- 40 -

174 19 48
                                    

✧༺🌹༻✧

"Apakah sudah semua?" Amaia berjalan mendekati Hugo sambil mengulurkan sebuah jaket.

Hugo menerima jaket itu dan dengan cepat mengenakannya. Sebuah jaket berwarna merah dengan resleting tinggi hingga ke bawah dagu. "Harusnya sudah."

Amaia menarik nafas panjang lalu menghelanya pelan, ditutup dengan senyum, "Baiklah..."

"Kau akan langsung ke Stadion kan?"

"Ya, aku hanya akan bertemu Sara saja sebentar."

"Baiklah, aku pergi."

Amaia mengangguk dan langsung menghamburkan pelukan ke arah Hugo, mendekapnya erat dan menghirup aroma parfumnya dalam-dalam. Saat gadis itu akhirnya melepaskan pelukan ada senyuman tipis dengan guratan kekhawatiran di wajahnya. Lelakinya akan menjalani pertandingan penting malam ini, dan Amaia bisa mendoakannya.

"Sampai bertemu." Tapi Amaia tidak mengutaranan kekhawatirannya, jadi hanya dua kata itu yang keluar dari bibir merah mudanya.

Hugo mengangguk dan pergi melewati pintu. Amaia dengan cepat meraih ponselnya dan menghubungi Sara, dalam satu kali nada sambung panggilannya langsung diangkat.

"Hugo sudah pergi, kau bisa membawa hadiahnya sekarang." Amaia langsung berbicara, bibirnya menyunggingkan senyum jahil teringat pada rencana yang sudah ia siapkan bersama Sara sejak pagi.

"Okay." Jawab Sara pendek dan senyum Amaia seketika menghilang.

Bukan karena jawaban pendek dari Sara, melainkan dari nada suara Sara yang serak seakan gadis itu menghirup air yang memenuhi rongga hidungnya dan membuat suaranya parau.

"Sara, kau baik-baik saja?"

Tak ada jawaban, hanya terdengar isakan pendek dan Amaia dengan tenang menunggu hingga Sara bisa menjawabnya.

"Aku akan tiba 10 menit lagi."

"Okay, hati-hati." Lalu sambungan telefon putus.

Sara tiba kurang dari 10 menit. Tak ada tanda-tanda bahwa ia baru saja habis menangis kecuali suara parau yang keluar dari bibirnya. Tak ada mata bengkak atau pipi merah. Kulit eksotis kecoklatannya tampak berkilauan seperti biasa.

Amaia membuatkan sebuah mocktail dan menyajikannya di gelas pendek dan gemuk kristal yang ia beli tahun lalu. Sara langsung mengangkat gelas itu dari meja dan meneguknya isinya sampai habis.

Sara belum mengatakan apapun dan Amaia dengan sabar masih menunggu.

"Jadi..." Ujar Sara akhirnya.

"Ya..."

"Apapun nama hubungan yang di miliki kakakmu dan aku, kini sudah berakhir."

Amaia menarik nafas cepat, terkesiap. Tapi hanya bisa mematung karena tidak tau apa yang harus ia lakukan selanjutnya. Ini sesuatu yang baru bagi Amaia karena tak satupun dari temannya pernah mengencani kakaknya. Amaia lalu menatap Sara lama, menunggu isak tangis lepas dari bibir tebal milik Sara, tapi tak ada. Alih-alih, gadis itu malah tersenyum.

"Apa yang terjadi?"

"Akhir pekan lalu Raoul mengatakan sesuatu yang mengubah segalanya."

back to youTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang