37. Threat

1.8K 262 56
                                    

Terjadi penggabungan pada kelas pengganti hari ini. Seluruh kelas yang diajar oleh Tiffany datang memenuhi ruang seminar yang memiliki tempat duduk bertingkat seperti tribun sepak bola. Lalice dan Jihyo mengambil bagian tengah-tengah.

Sejak awal perkuliahan, mereka tidak pernah mengambil kursi paling depan. Bagian tersebut rawan ditunjuk oleh dosen, ditambah lagi Lalice merupakan mahasiswi yang berprestasi, sudah pasti menjadi sasaran empuk. Sementara bagian paling belakang terlalu jauh. Jadi bagian yang pas adalah tengah-tengah.

Lalice fokus mendengar penjelasan Tiffany yang berdiri di depan. Sesekali dia menulis atau mencari sumber yang disebutkan oleh dosennya itu pada laptop. Konsentrasinya cukup bagus hari ini. Padahal tadi malam dia hanya tidur sebentar karena harus bercerita kepada Rosé sampai lewat tengah malam.

Namun, berkat soloist terkenal itu pula, dia bisa tidur dengan nyenyak. Tidur paling baik yang dia rasakan selama hidupnya.

"Ini yang membuatku tidak suka dengan penggabungan kelas." Jihyo mengeluh, menyandarkan punggungnya pada kursi. "Terlalu banyak orang, terlalu banyak suara. Aku tidak bisa fokus."

Sambil terus menulis, Lalice menanggapi keluhan teman dekatnya itu. "Bagaimana kau akan fokus jika kau serius mendengarkan gosip yang sedang dibicarakan oleh mahasiswi dibelakang kita?"

Jihyo tertawa malu. "Habisnya mereka sedang membicarakan mahasiswi populer di angkatan kita memiliki hubungan dengan seorang dosen yang jelas-jelas sudah memiliki istri bahkan anak! Apa itu tidak mencurigakan? Mereka--"

"Mungkin saja mahasiswi itu adalah putrinya dan dosen itu ayahnya." Potong Lalice yang membuat Jihyo bungkam seribu kata.

"Benar juga," Ucap Jihyo setelah beberapa saat. Dia tidak melanjutkan pembicaraan, memilih memperhatikan Tiffany sepenuhnya.

Lalice melirik Jihyo melalui sudut matanya, tersenyum tipis. Dia berhasil membuat teman dekatnya itu diam dan melupakan tentang gosip tersebut. Terkadang apa yang terlihat, belum tentu sesuai dengan apa yang dipikirkan.

Sebenarnya Lalice juga tidak tahu apakah mahasiswi dan dosen itu memiliki hubungan darah. Hanya saja dia cenderung memikirkan kemungkinan yang baik daripada kemungkinan buruk. Karena meyakini kemungkinan buruk dan setelah dibuktikan ternyata tidak benar, rasanya lebih memalukan dibandingkan meyakini kemungkinan yang baik.

Masih tersisa setengah jam lagi, tetapi Tiffany telah mengakhiri kelasnya. Semua mahasiswa yang hadir saling berbisik bingung. Tidak terkecuali Lalice dan Jihyo.

"Tenang semuanya, kelas masih berlanjut, tetapi bukan aku yang akan memberikan materi selanjutnya." Tiffany mengangkat tangannya, mengamankan kondisi ruangan yang cukup besar itu.

Suara bisik-bisik masih terdengar, tidak terlalu keras. Semua mahasiswa mulai menebak-nebak siapa sosok yang akan mengisi kelas setelah Tiffany.

Lalice menunggu dengan tenang. Sebelah alisnya terangkat ketika merasa tatapan Tiffany sempat tertuju kepadanya. Seolah-olah semua ini ada hubungannya dengannya.

"Setelah bertahun-tahun menghabiskan waktu di kota fashion, akhirnya beberapa waktu yang lalu dia kembali ke negaranya. Ini dia model kebanggaan kita. Everyone please welcome... Jennie Kim!"

"Woah! Daebak!"

"Jennie yang akan memberikan materi kepada kita?!"

"Omo! Jennie-eonnie!"

Gemuruh tepuk tangan dan seruan penuh kekaguman memenuhi seluruh ruang seminar. Sebuah pintu yang berada di sudut kanan ruangan terbuka, dari sana keluar sosok Jennie. Seakan berada di acara pameran fashion, dia berjalan dengan anggun ke tengah-tengah ruangan.

MemoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang