Leon mengendarai mobil dengan terus membayangkan Alexa. Office girl roboh itu nyatanya terus menghantui pikiran CEO yang belum bisa move on dari sang mantan yang kini sudah memiliki keluarga.
"Aneh. Kenapa aku mikirin pacar Edgar terus ya? Apa ini alasan Edgar menyukai Alexa? Dia punya daya tarik tersendiri. Ah, ngapain aku mikirin dia?" gerutu Leon menyunggingkan bibirnya.
Leon kembali teringat Alexa teman kecilnya. Entah mengapa, rasanya ia begitu merindukan sosok yang sudah bertahun-tahun tak bertemu. Ia memutuskan untuk berkunjung ke rumah Alexa. Sekedar menyambung silaturahmi dengan Jhonson dan Diandra.
CEO muda dan tampan ini menepikan mobilnya di pinggir jalan. Rumah keluarga Jhonson sudah terlihat di depan mata. Namun, ia teringat akan pesan terakhir Alexa yang memintanya agar tidak mengganggu lagi.
"Padahal aku pengen ketemu banget sama kamu. Mungkin aku tunggu di sini saja. Melihatmu dari jauh sudah cukup mengobati rasa rinduku," batin Leon.
Sudah satu jam Leon mengamati gerbang masuk rumah mewah itu. Tidak ada seorangpun yang keluar ataupun masuk melewati gerbang tralis hitam yang menjulang tinggi.
Rasa bosan sudah muncul. Leon membuka ponselnya dan mencari pesan terakhir dari Alexa. Bersamaan dengan itu, sebuah taksi melaju melewati mobil Leon. Kendaraan umum berwarna biru muda itu berhenti di depan gerbang. Alexa keluar dan segera masuk ke dalam. Sayang, Leon masih sibuk menunduk menatap ponselnya. Saat pandangannya kembali ke depan taksi sudah menjauh.
"Sudahlah. Mungkin belum saatnya aku bertemu Alexa,"ucap Leon menyalakan mesin mobilnya.
Di tengah perjalanan, ponsel Leon terus berdenting. Ia melihat ke arah ponsel dan melihat nomor asing yang memanggilnya. Leon mengabaikannya. Namun, panggilan itu terus berulang. CEO angkuh ini akhirnya menjawab panggilan itu.
"Hallo," jawab Leon.
Panggilan itu langsung terputus. Tidak lama kemudian sebuah pesan singkat masuk. Leon langsung membukanya.
+62 8963*******
Leo?
"Siapa lagi? Jangan-jangan office girl ceroboh itu."
Leon menelpon nomor asing itu. Saat panggilan sudah terhubung, Leon tersenyum. Ia masih menduga nomor itu milik Alexa si OB ceroboh.
"Hallo," ucap Leon.
Suara berisik namun tidak ada suara manusia. Ceo dingin ini terus tersenyum. "Pasti dia lagi ngerjain aku," batinya.
"Kalau gak mau ngomong aku matiin teleponnya ya!" gertak Leon.
Suara isak tangis seorang wanita terdengar jelas di telinga Leon. Ia segera membanting setir menepikan mobilnya.
"Apa yang terjadi? Kamu kenapa?" tanya Leon panik.
"Leo," ucap suara di balik telepon kembali terdengar. Kali ini Leon menyadari jika penelpon itu bukanlah Alexa si OB ceroboh.
"Siapa kamu?" tanya Leon.
"Apa kamu pura-pura lupa? Bukankah kamu panik setelah mendengar suara tangisanku?"
Leon mematikan sambungan telepon itu. Memblokir nomor asing yang baru saja membuatnya panik.
"Arrrggghh!" teriak Leon kesal sambil memukul setirnya.
"Kenapa kamu harus datang lagi?" tanya Leon dengan intonasi yang melemah.
CEO angkuh ini kembali melajukan kendaraan mewahnya dengan kecepatan tinggi. Emosinya yang meluap membuat ia mengendarai mobil tanpa kendali. Untung saja Leon sudah seperti pembalap handal. Ia mampu menyalip kendaraan-kendaraan di depannya.
Ia segera masuk ke halaman rumah mewah orang tuanya. Tuan Grady dan sang istri, Vania, hendak pergi. Sopir pribadi tengah membukakan pintu mobil untuk tuannya ketika Leon baru saja berhenti.
"Kalian mau ke mana?" tanya Leon kepada kedua orang tuanya yang hampir masuk mobil.
"Bundanya Eegar kritis, Leo. Sebaiknya kamu ikut ke rumah sakit," jawab Grady.
"Iya, Aku ke sana."
"Mau ikut kami?"
"Tidak, Pi. Leon pakai mobil sendiri aja."
"Ya sudah kalau begitu."
Leon dan kedua orang tuanya sudah sampai di rumah sakit di mana Bunda Edgar di rawat. Saat mereka sampai di kamar VIP rumah sakit besar itu,
nampak Edgar tengah menangis di luar kamar."Edgar, apa yang terjadi, Nak?" tanya Vania berlari menghampiri keponakannya. Ia mengusap air mata yang membasahi pipi pria bergingsul itu dan memeluknya.
"Bunda, Tan... Bunda," ucapkan dengan terisak.
Leon dan Papinya masuk ke kamar inap. Mereka di kejutkan dengan Ayah Edgar dan beberapa saudaranya yang tengah menangis di depan seseorang yang sudah tertutup kain putih.
Leon ikut berduka. Ia memundurkan langkahnya. Menghampiri Edgar yang baru saja di bantu berdiri oleh Vania. Leon memeluk erat Edgar yang masih berurai air mata.
"Sabar, Gar. Bunda kamu udah gak sakit lagi sekarang," ucap Leon yang sama-sama tak kuasa menahan kulit bening yang meluncur begitu saja dari sudut netra kedua matanya.
Jenazah ibunda Edgar di bawa ke rumah duka pukul delapan malam waktu setempat dan akan di makamkan besok pagi.
See you next part...
.
.
.
.
.
Jangan lupa tinggalkan Vote & Comment!

ESTÁS LEYENDO
ALEO [End]
Fiksi UmumLeon Jonathan Grady adalah pewaris tunggal dari perusahaan Grady Group yang bergerak di bidang alat transportasi. Leon merupakan pria yang selalu tampil sempurna dan di kenal angkuh oleh para karyawannya. Alexa Olivia Jonshon merupakan perempuan ber...