30. Find Out

1.8K 292 63
                                    

"Mworago? Koran sepuluh tahun yang lalu katamu?"

Lalice mempertahankan raut wajah datarnya. Berusaha menahan diri agar tidak terpancing oleh wajah mengejek pria yang berada di depannya saat ini. Sebagai jawabannya Lalice menganggukkan kepala.

"Ya! Kau kira aku adalah pengoleksi koran dari tahun ke tahun?!" Pria yang merupakan penjual buku bekas itu memukul meja yang menjadi penghalang antara dirinya dan Lalice.

"Aku bertanya, apakah kau memiliki edisi koran sepuluh tahun yang lalu? Kau hanya tinggal menjawab, 'Ya' atau 'tidak'." Gadis berkacamata itu tidak terpengaruh dengan gertakan sang penjual buku bekas. Akan tetapi, itu hanya membuat penjual itu semakin marah.

"Ya! Sib--"

"Ahjussi!" Jihyo langsung menarik Lalice mundur dan menggantikan posisi temannya itu. Dia tidak ingin keadaan semakin rumit. Kedatangan mereka kemari hanyalah mencari koran yang terbit sepuluh tahun silam. Lebih tepatnya koran yang membahas kecelakaan kedua orang tua Rosé, Jennie, dan Jisoo.

Namun, sang penjual buku bekas tersebut malah memberikan jawaban yang tidak ramah. Padahal Lalice tadi sudah bertanya dengan baik-baik.

"Kami hanya bertanya apakah kau punya koran sepuluh tahun yang lalu. Lebih tepatnya koran yang memberitakan kecelakaan putra dan menantu dari Kim Raejun. Jika ada bilang ada, jika tidak maka bilang tidak. Itu saja." Jihyo sebenarnya juga kesal kepada penjual tersebut. Namun, dia memilih menahannya.

Penjual buku bekas tersebut menatap Jihyo sekilas, lalu beralih kepada Lalice yang sekarang berdiri di samping Minnie. Dia menggelengkan kepalanya sebagai jawaban.

"Tidak ada, itu sudah lama sekali! Sekarang pergi kalian dari tokoku!"

"Arasseo!" Jihyo mendengus, mendorong Lalice dan Minnie keluar dari dalam toko. Sama sekali tidak ingin repot-repot mengucapkan terima kasih.

"Apa-apaan ahjussi itu?!" Minnie berdecak kesal setelah meninggalkan toko tersebut jauh dibelakang. Mereka bertiga melangkah beriringan di trotoar.

"Sepertinya dia sedang sakit gigi." Jihyo menjawab asal. Ini bukan pertama kalinya mereka bertemu dengan penjual seperti tadi. Hampir satu minggu lamanya mereka mencari di setiap toko buku bekas di Seoul, dua dari lima toko buku pasti pemiliknya memberikan jawaban yang tidak ramah.

Tepat setelah kepulangannya dari Paris, Lalice menceritakan kejadian yang dia alami disana kepada Minnie. Jihyo juga sesekali membantu menjelaskan. Beruntung, tanpa menjelaskan lebih rinci, Minnie mempercayai sahabatnya.

"Apapun itu, asalkan untuk kebahagiaanmu, aku mempercayainya, Lalice-ya. Aku akan membantumu dengan senang hati." Itu yang Minnie katakan begitu cerita Lalice selesai.

Kemudian Lalice merencanakan sesuatu. Sebagai permulaan, hal yang harus dia lakukan adalah mencari berita tentang kecelakaan sepuluh tahun silam tersebut. Namun, selama satu minggu pencarian hasilnya tetap nihil.

"Apa kita tetap lanjut, Lalice-ya?" Tanya Jihyo kepada Lalice yang sejak tadi hanya diam sambil terus berjalan.

"Eoh." Jawab Lalice pendek. Tatapannya tertuju pada toko buku bekas selanjutnya. Berjarak beberapa meter dari toko sebelumnya.

"Arasseo. Semoga kali ini penjualnya memiliki hati yang lembut seperti Rosé." Jihyo menyatukan kedua telapak tangannya, berdoa.

Berkat Jihyo yang menyebut nama Rosé, sebuah ide melintas dalam kepala Minnie. Sampai saat ini, Minnie menepati janjinya kepada soloist terkenal itu untuk tidak mengatakan yang sebenarnya kepada Lalice. Meski lidahnya gatal ingin memberitahu.

MemoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang