Alexa bergegas menuju ruangan cleaning service. Ia menyapa semua karyawan yang sudah datang. Salah satu dari mereka adalah Razen. Karyawan yang paling dekat dengannya selain Pak Roni dan Pak Dani.
"Pagi semuanya," salam Alexa sambil memasukkan sling bag miliknya ke dalam loker.
"Kamu udah baikan, Xa?" tanya Pak Roni.
"Mendingan, Pak. Masih agak perih luka di dahi sebenarnya. Tapi cuma luka kecil begini. Sayang kalau sampai gak masuk kerja," tukas Alexa. Padahal yang disayangkan gadis ini bukan masalah pekerjaan. Tidak bertemu dengan Leon, si beruang kutub.
"Sepeda kamu ada di parkiran, Xa. Kalau motor Pak Dani udah aku antar kemarin. Maaf aku nggak bisa antar sepeda kamu, aku gak tahu rumah kamu soalnya," ucap Razen.
"Gak apa-apa. Makasih kalian udah baik banget sama aku."
Jam kerja sudah dimulai. Alexa segera mengganti pakaiannya dengan seragam biru muda. Ia memasukkan semua peralatan tempurnya ke dalam meja dorong. Termasuk bingkai bekas yang ia siapkan dari rumah.
Dengan penuh percaya diri, gadis itu melenggang meninggalkan ruangan menuju lift. Saat telunjuknya baru akan memencet tombol untuk membuka lift, sebuah tangga mendahuluinya. Ia menoleh ke arah tempat orang itu sendiri. Sebuah senyuman menyambutnya. Edgarlah yang berdiri di samping kanannya.
"Gar, kamu ngapain di sini? Udah jam kerja," ucap Alexa.
"Kita bareng aja ke sana. Lagian tujuan kita sama mau ke ruangan Leon 'kan?" ucap Edgar mendorong meja kerja Alexa ke dalam lift. Membuat beberapa karyawan perempuan yang melihatnya merasa iri dengan Alexa yang mendapat perlakuan istimewa dari seorang pemuda tampan.
"Gar, jangan bikin aku malu. Di lihatin sama orang-orang tahu!" ucap Alexa ketika sepasang kekasih ini sudah berada di dalam lift.
"Gak apa-apa. Aku sengaja biar mereka tahu kalau kamu itu pacar aku."
"Terserah," ucap Alexa memanyunkan bibirnya yang menandakan ia tidak setuju dengan Edgar.
Saat lift terbuka, Alexa segera mendorong meja kerjanya menuju ruangan sang CEO angkuh. Edgar yang terus mengikutinya dari belakang membuat gadis ini semakin kesal. Secara mendadak ia berhenti dan berbalik. Edgar yang terkejut hampir saja menabrak tubuh kekasihnya itu. Untung saja kedua kakinya sanggup mengerem.
"Hampir aja nabrak. Kenapa berhenti tiba-tiba?"
"Aku mau kerja, jangan ikutin aku terus, please!"
"Aku juga mau kerja, Xa."
"Edgar, nanti kalau aku dimarahin es kutub itu gimana?"
"Siapa yang kau sebut es kutub?" tanya seseorang dari belakang Alexa.
Alex sayang kesal langsung menjawab tanpa memedulikan siapa pria yang menyahut itu.
"Leon, siapa lagi yang kayak es..." Ucap Alexa menoleh dan menghentikan ucapannya ketika tahu bahwa pria yang bertanya itu adalah beruang kutub. Gadis manis ini menunduk, mati gaya dan menyesal bukan main.
"Apa saya sedingin itu sampai kau sebut es kutub?" tanya Leon.
"Gak, Pak. Maafkan saya. Saya akan berhati-hati dalam berbicara."
"Cepat masuk ke ruangan saya dan selesaikan pekerjaan kamu!"
"Baik, Pak."
"Satu lagi. Mulai hari ini Edgar akan membantu Varrel. Saya tidak mau urusan pribadi dan urusan pekerjaan menjadi campur aduk."
"Iya, saya mengerti, Pak."
"Sudah sana kerja!" perintah Leon dengan wajah datarnya.
Alexa segera mendorong meja kerjanya ke dalam ruangan CEO. Hal pertama yang dilakukannya adalah mengambil bingkai dan memasangkan foto Leon kecil yang tengah digendong ayahnya. Ia meletakan kembali foto si beruang kutub yang telah rapi berbingkai pada meja yang berada di sudut ruangan.
Alexa meletakan kopi hitam panas ke atas meja kerja Leon. Kemudian ia mulai mengerjakan tugas rutinnya membersihkan ruangan sang CEO itu.
