- 14 -

145 20 28
                                    

A M A I A
─── ・ 。゚☆: *. 🌹 .* :☆゚. ───

Aku menuangkan sup ke dalam mangkuk bermotif floral dan langsung menyajikannya pada Hugo yang tampaknya baru saja mengalami mimpi buruk.

Inilah salah satu alasan kenapa aku langsung kemari saat Nyonya Lucia mengatakan Hugo sakit, Hugo memiliki kecenderungan untuk mengalami mimpi buruk jika demam tinggi.

"Aku hanya sempat memasakkan Lobster Bisque, aku berencana membuat Cassoulet, tapi kau mungkin baru bisa menikmatinya besok."

Hugo menengadah untukku dan tersenyum, "Merci." menunjukkan lekuk diantara pipi dan rahangnya yang tajam.

Aku langsung berlari ke dapur yang sebenarnya jaraknya hanya lima langkah, tapi ini cukup untuk menutupi wajahku yang memanas. Senyuman Hugo mungkin hanya setengah, matanya bahkan masih sayu, tapi tubuhku tak dapat berbohong dan efek senyuman yang ia berikan masih terasa jelas di tubuhku.

Aku tau, pilihanku sangat mulia dengan datang kesini dan membantu merawat Hugo yang sedang sakit. Tapi pilihan ini tidak membantuku sama sekali untuk melupakannya.

Aku mengambil gelas dan mengisinya dengan air, lalu duduk sambil memandangi Hugo makan.

"Kau sudah menghubungi Peter?" Ujarku menyebut nama dokter yang biasa mengecek kesehatannya di klub. Entah siapa yang seharusnya mengecek, aku hanya mengenal nama itu."

"Perwakilan staff akan kesini sebentar lagi untuk tes covid."

"Okay." aku meneguk air di gelasku.

"Kau sebaiknya mengambil barang-barangmu, jika aku positif Covid kau harus segera pergi dari sini."

Aku tak tahan untuk tidak tertawa, "Ada hal yang lebih penting untuk kau khawatirkan."

"Tapi kau bisa tertular."

Aku menghela nafas, "Seseorang sepertinya tidak ingat apa yang ia gumamkan di tidurnya tadi." Ujarku pelan sambil bangkit.

Hugo seketika panik, "Tunggu, aku menggunam sesuatu?" Suara lemasnya kini berubah menjadi suara yang benar-benar kencang, mata sayu hijaunya kini melotot tajam. Ia sungguh tak ingat apapun yang ia ucapkan di tidurnya.

Sayang sekali.

"Uhuh." Ujarku sambil berjalan ke kamar utama.

"Aku menggumamkan apa?" Teriaknya dari meja makan.

"Habiskan makan malammu Hugo, aku akan siapkan air hangat untukmu mandi. Tubuhmu bau seperti kaus kaki basah."

"Aku?!" Pekiknya cepat.

"Chaussettes!" Balasku teriak dari kamar. Memanggil nama panggilan yang Agnes berikan padanya. Karena dulu, Hugo selalu bau seperti kaus kaki setiap kali pulang latihan sepak bola.

"Oi!" Balasnya cepat, aksen perancisnya begitu kental saat ia berteriak begitu.

Aku tak dapat menahan tawaku dan mulai membereskan kasurnya yang begitu berantakan, seakan ia baru saja melakukan seks yang panas.

Atau memang ia baru saja melakukan itu?

Bukan urusanmu Amaia. Fokus!

back to youTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang