Bagian 26

12 2 0
                                    

"Thanks."

*

"Bil, lo nggak ke kantin?" tanya Keyra heran melihat Sybil yang masih duduk di tempat duduknya padahal bel istirahat sudah berbunyi.

"Gue nggak laper. Kalo lo mau ke kantin, ke kantin aja." Jawab Sybil sambil mengutak-atik ponselnya.

Keyra tidak segera menjawab. Ia malah berdehem, "Reo—" Keyra langsung berjingkat kaget saat tiba-tiba Sybil berdiri sambil menggebrak meja begitu mendengar nama Reo.

"Gue mau ke perpus." Sybil keluar kelas begitu saja meninggalkan Keyra yang masih berusaha mengatur jantungnya yang berdegup kencang lantaran kaget.

Tidak biasanya Sybil terlihat seperti itu hanya karena mendengar nama Reo disebut.

Sampai di perpustakaan, Sybil asal mengambil buku. Buku apa pun, yang penting bisa dibaca itu sudah sangat cukup untuk ia jadikan time killer saat ini. Sejak peristiwa malam itu, Sybil jadi lebih sering diam karena otaknya sudah terlalu berisik. Ia marah, marah pada Reo yang segila itu hendak melakukan perbuatan tidak seronok padanya. Ia juga marah, marah pada dirinya sendiri yang saat itu tidak berdaya, malah ketakutan. Harusnya ia bisa menendang Reo atau apa kek. Tapi ia masih sedikit beruntung karena berkat pertolongan Rentang, hal itu tidak benar-benar terjadi.

Ketika buku pilihannya sudah ia tentukan, ia pun segera berjalan menuju salah satu kursi. Baru ia tarik kursi yang membuat suara decitan kaki kursi dengan lantai, seseorang yang semula tertidur di kursi samping dengan menelungkupkan wajah di atas meja itu terbangun. Melihat bahwa orang itu adalah Tenggara, membuat Sybil kembali merapikan kursi ke posisi semula.

"Hm?" Tenggara bertanya tanpa menggunakan kalimat tanya.

"Sori."

"Hm."

Sybil pun membalikkan badan, hendak mencari kursi lain.

"Mau kemana?" pertanyaan Tenggara menahan langkahnya.

Sybil menoleh, "Nyari kursi lain. Gue nggak mau lo nangis lagi gara-gara liat gue."

"Duduk." Bukannya mengiyakan, Tenggara malah menyuruh Sybil duduk di sampingnya. Cowok itu bahkan menarik kursi, menepuk-nepuk kursi itu untuk mempersilahkan Sybil duduk.

Sybil hanya diam berdiri sambil memperhatikan kursi kosong itu.

"It's okay."

Barulah Sybil menduduki kursi itu. "Thanks."

Tenggara hanya menggumam tanpa mengatakan apa-apa lagi. Ia mulai memperhatikan Sybil begitu Sybil mulai membuka buku dan membacanya.

"Kalo lo nggak kuat, gue bisa pergi sekarang." Kata Sybil tanpa menoleh. Rupanya Sybil sadar kalau Tenggara sedari tadi memperhatikannya tanpa kedip.

"Gue lagi mengenang Rowena melalui wajah lo." Begitu pula Tenggara yang tidak mengalihkan perhatiannya dari Sybil menanggapi perkataan Sybil.

Sybil hanya menghela nafasnya panjang. Baiklah. Selama itu sama-sama tidak menimbulkan hubungan simbiosis komensalisme, Sybil akan membiarkannya dan fokus membaca saja.

Hingga tanpa terasa, bel masuk pun berbunyi. Keduanya sama-sama tergugah dari kesibukan masing-masing. Dengan buru-buru, Sybil beranjak pergi untuk mengembalikan buku yang ia baca tadi ke rak tempat ia mengambil buku itu. Ketika ia kembali dari mengembalikan buku, rupanya masih ada Tenggara.

"Ayo ke kelas." Ajak cowok itu.

Keduanya pun berjalan bersama dari perpustakaan menuju kelas mereka di lantai 3. "Boleh gue ngomong sesuatu?" Tenggara membuka obrolan sembari berjalan menyusuri koridor lantai satu.

sheTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang