Bagian 18

11 2 0
                                    

"Ada banyak hal yang pengen gue ceritain ke lo."

*

Bukan pertemuan seperti ini yang Tenggara inginkan. Sekali pun bukan. Membayangkannya saja tidak pernah. Pertemuan dengan seseorang yang sudah lama ia rindu, malah berselimut suasana pilu.

Rowena terbaring lemah di atas ranjang rumah sakit.

Tenggara sampai tidak bisa berkata-kata. Suaranya tercekat, bibirnya bahkan tidak bisa bergerak. Semua yang bisa ia lakukan hanya termenung tidak percaya melihat keadaan Rowena saat ini.

Keadaan seperti itu sudah berlangsung sejak pertama kali Tenggara memasuki kamar inap rumah sakit ini 15 menit yang lalu, ditemani oleh Ruby yang ia seret dari sekolah.

Pintu yang tertutup pun terbuka. Menimbulkan suara decitan pintu dan lantai, yang kemudian diikuti oleh suara lain, "Siapa?"

Barulah Tenggara bergerak. Menoleh ke arah pintu, ke arah seorang wanita paruh baya yang baru saja bertanya siapa. Untuknya dan mungkin untuk Ruby.

"Kamu... Tenggara?" wanita paruh baya itu menatap Tenggara tanpa kedip sembari berjalan pelan menghampiri Tenggara yang berdiri di samping ranjang tempat Rowena terbaring.

"Tante Rania?"

Wanita paruh baya yang dipanggil Rania mempercepat langkah dan segera merengkuh Tenggara begitu sudah sampai di tempatnya. Ia tidak bisa menyembunyikan kesedihan serta rasa harunya setelah bertemu kembali dengan teman masa kecil putrinya.

"Tambah tinggi sekali kamu ya?" komentar Rania setelah mengurai pelukannya.

Ruby yang merasa keberadaannya tidak dianggap, memutuskan untuk pergi dari tempat itu. Namun baru satu langkah ia melangkah, Rania tiba-tiba memanggilnya.

"Wajah kamu kenapa? Jatuh lagi?"

Ruby melirik Rania singkat. Sesingkat jawabannya, "Ya." Lalu ia pun kembali melanjutkan langkahnya untuk pergi dari ruangan itu.

"Kamu pulang saja, malam ini biar Mama yang jagain kakak kamu." pesan Rania sebelum Ruby benar-benar keluar.

Ucapan Rania yang ditujukan untuk Ruby, sontak membuat kedua mata Tenggara melebar. "Dia... adik Rowena?" Tenggara bertanya pelan pada Rania.

Rania mengangguk. "Iya. Dia Ruby, adik Rowena. Kamu nggak lupa kan?"

Tenggara diam. Berusaha mengingat tentang masa lalunya. Tetapi sekeras apa pun ia berusaha mengingat tentang masa lalunya saat ini, sama sekali ia tidak menemukan sosok Ruby dalam ingatannya.

"Kayaknya kamu emang lupa ya. Wajar sih, sejak kecil Ruby memang nggak mau ketemu orang." Rania yang paham Tenggara mengalami kesulitan dalam mengingat Ruby pun memberikan pencerahan.

Lagi-lagi Tenggara hanya diam.

Rania pun kini fokus pada Rowena. Memperhatikan sang putri sambil merapikan rambutnya . "Tenggara datang, sayang." bisiknya pelan.

Tindakan dan ucapan Rania pada Rowena, membuat Tenggara kembali memperhatikan Rowena. Seketika hati Tenggara kembali merasa sesak. "Ada apa sama Rowena?" tanya Tenggara tanpa melepaskan tatapannya dari Rowena.

Dengan pelan pula, Rania menoleh, memperhatikan Tenggara dengan lekat hingga mau tidak mau, Tenggara jadi ikut memperhatikan Rania. "Sebulan yang lalu, dia kecelakaan."

"Kecelakaan?"

"Sejak saat itu, dia tertidur. Dan nggak pernah bangun sampai sekarang." Wajah Rania tampak sedih menceritakan hal itu pada Tenggara.

sheTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang