07. Invitation

1.9K 247 22
                                    

Lokasi danau buatan yang berada di wilayah belakang kampus, membuat tempat itu sepi. Jarang dikunjungi oleh mahasiswa. Tetapi itu tidak menghentikan niat Lalice, Jihyo, dan Minnie untuk makan siang di sana.

Mereka ingin mengganti suasana. Bosan menghabiskan istirahat makan siang dengan pemandangan kantin jurusan yang di penuhi oleh para mahasiswa. Kondisi danau buatan yang sepi dapat memberikan rasa tenang.

"Jinjjayo, Lalice-ya?"

Tatapan Lalice mulanya tertuju pada danau di hadapannya, lalu berpindah pada Jihyo yang baru saja bersuara. Mereka duduk bersebelahan di bangku panjang yang tersedia di sana.

Lalice tersenyum tipis kepada Jihyo, menganggukkan kepalanya, mengulang kembali kalimat yang dia ucapkan tadi. "Eoh. Aku sudah kembali berhubungan dengan eommeoni."

Penuturan Lalice membuat Jihyo memasang senyum lebar. Pertama mengenal Lalice, Jihyo tidak menyangka bahwa gadis berkacamata itu memiliki rahasia kecil yang bisa dibilang cukup rumit. Seandainya saat itu Minnie tidak pernah memberitahu, sampai sekarang Jihyo pasti tidak mengetahui apa yang dialami oleh Lalice.

"Aku turut bahagia mendengarnya, Lalice-ya!" Jihyo berseru senang. Merangkul teman dekat satu jurusannya itu.

"Gomawo, Jihyo-ya." Ucap Lalice pelan. Tangannya bergerak menepuk punggung Jihyo. "Mian, aku terlalu keras kepala. Padahal selama ini kau dan Minnie berusaha menyadarkanku."

"Aniya," Jihyo melepaskan rangkulannya. Kedua mata besarnya menatap Lalice. "Aku tahu, pasti tidak mudah menghadapinya. Seperti yang selalu dikatakan oleh Minnie kepadaku, yang kau butuhkan hanya waktu. Cepat atau lambat, perlahan-lahan kau pasti bisa berdamai dengan itu semua. Dan ternyata benar, buktinya sekarang kau sudah memperbaiki hubunganmu dengan Hye Kyo-ahjumma."

Lalice memandang ke depan. Memikirkan baik-baik setiap kalimat yang diucapkan Jihyo. Lantas tersenyum lebar untuk pertama kalinya dalam beberapa tahun. "Kau benar. Ini juga berkat kalian yang tidak pernah menyerah mengingatkanku secara baik-baik. Tanpa kau, terutama Minnie, mungkin selamanya aku akan terus menutup mata atas sikapku kepada eommeoni. Sekali lagi, gomawoyo, Jihyo-ya."

Jihyo tidak terlalu mendengarkan apa yang diucapkan Lalice. Perhatiannya hanya tertuju pada wajah Lalice. Gadis bermarga Park tersebut terkejut sekaligus terpesona melihat betapa cantiknya Lalice ketika sedang tersenyum tanpa beban.

"Sudah aku duga," Jihyo berucap setelah sadar dari rasa kagumnya. "Dengan senyuman lebar di wajah, kau terlihat lebih cantik dari biasanya, Lalice-ya."

"Jihyo-ya..." Lalice memperhatikan Jihyo yang duduk di sebelahnya. Pelan-pelan dia bergeser dari tempat duduknya, sedikit menjauh dari Jihyo.

"Kau tahu 'kan kalau aku sudah memiliki pacar? Dan itu seorang laki-laki?"

Mereka diam selama beberapa detik. Tidak lama setelah itu kedua mata Jihyo melotot mengetahui maksud ucapan Lalice. Disusul dengan wajahnya yang mulai berubah menjadi merah padam, menahan marah dan kesal.

"Ya! Sialan! Apa-apaan?!..." Jihyo mengambil tote bag miliknya, menggunakan benda itu untuk memukul Lalice. "Aku hanya memujimu, dasar mata empat! Tidak ada maksud lain! Apalagi bermaksud untuk... Ya! Jangan tertawa kau, dasar kutu buku!"

Sambil tertawa, Lalice dengan gesit bergerak menghindari pukulan Jihyo. Dia segera berdiri, menjaga jarak aman dari amukan Jihyo.

"Akhirnya kau bisa tertawa sekarang."

Lalice menoleh, Jihyo juga berhenti memukul. Kedua mahasiswi jurusan fashion design itu serentak menoleh ke belakang, melihat sosok Minnie yang datang dengan membawa sebuah kantong plastik pada masing-masing tangannya.

MemoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang