20. Decision

1.6K 266 68
                                    

Dahi Jennie mengernyit. Kedua mata kucingnya yang semula terpejam, sedikit demi sedikit mulai terbuka. Model terkenal itu mengerjap ketika silau lampu membuat matanya sedikit perih. Setelah beberapa saat, pandangannya kembali seperti semula.

Jennie memperhatikan langit-langit yang ada di atasnya. Itu bukan langit-langit apartemen miliknya. Mengedarkan pandangan, disekelilingnya menggantung tirai yang terpasang di langit-langit ruangan hampir menyentuh lantai.

Sadar akan sesuatu, Jennie langsung terduduk. Teringat pertengkarannya dengan Jisoo persis sebelum dia tidak sadarkan diri. Gadis bermata kucing itu melihat ke bagian samping kiri dan kanan tempat tidurnya. Tidak ada siapa-siapa disana. Dia hanya sendirian.

"Jisoo-eonnie!" Panggil Jennie dengan panik. Ketidakhadiran Jisoo membuat perasaannya tidak tenang.

Tirai tersibak, kedua mata Jennie langsung tertuju ke arah tersebut. Berharap jika itu adalah kakak sulungnya. Namun, Jennie harus menelan kekecewaan ketika yang muncul dibalik tirai itu adalah Irene.

"Akhirnya kau sadar." Irene menghela napas lega. Membawa kakinya mendekati Jennie. "Gwenchan--"

"Eonnie, dimana Jisoo-eonnie?" Jennie memegang lengan Irene dengan erat.

"Tenanglah, Jennie-ya. Kau baru saja pingsan, lebih baik kau--"

"Katakan dimana kakakku?!" Jennie memotong ucapan Irene tidak sabaran. Kedua mata kucingnya telah berkaca-kaca. Bayangan Jisoo yang benar-benar akan meninggalkan dirinya membuat Jennie takut.

"Jisoo, dia..." Irene menjeda ucapannya. Sedikit terkejut mendapat kemarahan Jennie yang menanyakan keberadaan Jisoo. Setelah apa yang terjadi, kenapa Jennie masih menanyakan keberadaan aktris terkenal itu?

"Eonnie, cepat katakan!" Desak Jennie ketika Irene tidak kunjung menjawab pertanyaannya.

"Aku tidak tahu dia ada dimana sekarang," Jawab Irene. Terakhir kali dia melihat dan bertemu dengan Jisoo saat mereka berdebat di lorong rumah sakit. "Mungkin... dia sudah pergi."

Satu tetes air mata jatuh saat Jennie mengerjapkan matanya mendengar jawaban dari Irene. Dia menggeleng lemah. "A-aniya, itu tidak mungkin. Jisoo-eonnie pasti masih berada disini. Aku yakin itu."

"Jennie-ya," Irene menggenggam tangan Jennie. Ibu jarinya bergerak mengusap punggung tangan model terkenal itu. Dia tidak boleh membiarkan panic attack Jennie kambuh lagi. "Tenangkan dirimu."

"E-eonnie, tolong... Tolong cari Jisoo-eonnie... Dia tidak boleh pergi... Dia tidak boleh meninggalkanku... Aku mohon, eonnie..." Pinta Jennie kepada Irene dengan air mata yang mengalir.

Melihat Jennie yang seperti itu, Irene tidak kuasa untuk menolak permintaannya. Meski sebenarnya dia tidak ingin bertemu dengan Jisoo lagi.

"A-arasseo, aku akan mencarinya. Kau tunggu disini, oke?" Sekali lagi Irene mengusap punggung tangan Jennie, setelah itu dia berdiri. Melangkahkan kakinya dan menghilang dibalik tirai.

Tangis Jennie lepas begitu Irene pergi. Menutup wajahnya menggunakan kedua telapak tangan guna meredam suara isakannya. Seperti yang dikatakan oleh orang-orang, penyesalan selalu datang diakhir.

Jika mengikuti kata hatinya, Jennie ingin sekali menuruti permintaan Jisoo, kembali ke negera kelahirannya. Dia ingin kembali dekat dengan sang kakak seperti dulu lagi. Sudah muak dengan kesendirian yang dia rasakan.

Akan tetapi, rasa bersalah atas tindakan yang telah dia lakukan kepada Rosé, membuat Jennie mengenyahkan semua keinginan itu. Gadis bermata kucing itu terlalu takut untuk menghadapi kenyataan yang ada di depannya. Kenyataan bahwa Rosé membenci dirinya.

MemoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang