sekitar lima menit untuk dibaca. Tak kunjung mendapat balasan, Tenggara kembali mengetik sebuah chat lagi untuknya.

Gue tebak, lo anak kelas 10-5.

Langsung dibaca. Tanpa sadar Tenggara menyeringai. Kalau seperti ini, artinya gertakan Tenggara berhasil sampai.

Gue pasti bakal nemuin lo.

sheTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang