"Kalo gue maafin, lo bisa jauhin gue?"
*
"Sial! Gue nggak bisa buktiin sendiri seberapa mirip Rowena sama Sybil." Decak Reo kesal. Saat ini ia sudah berhadapan empat mata dengan Tenggara. Ruby yang sebelumnya ada di tempat itu, sudah Tenggara suruh masuk ke dalam mobilnya lebih dulu.
"Jadi lo ajak Ruby ke sini cuma buat itu?"
"Ya gue mana tau kalo Rowena udah mati sebelumnya?" Reo jadi makin kesal dengan pertanyaan Tenggara.
Tenggara menghembuskan nafas pelan, lalu ia merogoh saku celana dan mengambil ponsel. Ia utak atik sebentar, sebelum akhirnya ia tunjukkan beberapa foto wajah Rowena yang Ruby kirim saat masih menjadi tukang teror.
Reo benar-benar takjub. Ia tidak percaya jika gambar cewek di ponsel Tenggara adalah Rowena. Bagi Reo, itu adalah Sybil.
"Udah cukup?" tanya Tenggara.
"Gar." Panggil Reo tiba-tiba. "Gue nggak ada waktu buat ngucapin bela sungkawa ke lo. Karena emang itu bukan tujuan gue."
Ruby yang ada di dalam mobil sudah sangat penasaran dengan obrolan kedua cowok itu. Tapi sayang, Tenggara menguncinya di dalam mobil. Ia jadi tidak bisa keluar.
"Rowena udah nggak ada, udah mati. Sedangkan Sybil... dia masih hidup. Tapi dia hidup sebagai Sybil, bukan sebagai Rowena. Jadi lo nggak usah anggep dia sebagai Rowena. Singkatnya, lo jauhin Sybil." Reo benar-benar serius saat mengucapkan kalimat itu. Kedua matanya mengisyaratkan sebuah ancaman.
Tenggara diam dengan ekspresi wajahnya yang datar.
"Daripada lo deketin Sybil cuma karena dia ngingetin lo sama Rowena, mending lo deketin adeknya aja." Lanjut Reo sambil menunjuk Ruby.
Ruby yang melihat sontak terkejut. Kenapa dan untuk apa Reo menunjuknya dengan jari telunjuk?
Tenggara masih tidak mengucapkan apa-apa. Cowok itu hanya menoleh, melempar tatapannya pada Reo saat Reo melangkah pergi tanpa berpamitan padanya.
Terdengar suara ketukan kaca yang berasal dari mobil yang terparkir tak begitu jauh di belakangnya. Tenggara pun menoleh dan menyaksikan Ruby sebagai pelakunya. Kemudian tanpa menunggu apa-apa lagi, Tenggara pun membuka pintu mobilnya dan duduk di belakang setir.
Diam-diam Ruby memperhatikan cowok itu dari samping. Entah apa yang baru saja Tenggara bicarakan dengan Reo, tampaknya itu bukan sesuatu yang baik. Wajah Tenggara tampak tegang.
Ingin rasanya Ruby bertanya, 'apa lo baik-baik aja?'. Akan tetapi rasa gengsi Ruby terlalu tinggi. Lagipula kan Ruby masih harus marah dan kecewa pada Tenggara karena Tenggara lebih memilih pergi dengan Sybil meski Sybil telah menjelaskannya.
Tanpa mengatakan apa-apa, Tenggara mulai menjalankan mobil. Dan benar, di sepanjang jalan dari pemakaman menuju rumah Ruby, Tenggara benar-benar menutup mulutnya rapat-rapat. Ruby yang sudah tidak tahan sampai harus buka suara lebih dulu.
"Sampe kapan lo mau bungkam?"
Tanpa melirik apalagi menoleh, Tenggara menyahut, "Langsung aja."
Ruby menghembuskan nafasnya kasar. "Emang apalagi yang perlu lo jelasin ke gue?"
"Apa yang perlu gue jelasin ke lo?" Tenggara balas bertanya.
Kening Ruby seketika menyatu. Tidak menyangka Tenggara akan bicara seperti itu. "Lo kayak nggak punya salah banget ya, sama gue?"
"Apa?" Tenggara menoleh, menancapkan mata hitamnya ke mata Ruby yang sesaat menahan nafas.
Apa seburuk ini keadaan Tenggara saat ini, sampai bisa-bisanya cowok yang biasanya 'baik' padanya, mendadak jadi bersikap dingin seperti ini?
KAMU SEDANG MEMBACA
she
Teen Fiction(COMPLETE) Alih-alih "move on", Tenggara malah bertemu dengan seorang gadis yang sama persis dengan dia. Begitu mirip, sampai Tenggara nyaris tidak bisa membedakan dia dengan dia yang pernah hidup di masa lalunya.