"Gue habis sama Sybil."
*
Beberapa menit sebelumnya.
Dekorasi minimalis, makanan, minuman, tak lupa kue taart sudah tersaji dengan manis untuk perayaan ulang tahun Ruby yang ke-16. Meski rasanya sedih karena ini adalah ulang tahun pertamanya tanpa Rowena, tapi Ruby masih tetap merasakan kebahagiaan karena malam ini akan menjadi malam istimewa. Untuk pertama kali, ia akan merayakan ulang tahun bersama dengan seorang cowok!
Ini adalah pengalaman pertama bagi Ruby di usia pubertasnya. Naksir cowok. Meski seperti yang diketahui, cowok itu tidak menganggapnya sebagai cewek yang istimewa, tapi tak apa. Ruby yakin, Tenggara hanya butuh waktu saja sampai nanti ia benar-benar bisa menyadari dan menerima dirinya sebagai seorang cewek.
"Udah jam tujuh, kok Gara masih belum nyampe?" tanya sang mama.
"Dia emang kadang suka ngaret, Ma. Bentar lagi juga nyampe." Pikiran Ruby begitu positif. Mungkin itu karena efek bahagia yang sedang ia rasakan saat ini. Ia penasaran sekaligus menantikan ekspresi Tenggara saat melihatnya dirinya sudah berpakaian dan berdandan secantik ini. Apakah cowok itu akan tetap memasang wajah datarnya? Ah, hanya membayangkannya saja, wajah Ruby sudah memerah.
Detik berlalu. Menit pun juga berlalu. Namun Tenggara masih tak kunjung terlihat. Mama pun kembali bertanya. "Sudah lewat 15 menit, By. Apa masih belum nyampe?"
"Bentar lagi, Ma. Mungkin macet. Malem minggu soalnya." Ruby masih mencoba berpikir positif.
"Benar juga." Papa menyahut sambil menatap mama penuh arti.
Kembali, menit pun berlalu. Hingga jam sudah menunjukkan pukul 19.35 WIB namun orang yang mereka tunggu masih belum terlihat.
"Harusnya dia bisa memperkirakan waktu keberangkatan biar bisa sampe sini on time." Ruby mulai resah. Pikiran positifnya mulai goyah.
"Kan tadi kamu sendiri yang bilang. Macet, efek malem minggu." Papa menenangkan.
"Tapi harusnya nggak selama ini, Pa."
"Coba aja kamu telepon, By."
Ruby segera mengikuti saran mama. Menelepon Tenggara. Tersambung, tapi tidak Tenggara angkat. Ruby kirim pesan, tidak terbalas bahkan tidak Tenggara baca.
"Kalo lagi di jalan, memang harus fokus, By. Udah, tunggu aja ya." Papa kembali menenangkan anak gadisnya.
Ruby tidak merespon ucapan papa. Ia hanya diam, menggenggam ponsel di kedua tangannya sambil memperhatikan kue taart dengan lilin angka 16 yang tertancap di atasnya.
*
Pukul 20.50 Sybil sudah mulai meragukan keputusannya untuk menunggu jemputannya yang ternyata memang tengah terjebak macet di pos security sekolah. Pertama, ia sudah mulai lelah. Kedua, ia sudah terganggu dengan nyamuk. Ketiga, keberadaannya terasa kasat mata. Lihat saja, Pak Lando, Pak Fendi dan Tenggara malah asyik mengobrol bersama. Kedua pria paruh baya itu bahkan bisa sampai tertawa ngakak karena obrolan yang entah apa, Sybil tidak tau karena tidak ia simak. Yang sempat Sybil simak hanya alasan kenapa tadi Pak Lando bisa ada di lantai dua menyadari keberadaan Sybil dan Tenggara karena Pak Lando baru saja menutup jendela yang masih terbuka di salah satu kelas.
Jujur Sybil heran sekaligus terkesan. Ternyata Tenggara bisa berbaur dengan orang tua seperti ini. Padahal ia pikir, Tenggara kan orang yang kaku, yang susah bersosialisasi.
Menyadari Sybil yang sudah bete, Pak Fendi segera memberi kode pada Pak Lando untuk berhenti mengajak Tenggara ngobrol. Untung Pak Fendi langsung bisa menangkap kode itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
she
Teen Fiction(COMPLETE) Alih-alih "move on", Tenggara malah bertemu dengan seorang gadis yang sama persis dengan dia. Begitu mirip, sampai Tenggara nyaris tidak bisa membedakan dia dengan dia yang pernah hidup di masa lalunya.