Minnie melompat turun dari bus persis setelah bus yang dinaikinya merapat di salah satu halte. Berlari kecil menyusuri trotoar jalan, Minnie sesekali melihat layar ponselnya, mencari keberadaan restoran yang diberikan oleh Lalice.
Beberapa menit yang lalu, ketika Minnie asyik menikmati waktunya dengan menonton sebuah drama, tiba-tiba Lalice menghubunginya. Sahabatnya sejak sekolah dasar itu hanya berkata singkat, dia meminta Minnie untuk menemuinya di sebuah restoran. Tetapi dari mendengar suaranya saja, Minnie tahu bahwa Lalice dalam keadaan tidak baik-baik saja.
Tanpa berpikir panjang, Minnie segera menyusul Lalice. Bahkan gadis berdarah Thailand itu tidak sempat mengganti pakaiannya, dia hanya melapisi kaos yang dikenakannya dengan jaket.
Tidak sulit mencari restoran yang dimaksud oleh Lalice. Letaknya persis di pinggir jalan dan memiliki papan nama besar yang memudahkan Minnie menemukannya. Minnie mendorong pintu restoran tersebut, melangkah masuk. Kepalanya menoleh meperhatikan sekitar, mencari keberadaan Lalice.
Pengunjung restoran itu cukup ramai. Sebagian besar di dominasi oleh para pegawai kantor yang baru saja pulang kerja. Minnie berjalan semakin masuk ke dalam, sampai sepasang matanya menemukan sosok Lalice yang sedang duduk sendirian di sudut restoran.
Minnie membawa kakinya menghampiri Lalice. Di tengah perjalanan, dia menemukan sesuatu di atas meja sahabatnya itu. Disana terdapat dua botol soju, salah satunya sudah kosong sedangkan yang lain masih tersisa setengah.
Saat Lalice hendak menuangkan lagi soju ke dalam gelas kecil, Minnie dengan cepat menahannya. "Geumanhae."
Kedua mata bundar Lalice melirik ke arah Minnie, kacamata yang selalu bertengger di hidung mancungnya seharian ini sudah terlepas, tersimpan di dalam tas. Lalice menepis pelan tangan Minnie, kembali menuangkan soju.
Hembusan napas keluar dari mulut Minnie. "Hanya satu gelas ini saja."
Lalice menegak gelas soju-nya. Tidak protes sama sekali ketika Minnie merebut botol soju darinya.
"Sebenarnya ada apa?" Minnie mengutarakan pertanyaan yang sejak tadi mengganggu pikirannya.
Lalice meletakkan gelas yang telah kosong di atas meja. Menggeleng singkat. "Tidak disini."
Minnie menganggukkan kepalanya. "Kajja, kita pergi dari sini. Kau bisa berjalan sendiri, kan?"
Seringai tipis muncul di wajah Lalice. Dia berdiri tanpa bantuan Minnie. Stabil, tidak kehilangan keseimbangan sedikit pun. "Kau tahu aku seperti apa, Minnie-ya.
"Eoh, tentu saja." Jawab Minnie sambil memutar matanya jengah.
Setelah membayar soju milik Lalice, mereka meninggalkan restoran tersebut. Minnie mengambil alih posisi Lalice mengemudikan mobil.
Dalam keadaan hening Minnie mengendarai mobil Lalice menuju taman Sungai Han terdekat. Tempat biasanya mereka menenangkan pikiran dari kesibukan sehari-hari.
Matahari sudah lama tenggelam. Taman Sungai Han yang dikunjungi oleh Lalice dan Minnie tetap terlihat terang berkat pencahayaan dari lampu-lampu taman. Kedua sahabat itu duduk di sebuah bangku yang berhadapan langsung dengan Sungai Han.
"Aku anak angkat yang tidak tahu balas budi." Lalice bersuara setelah bungkam sejak tadi. Minnie menoleh menatap sahabatnya.
Gadis berdarah Thailand itu terlihat terkejut. Tidak menyangka jika masalah yang dibicarakan oleh Lalice adalah hubungannya dengan Hye Kyo, topik yang sangat sensitif dan selalu dihindari oleh gadis berponi itu. Tetapi Minnie memilih diam mendengarkan, dia tidak ingin menanggapi sebelum Lalice benar-benar selesai berbicara.
KAMU SEDANG MEMBACA
Memory
FanfictionAkibat kecelakaan yang menimpanya pada masa lalu, membuat Lisa harus kehilangan semua ingatannya. Semua memori yang ada dikepalanya terhapus total. Tidak ada yang tersisa, walau hanya sedikit. Namun, pada suatu hari Lisa dihadapkan dengan rentetan k...