24. Bracelet

1.6K 294 57
                                    

"Astaga..." Minnie berseru tertahan. Kepalanya beralih menatap danau buatan kampus yang terhampar luas di hadapannya. Seluruh rangkaian cerita yang disampaikan oleh Rosé hampir membuat kepalanya meledak.

Minnie sengaja membawa Rosé ke area danau buatan kampus, tempat mereka pertama kali bertemu. Hanya itu satu-satunya tempat yang jarang dikunjungi oleh mahasiswa. Mereka bisa bebas disana. Sementara Hyeri menunggu di mobil, memberikan privasi kepada Rosé dan Minnie.

Rosé tidak bersuara lagi setelah menjelaskan secara panjang lebar kepada Minnie, tentang kejadian sepuluh tahun silam yang menimpa kedua orang tuanya dan Lisa. Gadis blonde itu menunduk, memperhatikan hamparan rumput yang berada diantara kakinya. Tangannya mencengkeram erat bangku kayu.

"Lalice, dia..." Minnie berucap setelah terdiam beberapa saat. Pandangannya masih terpaku pada danau buatan. "Dia mengalami amnesia, hilang ingatan."

Kepala Rosé langsung tertoleh menatap Minnie disampingnya. Jantungnya berpacu cepat mendengar informasi tersebut. Ternyata selama ini dugaannya dan Hyeri benar.

"Aku berteman dengannya sejak sekolah dasar." Sekarang giliran Minnie yang bercerita. Walau Rosé tidak memintanya, tetapi Minnie yakin, soloist terkenal itu ingin mendengar kehidupan Lalice atau Lisa setelah kecelakaan tersebut.

"Dia adalah murid baru di sekolahku saat itu. Jujur, dia sangat sulit untuk didekati. Aku mengira karena dia baru, mungkin masih membiasakan diri. Ternyata tidak, sifatnya memang seperti itu. Dingin dan tertutup kepada semua orang."

"Tidak seperti Lisa yang aku kenal." Gumam Rosé yang masih bisa di dengar oleh Minnie.

"Sepertinya itu pengaruh dari amnesia yang dia alami. Menurut buku yang aku baca, amnesia mampu mengubah perilaku seseorang. Contohnya ketika orang itu mengalami amnesia, dia tiba-tiba bertingkah seperti kembali ke masa kecil, padahal usianya telah dewasa. Atau dia tiba-tiba bisa berbicara dengan bahasa asing, padahal sebelumnya dia tidak bisa atau tidak pernah mempelajari bahasa tersebut."

Rosé cukup terkejut mendengar penjelasan Minnie. Seolah-olah gadis Thailand itu adalah ahli di bidang amnesia. "Sepertinya kau tahu banyak tentang amnesia."

Minnie terkekeh pelan, menganggukkan kepalanya. "Dia adalah sahabatku. Aku tidak tega melihatnya terus merasa sedih. Jadi, diam-diam aku membaca semua hal yang berkaitan dengan amnesia. Namun, sayangnya usahaku sia-sia. Tidak ada seorang pun yang tahu bagaimana cara mengembalikan ingatan yang hilang. Sebagian penderitanya memilih untuk melanjutkan hidup mereka dengan identitas baru. Mungkin selama ini, Lalice juga berpikir seperti itu."

Soloist terkenal itu menarik napasnya dalam-dalam, lalu mengeluarkannya secara perlahan. Selama sepuluh tahun ini Lisa tidak kembali bukan karena dia tidak ingin, melainkan dia tidak tahu harus kembali kemana. Dia tidak mengingat tempatnya untuk pulang.

"Kapan dia mengetahui hal tersebut?" Rosé bertanya serak. Membayangkan dirinya berada di posisi Lisa, membuatnya merasakan kesedihan yang dirasakan oleh adik kembarnya itu.

"Ketika kami berada di kelas dua sekolah menengah atas, lebih tepatnya ketika dia berusia tujuh belas tahun. Dia diberitahu secara langsung oleh ibu angkat yang selalu menjaganya selama ini." Minnie mengepalkan tangannya erat. Bayangan kejadian itu kembali terlintas di dalam kepalanya.

"Sambil menangis dia bercerita kepadaku bahwa dia bukan dari keluarga Song. Dan yang lebih mengejutkannya, dia bilang dia mengalami amnesia. Sehingga dia tidak tahu siapa keluarga sesungguhnya. Sampai kapan pun, kecuali ingatannya kembali lagi."

Rosé menutup wajahnya menggunakan kedua telapak tangan. Menahan isak tangis yang memaksa untuk dikeluarkan. Seandainya dia lebih cepat bertemu dengan Lisa, mungkin adik kembarnya itu tidak perlu merasakan kesedihan dalam waktu yang lama.

MemoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang