"Bukannya itu yang harus gue lakuin sebagai orang yang lo tuduh sebagai penyebab kematian Rowena?"
*
Rasanya sudah begitu lama sejak Tenggara bertemu dan berbicara cukup lama bersama Sybil terakhir kali. Yakni pada saat makan bersama—berdua—di warung tenda pinggir jalan kala itu. Perlu diakui, telah tercipta semacam gap di antara keduanya sejak hari itu. Entah salah satu yang menarik diri atau memang keduanya yang saling menjauh.
"Lama nggak ketemu." Tegur Tenggara yang pada akhirnya menemui kesempatan itu. Bertemu dengan Sybil secara tidak sengaja saat berada di koperasi.
Sybil hanya menggumam.
Diam-diam Tenggara memperhatikan gadis itu dari samping. Sembari mengingat perkataan Sybil yang membuatnya 'pusing' kala itu. "Soal pertanyaan lo waktu itu..." Tenggara mulai berbicara.
"Hm?" Sybil menoleh, menunggu kelanjutan kalimat Tenggara.
"Kalo semisal gue punya wajah yang nggak kayak Rowena, apa lo masih bakal bersikap kayak gini?" Tenggara menggulang pertanyaan yang sama persis yang pernah Sybil tanyakan pada saat terakhir bertemu dengannya.
"Oh."
"Apa sepenting itu pertanyaan itu buat lo?"
Dahi Sybil sedikit berdenyut mendengarnya. "Hah?"
"Fakta kalo wajah lo mirip sama wajah Rowena itu nggak bisa dipungkiri. Jadi tolong jangan tanya hal-hal di luar nalar kayak gitu."
"Jadi nggak ya?"
"Jangan berkesimpulan sendiri."
"Nggak papa kok, Gar. It's okay. Jangan ngerasa terbebani. Gue tanya kayak gitu juga bukan buat lo ngerasa gimana-gimana. Gue nggak sepenting itu buat lo." Jelas Sybil sambil tersenyum.
"Bil—"
"Oh iya, Pak, udah belum dasinya?" Sybil segera mengalihkan perhatiannya dari Tenggara. "Oke, makasih ya, Pak." Lanjutnya setelah mendapatkan barang yang ia minta.
Tenggara hanya diam, memperhatikan gadis itu.
"Gue ke kelas dulu." pamit Sybil kemudian pada Tenggara yang lagi-lagi hanya diam menyaksikannya, memperhatikannya. Hingga Tenggara bisa menangkap kekecewaan di wajah gadis cantik itu.
*
Wajah Sybil yang kecewa, senyumnya yang dipaksa, serta penolakan saat matanya bertemu, semua terekam jelas dalam ingatan Tenggara. Tanpa perlu Tenggara pikirkan lama-lama, Tenggara sadar betul apa yang membuat Sybil sekecewa itu padanya.
Karena seperti yang Reo katakan. Tenggara masih melihat Sybil sebagai Rowena. Orang mana sih, yang tidak kesal jika dilihat bukan sebagai dirinya sendiri? Orang caper, sih, mungkin saja, hehe. Tapi Tenggara yakin, Sybil tidak termasuk ke dalam golongan orang itu. Sybil berbeda. Sybil ingin dilihat sebagai Sybil. Seperti keinginannya sejak awal yang sayangnya tidak pernah Tenggara penuhi.
"Bodoh!" Tenggara merutuki dirinya sendiri. Bukan hanya Sybil, tampaknya ia juga kecewa pada dirinya sendiri yang masih menjebak Sybil dalam bayang-bayang Rowena.
Ponsel di atas ranjang kamarnya bergetar. Memecah fokus Tenggara. Dengan sedikit malas, Tenggara meraih ponsel itu.
Kembali masuk notifikasi chat dari Ruby.
*
"Akhirnya kamu datang." Pintu rumah itu terbuka. Mama Rowena tersenyum menyambut kemunculan Tenggara di depan rumahnya sore ini. Sudah cukup lama beliau menunggu kedatangan anak laki-laki itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
she
Teen Fiction(COMPLETE) Alih-alih "move on", Tenggara malah bertemu dengan seorang gadis yang sama persis dengan dia. Begitu mirip, sampai Tenggara nyaris tidak bisa membedakan dia dengan dia yang pernah hidup di masa lalunya.