H U G O
─── ・ 。゚☆: *. 🌹 .* :☆゚. ───Orang lain mungkin melihat Amaia sebagai gadis Mandiri dengan bisnis kue yang sukses di usia muda, yang orang tidak tau adalah, Amaia memiliki kesulitan untuk mempercayai orang lain karena pernah dikecewakan oleh ibunya. Sara bahkan sampai bingung kenapa Amaia begitu tertutup, jangan kan Sara yang baru ia kenal beberapa tahun, padaku yang sudah ia kena lebih dari sepuluh tahun saja ia masih kesulitan untuk mengutarakan yang ia rasakan.
Itulah kenapa dulu, sebelum serius menjadikannya pacar, aku bersedia mengambil waktu selama mungkin untuk memupuk kepercayaannya padaku.
"Kau kesal?" Tanyaku perlahan dan Amaia menjawabku dengan anggukan.
Aku kembali mengelus rambutnya, dan kedua lengan Amaia memeluk balik ke arahku. Aku menawarkan pelukan pada Amaia karena tau ia pasti sedang tidak merasa nyaman karena fotonya tersebar, tapi yang aku tidak perkirakan kedatangannya adalah kebiasaan Amaia setiap kali memelukku. Ia selalu menyelipkan kedua tangannya ke dalam kausku dan bermain-main di punggung bawahku dengan ujung jarinya. Baginya, gerakan itu mungkin tidak lebih dari mekanisme pertahanan diri saat gelisah. Tapi bagiku, gerakan berulang yang berputar itu sangat mirip dengan foreplay, ditambah lagi area itu cukup sensitif bagiku.
Tahan Hugo, tahaaaan. Kau lelaki dewasa dan bukan anak kecil yang tidak bisa mengendalikan benda kecil yang tak lebih besar dari lenganmu dan menggantung diantara kedua kakimu.
Aku menatap keluar balkon dan menikmati cahaya yang datang dari Cathedral Sevilla dan Museum Arsip India yang berada tak jauh dari apartemenku. Udara malam yang dingin berpadu sempurna dengan cahaya lampu kekuningan yang datang dari dua museum itu. Ini rumah pertamaku yang aku beli dengan gajiku sendiri sebagai pemain bola, cukup mahal memang, tapi areanya cukup bagus dan jika aku berhasil pindah untuk bermain di Itali atau Inggris, tempat ini sangat strategis untuk di sewakan pada para pelancong lewat Air B&B.
"Maafkan aku ya..." Ujar Amaia sambil menengadah, aku bisa merasakan tulang dagunya yang lancip di tulang dadaku.
Aku menyeka helaian rambut yang tertiup angin menutupi wajahnya. Mateo melakukan itu padamu kemarin ya? Tapi disini, sekarang, hanya ada aku dan aku harap itu cukup untukmu.
"Untuk?"
"Semuanya." Ujarnya lembut, "Seharusnya sejak awal aku tau resiko berpacaran denganmu dan... Kau sama sekali tidak salah."
Aku tersenyum menatap ke dalam mata birunya yang kini terlihat seperti berwarna abu-abu tua. "Aku sudah memaafkanmu di hari kau meninggalkan pesan untukku di meja."
Aku mengumpulkan rambutnya dalam satu kepalan tangan dan menyelipkannya ke bagian belakang kaus yang ia kenakan. Itu yang sering Amaia lakukan agar rambutnya tidak berantakan tertiup angin.
"Terima kasih." Ujarnya sambil mengulurkan tangan dan meletakkannya di wajahku, "Demammu sudah reda."
Aku mengangguk pelan, "Terima kasih untukmu." Aku mengelus punggungnya lembut. Ingin juga menyelipkan tanganku ke dalam pakaiannya dan mengelus kulitnya tapi aku tidak mau bersikap tidak sopan, Amaia bukan lagi kekasihku. Dan aku yakin reaksinya akan berbeda dengan reaksiku.
"Dan obat dari Peter." Tambahnya.
Oh, Amaia dan kebiasaannya menolak pujian. Ia harusnya tau yang ia lakukan begitu banyak untukku bahkan ucapan terima kasih saja tidak cukup.

KAMU SEDANG MEMBACA
back to you
RomanceKamu bisa saja jatuh cinta berulang kali, namun cinta pertama selalu mendapat tempat di hati. Benarkah? ataukah cinta pertama hanyalah sedikit kebodohan dan banyak rasa ingin tahu? ✧༺🌹༻✧ Setelah putus d...