Gadis berponi dengan wajah oriental ini belum selesai melakukan tugasnya ketika Leon, Varrel dan Edgar masuk ke ruangannya. Alexa merasa canggung saat ketiga pria tampan itu memerhatikannya."Ada apa? Kenapa kalian semua melihatku seperti itu?" tanya Alexa dengan gugup.
Leon segera mengalihkan perhatiannya dengan membaca laporan yang baru saja Varrel letakan di atas meja. Sedangkan Edgar yang dimabuk asmara malah menggoda Alexa.
"Karena wajahmu mengalihkan duniaku, Alexa," rayu Edgar.
"Astaga, Edgar , apa kau lupa yang dikatakan Leo... maksudku Pak Leon, jangan bawa masalah pribadi saat bekerja," tukas Varrel.
"Aku cuma lagi sebutin judul lagu, kok."
Alexa memelototi Edgar yang tak bisa menjaga sikap. Kelakuannya bisa saja mengancam pekerjaannya. Ia segera membereskan semua peralatan kerjanya dan sudah bersiap untuk keluar ruangan. Namun tiba-tiba Leon memanggilnya dan meminta gadis itu untuk tetap tinggal sejenak.
"Ada apa, Pak?" tanya Alexa dengan panik karena mengira CEO angkuh itu akan memecatnya.
"Siapa yang mengganti bingkai fotoku?" tanya Leon sambil menunjuk bingkai foto di meja kecil yang ada di sudut ruangan.
"Saya baru saja menggantinya. Tapi maaf, bingkai bekas, Pak."
"What? Kamu ini gimana? Masa ganti pakai bingkai bekas!" Sungut Varrel.
"Saya belum gajian, saya tidak punya uang, maaf. Akan saya lepas lagi bingkainya," ucap Alexa.
"Tidak perlu! Jangan sentuh barang- barangku lagi!" ucap Leon melangkahkan kakinya menuju meja kecil di sudut ruangan. Ia mengambil potret kecil dirinya dan melepaskan bingkai pemberian Alexa. Dengan kasar ia membuang bingkai itu ke tempat sampah yang ada di bawah meja kerjanya.
"Ya ampun, gak bisa sedikit saja menghargai pemberian orang?" ucap Edgar sambil menyeruput kopi milik atasannya.
"Kopi siapa yang kau minum?" ucap Leon semakin kesal.
"Kopimu, kita biasa berbagi kalo di rumah 'kan?"
"Edgar, ini di kantor!" ucap Varrel memarahi Edgar yang benar-benar keterlaluan.
"Oke, sorry, Leo... Pak Leon. Aku tidak akan mengulanginya lagi."
Alexa menahan air matanya. Sebelum bulir bening itu jatuh, ia segera menuju pintu.
"Alexa, jangan sedih, nanti aku transfer," canda Edgar yang sama sekali tak menghibur Alexa.
"Gar, kamu kan kaya, masa punya cewek kere. Beli bingkai aja nunggu gajian. Parah kamu, Gar!" umpat Varrel.
"Justru karena Alexa beda. Dia gak suka sama aku karena uang. Gak kaya barisan para mantan, Varrel ."
"Leo, tapi menurutku kamu kelewatan. Gak seharusnya kamu buang barang pemberian orang di depan matanya," ucap Varrel memberikan nasihat kepada sahabat sekaligus atasannya itu.
"Itu urusanku! Aku tidak suka ada orang lain yang menyentuh barang- barangku!" tegas Leon.
"Hari ini kamu berubah lagi. Kemarin senyum-senyum sendiri kayak orang kesurupan. Pegang hape terus," ucap Varrel .
"Leon senyum? Salah liat kali kamu, Var?" ucap Edgar.
"Gak. Aku juga sempet baca chatnya. Dari Alexa. Temen kecilnya."
"Oh, aku juga pernah liat tempo hari. Kenalin ke kita Alexa temen kamu itu dong, Leo!"
Leon menatap kedua temannya dengan mata membulat. Sebelum CEO itu murka, Varrel dan Edgar terbirit-birit keluar ruangan tanpa berani menatap balik si pria tak berperasaan.
See you next part...
.
.
.
.
.
Jangan lupa tinggalkan Vote & Comment!
ESTÁS LEYENDO
ALEO [End]
General FictionLeon Jonathan Grady adalah pewaris tunggal dari perusahaan Grady Group yang bergerak di bidang alat transportasi. Leon merupakan pria yang selalu tampil sempurna dan di kenal angkuh oleh para karyawannya. Alexa Olivia Jonshon merupakan perempuan ber...