02. A Model

2.8K 319 39
                                    

Paris, France
14.00 EST

Cahaya blitz kamera menyirami tubuh sosok model yang tengah berpose di studio foto. Sepasang mata kucing itu tidak pernah beralih dari lensa kamera di depannya. Pada wajahnya terpampang jelas ekspresi seorang model profesional. Setiap pose yang dia buat, selalu terlihat indah dan menakjubkan.

"Oke, nice!" Ucap fotografer menyudahi sesi pemotretan. Pria itu menjauhkan kamera dari wajahnya. Memeriksa sebentar hasil tangkapannya.

"Kerja bagus, Jennie-ssi." Seorang staff berucap, disusul oleh yang lain.

Kim Jennie, mengulas senyum ramah. Membungkuk hormat kepada semua orang yang ada disana. Jennie segera meninggalkan area pemotretan, berjalan menuju ruangannya. Pekerjaannya telah selesai, sesi foto tadi adalah yang terakhir.

Model terkenal sekaligus global ambassador Chanel yang memiliki darah Korea Selatan itu sama sekali tidak ingin memeriksa foto-fotonya. Jennie terus melangkahkan kakinya melewati para staff. Membuka pintu ruangan yang disediakan khusus untuknya.

"Eoh? Sudah selesai?" Bae Irene menolehkan kepalanya saat mendengar suara pintu terbuka. Sedikit terkejut melihat kedatangan Jennie.

Jennie menganggukkan kepalanya singkat. Duduk di depan meja rias yang langsung dihampiri oleh para stylish. Sigap membantu Jennie melepaskan satu-persatu perhiasan yang terpasang di tubuh model itu.

"Apa aku ada jadwal setelah ini, eonnie?" Jennie bertanya pada Irene yang berada di belakangnya melalui pantulan cermin.

Irene tidak langsung menjawab, perempuan bermarga Bae itu mengambil iPad yang tergeletak di atas meja. Membuka berkas yang berisi seluruh jadwal kegiatan Jennie.

"Ani. Jadwalmu kosong sampai malam." Jawab Irene dengan mata terpaku pada layar iPad. "Wae? Kau memiliki rencana setelah ini?"

Jennie tersenyum kepada para stylish-nya sebagai tanda terima kasih. Setelah itu dia bangkit dari meja rias, berjalan mendekati Irene.

"Aku ingin berjalan-jalan sebentar."

Irene mengangguk. Menyimpan iPad yang dia pegang tadi ke dalam tas. "Kau ingin pergi kemana?"

"Belum tahu, tetapi sepertinya aku ingin pergi melihat menara Eiffel." Jawab Jennie sembari mengambil baju gantinya. Berlalu ke bilik ganti.

Jawaban yang diberikan oleh gadis bermata kucing itu berhasil mengundang decak kesal Irene. Dia berdiri, mengikuti Jennie dari belakang. "Lagi?! Ya! Kau bukan turis, kau sudah tinggal bertahun-tahun disini, apa kau tidak bosan melihat menara besi itu?!"

"Eonnie," Jennie menghentikan langkahnya. Pertama untuk menahan Irene agar tidak ikut masuk ke dalam bilik ganti bersamanya. Kedua untuk membalas komentar yang baru saja dilontarkan oleh manager-nya itu.

"Aku sama sekali tidak mengajakmu untuk pergi ke sana, kenapa kau kesal?"

Sepasang mata Irene menatap Jennie tajam. Beberapa detik berikutnya menghela napas panjang. Irene berkacak pinggang, tatapannya pada Jennie sedikit melunak.

"Mau sampai kapan kau akan seperti ini, Jennie-ya?"

"Entahlah." Jennie mengangkat kedua bahunya ringan. Berbalik, melanjutkan tujuannya masuk ke dalam bilik ganti. "Mungkin untuk selamanya."

Percakapan mereka terputus ketika Jennie menutup tirai bilik ganti. Untuk kedua kalinya Irene mengela napas. Dia berjalan membawa kedua kakinya menjauh dari bilik ganti tersebut. Daripada meneruskan pembicaraan dengan Jennie yang pada akhirnya selalu berakhir sama dengan percakapan mereka sebelum-sebelumnya, lebih baik Irene membereskan semua barang milik model terkenal itu.

MemoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang