"Rowena atau Sybil."
*
Mobil yang Ratu dan Ruby tumpangi kini sudah berhenti. Namun keduanya masih sama-sama bertahan dalam posisi masing-masing dengan nafas mereka yang naik turun. Aksi yang mengerikan baru saja terjadi. Jika tadi Ratu tidak cepat-cepat membanting setir, sudah dipastikan akan beda cerita. Mereka pasti sudah tidak akan dalam keadaan baik-baik saja secara fisik.
Setelah nafasnya mulai stabil dan rasa takutnya perlahan mencair, Ratu langsung menoleh pada Ruby yang masih pucat karena takut. "Lo mau bunuh gue, hah?!" desis Ratu marah.
Ruby tidak merespon. Mendengar saja sepertinya tidak. Ia benar-benar masih kalut.
Ratu yang sudah dasarnya emosi, jadi makin emosi. Ia pun langsung mencekik leher Ruby. "Jangan harap lo bisa bunuh gue sebelum gue bunuh lo lebih dulu!"
Tangan Ruby meronta-ronta. Ia berusaha untuk menggapai wajah Ratu, namun tidak bisa. Ia mencoba untuk berbicara juga tidak bisa. Bahkan ia mulai tidak bisa bernafas dengan normal karena cekikan di lehernya kian mengerat dan menyesakkan.
Di saat Ruby mulai kehilangan harapan hidup, di saat ia mulai kehilangan tenaga dan melemah, di saat itu pula Ratu melonggarkan cekikan di leher Ruby sampai akhirnya benar-benar terlepas dan kontan membuat Ruby bisa kembali bernafas dengan normal meski ia harus terbatuk-batuk.
Ruby heran sekaligus penasaran—di samping ia merasa lega—kenapa tiba-tiba Ratu melepaskannya di saat Ratu benar-benar sudah bisa membunuhnya? Pertanyaan Ruby segera terjawab ketika pintu mobil di sampingnya terbuka dan terlihatlah orang yang membuka pintu itu dari luar.
"Kak Gara..." gumam Ratu mendadak ketakutan.
Sementara Ruby tidak bisa berkata apa-apa lagi melihat Tenggara saat ini telah berada bersamanya. Kedatangan Tenggara bagi Ruby membuat perasaannya berkecamuk.
"Bisa lo keluar dulu?" kata Tenggara pada Ruby dengan wajahnya yang datar.
Tanpa mendebat seperti biasa, Ruby pun keluar dari mobil itu. Setelah Ruby keluar, Tenggara segera masuk menggantikan posisi Ruby sebelumnya.
Ruby hanya diam memperhatikan apa yang tengah terjadi pada Tenggara dan Ratu di dalam mobil sana. Kelihatannya Tenggara sedang mengatakan sesuatu yang mampu membuat Ratu terdiam seribu bahasa dengan wajah penuh ketakutan. Tapi entah apa yang Tenggara katakan, Ruby tidak tau sebab ia tidak bisa mendengarnya.
Tak sampai lima menit, Tenggara pun keluar dari mobil Ratu. Tanpa memberikan waktu pada Ruby untuk bertanya atau mengeluarkan sepatah kata pun, Tenggara segera meraih pergelangan tangan Ruby dan membawanya ke dalam mobil hitam miliknya.
Setelah mengendarai mobilnya beberapa menit, Tenggara dan Ruby kini sudah berada di taman bermain yang penuh memori. Yeah, taman bermain tempat Tenggara biasa bermain dengan Rowena dulu. Sebelum mereka duduk di bangku bercat coklat di bawah pohon rindang, lebih dulu Tenggara membeli minuman di minimarket dekat taman itu untuk ia berikan pada Ruby.
Tanpa berterima kasih, Ruby menerimanya. Tidak ia minum minuman botol yang Tenggara berikan untuknya. Ruby hanya mengelus-elus kemasan luarnya dengan kedua telapak tangannya. Melihat gelagat Ruby yang seperti itu, Tenggara simpulkan bahwa Ruby belum sepenuhnya sembuh dari peristiwa yang baru saja terjadi padanya. Karena itu, Tenggara memutuskan untuk ikut diam. Membiarkan Ruby seperti itu untuk sejenak.
Tetapi entah itu benar atau tidak, keadaan Ruby bukannya jadi lebih tenang, gadis itu malah tiba-tiba menunduk kemudian menangis. Kedua bahunya naik turun. Tangan yang semula mengelus kemasan luar botol, kini berubah jadi mencengkeram hingga ruas-ruas jarinya menonjol dan memutih.
KAMU SEDANG MEMBACA
she
Teen Fiction(COMPLETE) Alih-alih "move on", Tenggara malah bertemu dengan seorang gadis yang sama persis dengan dia. Begitu mirip, sampai Tenggara nyaris tidak bisa membedakan dia dengan dia yang pernah hidup di masa lalunya.