PART 18

17 19 0
                                    

"Kamu tahu berbicara sama siapa?"

"Tau! Sama es kutub, sama si beruang kutub yang gak bisa menghargai orang! Kalo gak doyan jangan buang makanan ke tong sampah! Aku belinya penuh perjuangan, ngerti?"

Pertengkaran keduanya ditonton langsung oleh para anggota rapat. Termasuk Edgar yang sangat bangga dengan tindakan kekasihnya.

"Hey! Kenapa diam? Kamu sengaja ngelakuin ini ke aku 'kan?" ucap Leon mendorong bahu Alexa pelan. Membuat gadis berponi ini sadar akan lamunannya.

"I ... iya, Pak. Eh, gak maksud saya, Pak," jawab Alexa terbata. Ia menoleh ke segala arah dan di ruangan itu hanya ada Leon dan dirinya saja.

"Astaga! Aku tadi cuma mengkhayal? Gak ada nyali buat ngadepin es kutub ini," batin Alexa.

"Jawab pertanyaanku lagi. Kenapa kamu lari, terus ngumpet? Kamu pasti sengaja menaruh ranjau di makananku kan?"

"Gak, Pak. Saya tadi cuman penasaran aja, yang namanya rapat itu seperti apa. Tahu-tahu Bapak nengok, saya kaget makanya lari terus ngumpet," kilah Alexa.

"Aku nggak tahu ada apa denganku. Sudah tahu sejak awal kamu itu ceroboh dan selalu bikin masalah, tapi aku enggak mau pecat kamu," ucap Leon sambil berlalu pergi.

Ucapan CEO angkuh itu membuat hati Alexa berdesir. Iya tak kuasa menahan rasa bahagianya. Dengan senyum yang tersemat di bibir manisnya, ia kembali dengan mendorong meja kerjanya ke arah dapur.

Alexa duduk sendirian di ruangan cleaning service. Iya bermain ponsel dan membuka pesan dengan Leon beberapa hari lalu.

"Ya ampun, kamu bener-bener udah nggak mau hubungin aku? Lucu banget kamu, Leon. Jadi ingat masa kecil dulu," gumam Alexa.

Masih ada satu jam lagi sebelum pesanan makan malam datang. Alexa merebahkan kepalanya di atas meja. Memejamkan mata dan rasa lelahnya membuat gadis ini gampang sekali tertidur. Ponselnya terus bergetar. Bu Sri berulang kali menelpon dan mengirimnya pesan. Namun, Alexa terlalu masuk dalam zona nyamannya.

***

Rapat belum juga usai. Jam makan malam sudah tiba. Leon, Edgar dan Varrel sedikit terkejut ketika tahu bahwa yang mengantar makan malam mereka bukanlah Alexa.

Edgar mengirim pesan pada Alexa. Dua centang abu-abu tak kunjung berubah warna. Membuat Edgar berpikir jika Alexa sudah pulang. Begitu juga Leon, ia mengira Alexa tidak melanjutkan lembur karena tuduhannya.

Rapat telah usai. Semua anggota yang terlibat sudah membubarkan diri. Namun, Leon masih betah duduk di kursinya.

"Kamu mau nginep di sini?" tanya Edgar.

"Ada sesuatu yang mau aku urus, kamu pulang duluan aja."

Jam sudah menunjukkan pukul 23.00 Alexa menggeliat dan menyadari jika tugasnya belum selesai. Ia melihat jam di ponselnya dan panik.

"Jam sebelas malam? Mana berani aku pulang sendirian naik sepeda!" gerutunya.

Satu-satunya orang yang bisa diminta tolong adalah Edgar. Alexa baru saja akan menghubungi kekasihnya. Akan tetapi ponselnya tiba-tiba mati. Alexa yang sangat panik segera membuka loker dan mengambil tasnya. Ia berlari menuju lift dan akan mencari Edgar di ruang rapat.

Alexa berlari sendirian di lorong kantor. Suara derap kakinya bersahutan dengan nafasnya yang terengah-engah. Ia segera mendorong pintu ruang rapat dan memanggil nama kekasihnya.

"Edgar!" panggil Alexa.

Leon yang sendirian di ruangan penuh kursi itu menoleh dan mendapati Alexa yang berpeluh keringat di dahinya.

ALEO [End]Donde viven las historias. Descúbrelo ahora