- 21 -

139 19 6
                                    

H U G O
─── ・ 。゚☆: *. 🌹 .* :☆゚. ───

Aku menatap Amaia yang menaiki tangga dengan langkah tertatih, ia baru saja disiksa pelatih pribadiku dengan banyak latihan kaki dan lengan. Meski ia terlihat lelah, ia juga menerima banyak pujian karena massa ototnya sudah terlatih meski persentase lemaknya masih cukup banyak. Intinya, Amaia cukup menjaga konsistensinya dalam berolahraga dan menjaga asupannya. Ia dengan cepat bisa mencapai berat tubuh idealnya segera, aku sangat yakin.

"Oh Tuhan, kedua kakiku terasa seperti jelly dan aku mungkin tak akan sanggup mengikat rambutku sendiri." Amaia menarik tangannya ke samping, aku bisa membayangkan rasa tertarik dari otot bahunya.

"Itulah kenapa aku mengajakmu berrendam di air es tadi."

"Hugo, kau tau aku tak akan sanggup berrendam di air dingin. Apalagi air berisi es" rengeknya.

"Hanya 10 menit."

Amaia menggelengkan kepalanya dan mengerang tanpa membalas kalimatku lagi. Menggemaskan.

Aku membuka pintu apartemen, lalu berhenti di meja kecil dekat pintu masuk untuk meletakkan kunci mobil dan kartu akses apartemen. Sementara Amaia langsung berjalan ke dapur sambil membuka jaketnya, aku menatapnya melangkah memasuki dapur sambil bersiul seakan ini tempat tinggalnya, dan aku menyukainya. Aku suka saat ia merasa nyaman di rumahku. Rasanya seakan kami tak pernah putus, karena saat ini, hubungan kami pun terasa lebih baik dari hari-hari terakhir sebelum kami putus.

Amaia tampak mengerang saat mengikat rambutnya dengan jepitan, lalu ia menarik mixer dari pojok ruangan dan membuka satu persatu laci dapur. Aku meninggalkannya dan berjalan ke kamar kedua untuk membereskan tas olahraga dan mengeluarkan baju kotor.

"Hugo, kau lihat kertas muffinku?" Aku dengar Amaia berteriak dari Dapur.

Yep, sudah resmi. Ia sudah merasa sangat nyaman disini. Di rumah kami.

"Sudah habis, aku menggunakannya." Balasku saat keluar kamar, kini Amaia tampak berlutut di atas meja dapur, hendak membuka lemari gantung.

Dengan langkah panjang aku mendekatinya "Kau mencari apa?" Tanyaku cepat, "Kau bisa menggunakan kursi tangga, kenapa malah memanjat kesana?" Ujarku khawatir, sembari menarik tangga dengan ujung jari kakiku.

"Loyang muffinku. Aku ingin membawa muffin ke rumah Youssef."

"Aku menggunakannya." Ujarku cepat menatap ke 10 pintu lemari di sekelilingku, dimana ya aku menyimpannya?

"Kau menghabiskan kertas muffinku lalu menggunakan loyangku? Kau mencoba mencuri profesiku ya?" Ujarnya dengan nada menggodaku.

Aku tersenyum kecil, hendak termakan oleh godaannya. Tapi kepalaku terlalu sibuk mengkhawatirkan Amaia dan posisinya di atas meja. Tubuhnya masih lelah, aku sungguh takut ia kehilangan keseimbangan. "Aku menemukan resep muffin salmon enak di instagram."

"Muffin salmon?" Amaia mengerutkan keningnya, "Terdengar aneh."

"Bukan muffin dalam bentuk adonan kue yang manis. Nori, nasi, salmon dalam potongan kecil, dan saus jepang. Panggang selama 15 menit. Ahhh..." Erangku menutup kalimat. "Itu yang kumakan selama beberapa hari terakhir semenjak asisten pribadiku memutus kontrak secara sepihak."

back to youTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang