13. Eyes Meet

1.7K 294 73
                                    

Air mengalir dari keran wastafel yang menyala. Lalice menampung air tersebut menggunakan kedua tangannya, lalu membasahi seluruh wajahnya yang semakin pucat. Berharap tampak lebih baik.

Acara festival musik sudah dimulai beberapa jam yang lalu. Kira-kira sekitar tiga penampilan lagi, giliran Rosé untuk naik ke atas panggung. Namun, semakin dekat urutan Rosé, semakin Lalice merasakan seluruh tubuhnya menjerit meminta untuk istirahat. Padahal dia sudah meminum Oronamin C pemberian Hyeri, tetapi itu tidak membantu sama sekali.

Menyeka wajahnya yang basah menggunakan tangan, Lalice mengangkat pandangan, melihat pantulan dirinya di cermin. Gadis berponi itu meringis, kini wajahnya terlihat seperti mayat hidup.

"Tahan sedikit lagi, Lalice. Begitu Rosé selesai tampil, jika kau ingin pingsan, itu tidak masalah sama sekali." Ucap Lalice meyakinkan dirinya. Dia melirik arloji yang diletakkan di pinggir wastafel. Sudah setengah tujuh malam.

"Sebentar lagi Rosé akan tampil." Gadis berponi itu mengambil arlojinya. Dia juga memakai topi guna menyembunyikan wajah pucatnya. Bergegas keluar dari kamar mandi.

Persis ketika Lalice sampai di depan ruang tunggu Rosé, handy talkie yang berada di saku belakangnya berdesis.

"Lalice-ssi, masuk."

"Ne, Lalice disini." Lalice menjawab panggilan tersebut.

"Beritahu kepada Rosé untuk segera bersiap-siap. Setelah dua penampilan lagi, gilirannya untuk tampil."

"Arasseo." Setelah menyimpan kembali handy talkie miliknya, Lalice mengetuk pintu ruang tunggu Rosé.

Hanya berselang beberapa detik, pintu langsung terbuka. Menampakkan sosok Hyeri di baliknya. Manager Rosé itu tadinya tersenyum, tetapi melihat Lalice yang memakai topi, dahinya langsung berkerut.

"Kenapa kau memakai topi? Apa terjadi sesuatu pada wajahmu?" Hyeri membungkuk, mencoba mengintip wajah panitia tersebut.

"Beritahu Rosé dan para back dancer untuk bersiap-siap. Setelah dua penampilan lagi, saatnya giliran mereka." Lalice benar-benar mengabaikan pertanyaan Hyeri.

"Jamkkan... Lalice-ssi, bibirmu terlihat pu--"

"Begitu penampilan yang sekarang selesai, aku akan kembali lagi. Setelah ini kita akan menuju area panggung." Ucap Lalice lagi, sama sekali tidak membiarkan Hyeri berbicara. Waktu mereka semakin tipis. Tanpa berpamitan, dia langsung pergi meninggalkan ruang tunggu tersebut.

Gadis berponi itu menghampiri panitia perlengkapan. Meminta senter agar memudahkannya menuntun Rosé di area yang gelap. Setahu Lalice sudah ada beberapa panitia yang berjaga di sekitar panggung, tetapi Lalice tetap melakukannya demi keselamatan Rosé.

"Lalice-ssi, ada apa dengan bibirmu? Itu terlihat sangat pucat." Ujar panitia perlengkapan yang menyerahkan sebuah senter kepasa Lalice.

Lalice hendak menjawab, tetapi desisan pada handy talkie-nya membuatnya terhenti.

"Lalice-ssi, segera bawa Rosé menuju panggung."

Tangan Lalice menyambar senter dengan cepat, mengucapkan terima kasih, lantas berlari kembali ke ruang tunggu Rosé sembari menjawab panggilan handy talkie-nya. Tidak seperti sebelum-sebelumnya, begitu sampai Lalice langsung membuka pintu tanpa mengetuk.

"Sudah saatnya!" Seru Lalice kepada semua orang yang ada di dalam ruangan tersebut.

Rosé diikuti oleh para back dancer bergegas keluar ruangan. Lalice tanpa sadar memegang tangan Rosé, kemudian menuntun soloist itu menyusuri koridor yang terhubung dengan panggung.

MemoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang