10 - Konsekuensi

1.1K 95 2
                                    

–––

"Pada akhirnya perpisahan kita kelak akan menjadi suatu konsekuensi dari pertemuan saat ini."

–––

Sesi pematerian yang sudah dilaksanakan untuk kesekian kalinya berakhir juga. Akhirnya tiba saatnya sesi yang selama ini Ila tunggu-tunggu, yaitu sesi bubaran. Semua anak baru pun bangkit dan mengikuti arahan dari para seniornya untuk beranjak pergi dari aula. 

Ini pertama kalinya mereka diantar ke koridor yang tak pernah mereka jelajahi sebelumnya. Kemudian, setiap orang diminta untuk memasuki sebuah ruangan berdasarkan kelompoknya masing-masing. Berhubung Ila merupakan anggota kelompok 3, dia mendapatkan ruangan yang berada di tengah-tengah.

Di dalam ruangan itu sudah disediakan 20 kursi, sesuai dengan jumlah anggota kelompok mereka dalam empat barisan menghadap ke arah yang sama. Meskipun tidak ada instruksi apapun, secara tidak langsung mereka dipersilahkan untuk duduk.

Namun yang menjadi tanda tanya saat ini, untuk apa ada dua kursi tambahan yang menghadap ke arah mereka. Apakah akan ada seseorang yang akan masuk selain mereka?

"Abis ini acaranya apa deh?" Tanya salah satu anggota kelompok tiga dengan sangat hati-hati.

Ara mengedikkan bahunya, "we never know."

TOK TOK TOK!!

Ila tersentak karena ketukan pintu yang terdengar nyaris seperti gebrakan. Teman-temannya pun sama kagetnya seperti Ila. Seketika suasana pun kembali tegang. Tak ada satu pun diantara mereka yang berani bersuara.

"Mampus kayanya sesi evaluasi per grup," Naufal, salah satu teman sekelompoknya mulai menduga-duga.

"Masa iya?" Ara langsung menyangkalnya, tidak langsung percaya dengan omong kosong Naufal.

"Mati gue, gak siap mental banget," cicit Luna yang tampak sangat ketakutan. Gadis itu memejamkan matanya dengan sangat kencang. Tak membiarkan sedikit pun cahaya memasuki pupilnya.

Selang beberapa detik, pintu yang baru saja diketuk dengan kencang pun akhirnya terbuka menampakkan seorang gadis dan lelaki yang terlihat serasi seperti sepasang kekasih. Rupanya Aurora dan Sagara, fasilitator mereka yang datang masuk ke ruangan.

Semua orang di dalam ruangan itu langsung menghembuskan napas leganya. 

"Haii semuanya," sapa Aurora dengan sangat ramah tak seperti senior-senior lainnya yang sering Ila jumpai.

"Eh kok mukanya pada tegang sih?" 

Pertanyaan dari Sagara hanya dibalas oleh tawa canggung dari anak kelompoknya. Entah apa yang harus mereka katakan. Kejujuran bukan lah jawaban yang tepat untuk saat ini.

"Gimana nih acara OSPEKnya selama tiga harian ini?" Sagara berbasa-basi berusaha untuk membuka topik.

"Seru kan?" lanjutnya.

Jujur saja cowok itu benar-benar tidak cocok memerankan posisi yang terlalu ramah seperti ini. Tampangnya sama sekali tidak mendukung untuk menjadi seorang penghibur. Tapi mau gimana lagi? mungkin itu sudah menjadi bagian dari tugasnya.

Lagi-lagi pertanyaan dari Sagara tidak dijawab oleh siapapun. Ketukan itu memberikan dampak yang sangat besar pada anak kelompoknya. 

"Eh kok ditanya malah diem? Efek belum dikasih makan kali ya?" Aurora kembali berusaha untuk mencairkan suasana.

GANJIL & GENAPTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang