Seoul, South Korea
09.30 KSTSuara seorang dosen yang sedang menjelaskan materi hari ini terdengar memenuhi ruangan. Semua mahasiswa yang menghadiri kelas tersebut menyimak dengan baik. Kecuali seorang mahasiswi yang duduk di barisan paling belakang.
Menumpu dagu menggunakan sebelah tangan, Song Lalice menundukkan kepalanya. Kedua mata bundar milik gadis berkacamata itu terpaku pada novel yang terhampar di atas mejanya. Sedikit pun tidak tertarik mendengar penjelasan sang dosen.
Beruntung kelas yang dia tempati saat ini bukanlah kelas yang memiliki tempat duduk bertingkat. Sehingga mahasiswi tahun kedua jurusan fashion design itu semakin leluasa melakukan apapun tanpa takut ketahuan oleh dosennya.
Biasanya ketika sedang suntuk atau tidak ingin mendengarkan materi dari dosen, Lalice selalu menyibukkan dirinya dengan merancang sebuah desain baru. Tetapi hari ini dia sedang tidak di dalam mood untuk mendesain sesuatu.
Lagipula novel yang baru saja Lalice beli memiliki jalan cerita yang terlalu menarik untuk dilewatkan. Maka sejak masuk ke dalam kelas, pukul sembilan pagi tadi, Lalice hanya fokus membaca novel tersebut. Melupakan situasi dan orang-orang disekitarnya.
"... Tolong berikan pendapatmu, Lalice-ssi."
Dosen yang ada di depan kelas, seorang pria berusia tiga puluh tahun lebih, mengalihkan pandangannya kepada Lalice. Akan tetapi, tidak ada tanggapan dari Lalice. Mahasiswi berkacamata itu tetap menunduk, serius membaca novel. Tidak sadar jika sang dosen baru saja berbicara kepadanya.
"Lalice-ssi?" Panggil dosen itu sekali lagi. Seisi kelas ikut menoleh menatap Lalice yang masih bergeming di tempat duduknya, padahal sudah dipanggil sebanyak dua kali.
Plak!
Mendadak seorang mahasiswi yang duduk persis disebelah Lalice memukul kepala gadis itu menggunakan buku tipis. Tidak kuat, tetapi cukup menyadarkan Lalice dari dunianya.
Lalice langsung menoleh ke samping. Memberikan tatapan tajam kepada si pelaku sekaligus teman dekatnya di jurusan, Park Jihyo. "Apa--"
"Lalice-ssi, kau masih bersama kami?" Suara dosen yang berada di depan memotong Lalice yang hendak berdesis marah kepada Jihyo.
Gadis berkacamata itu tersentak, segera mengalihkan padangannya ke depan. Kedua mata bundarnya melebar saat mendapati sang dosen dan teman-teman sekelasnya sedang melihat ke arahnya. Ada apa?
"Apa pendapatmu tentang pertanyaan di depan ini, Lalice-ssi?"
Mengikuti perkataan dosennya, Lalice memperhatikan ke depan kelas. Disana terdapat sebuah layar proyektor yang sedang menampilkan sebuah pertanyaan mengenai materi hari ini.
"Tadi temanmu, Choi Yuju," Dosen itu melirik sekilas seorang mahasiswi yang duduk di barisan paling depan. "Dia sudah memberikan pendapatnya. Sayangnya masih belum tepat. Mungkin kau bisa menyempurnakannya, Lalice-ssi."
Lalice mengeluh di dalam hati. Dari sekian banyaknya mahasiswa yang ada di kelas ini, kenapa selalu dia yang ditunjuk? Meski pada awalnya ada mahasiswa atau mahasiswi yang menjawab, ujung-ujungnya tetap dirinya yang ditanya.
"Silahkan dijawab, Song Lalice si mahasiswi paling berprestasi di jurusan fashion design." Jihyo berbisik, menyenggol lengan Lalice menggunakan sikutnya.
Lalice melirik Jihyo tajam melalui sudut matanya. Lalu, kembali menatap sang dosen. Mengangguk singkat, pasrah akan nasibnya. "Ne."
Dengan semua pengetahuannya, Lalice mulai menjawab pertanyaan yang diberikan. Tidak ada keraguan di dalam jawaban gadis berkacamata itu. Dia menjelaskannya dengan lancar, tanpa terbata-bata sedikit pun. Seolah-olah dia sudah pernah menjawab pertanyaan itu sebelumnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Memory
FanfictionAkibat kecelakaan yang menimpanya pada masa lalu, membuat Lisa harus kehilangan semua ingatannya. Semua memori yang ada dikepalanya terhapus total. Tidak ada yang tersisa, walau hanya sedikit. Namun, pada suatu hari Lisa dihadapkan dengan rentetan k...