49. Slowly

1.5K 283 54
                                    

Satu hari lagi telah terlewati. Lisa yang berada di ruang ICU masih betah memejamkan matanya, belum ada tanda-tanda dia akan sadar. Tetapi menurut diagnosa dokter, tanda-tanda vital gadis berponi itu menunjukkan kenaikan yang cukup baik, hampir menyentuh kondisi normal. Sekitar dua atau tiga hari lagi, kemungkinan Lisa akan tersadar.

Informasi yang terdengar sederhana bagi beberapa orang, tetapi tidak bagi Jisoo, Jennie, dan Rosé. Dari informasi tersebut mereka memperoleh kekuatan agar tetap bertahan. Mereka yakin Lisa juga berusaha kembali bersama mereka, hal tersebut di buktikan dengan kondisinya yang terus meningkat. Kapan pun itu, mereka akan sabar menantinya.

Pagi ini, seperti biasa mereka kembali ke rumah sakit. Menunggu jadwal kunjungan pasien ICU, lalu mengunjungi Lisa di dalam, setelah itu mengabiskan sisa hari mereka dengan duduk di depan ruang ICU. Rutinitas itu telah mereka lakukan beberapa hari terakhir.

Namun, hari ini Jisoo ingin melalukan sesuatu yang berbeda. Kondisi Lisa sudah membaik, mereka tidak perlu lagi menungguinya di depan ruang ICU. Lagipula, tanpa diberitahu, Jisoo yakin jika Jennie dan Rosé merasa suntuk akibat terlalu lama menghabiskan waktu di rumah sakit, lebih tepatnya di depan ruang ICU.

Maka, sehabis melihat Lisa di ruang ICU, Jisoo segera memegang tangan Jennie dan Rosé. Membawa mereka pergi dari sana.

"Eonnie, eodiga?" Rosé menatap bingung punggung Jisoo yang berjalan setengah langkah lebih dulu di depannya. Lalu menoleh ke belakang, mereka saat ini menjauhi bangku panjang yang selalu mereka tempati.

"Ikut saja." Jawab Jisoo pendek. Berbelok menuju lift.

"Tapi... Bagaimana dengan Lisa?" Sekarang giliran Jennie yang bertanya.

Mereka berhenti di depan lift, jari telunjuk Jisoo menekan tombol di dekat pintu. Menoleh menatap Jennie. "Lisa tidak akan kemana-mana, Jendeukie. Keadaannya juga sudah membaik, aku yakin tidak akan masalah meninggalkannya untuk beberapa saat."

Jennie berpikir sesaat. Perkataan Jisoo ada benarnya. Apa yang harus mereka cemaskan, sementara Lisa di dalam ruang ICU sana tidak melakukan apa-apa selain berbaring, dalam keadaan tidak sadarkan diri. Ditambah keadaan adik bungsu mereka itu setiap harinya terus membaik. Sekarang mereka hanya tinggal menunggu Lisa sadar.

"Lalu, kita akan kemana?" Tanya Jennie lagi, masih penasaran kemana Jisoo akan membawa mereka. "Apa kita akan meninggalkan rumah sakit?"

"Ani, kita tidak akan meninggalkan rumah sakit, tetapi aku menemukan sebuah tempat yang cukup bagus disini."

Lift telah datang. Mereka bergegas masuk ke dalam. Nasib baik, tidak ada orang lain di dalam lift selain mereka bertiga.

Jisoo menekan tombol angka sepuluh. Jennie dan Rosé diam memperhatikan. Kira-kira ada apa di lantai sepuluh?

Hanya dalam hitungan detik, mereka telah sampai di lantai sepuluh. Jisoo keluar lebih dulu, lalu Rosé, dan terakhir Jennie. Setelah sejak tadi terus menebak-nebak kemana arah tujuan mereka, persis melewati sebuah kelokan, Jennie maupun Rosé melihat sesuatu dari jendela lebar rumah sakit.

Aktris terkenal itu menoleh ke belakang, melihat reaksi yang diperlihatkan oleh kedua adiknya itu, membuatnya  tersenyum puas.

Menghabiskan beberapa hari di rumah sakit, mereka baru tahu jika di rumah sakit ini ada sebuah taman yang cukup luas. Suasananya cukup rindang, ada beberapa tumbuhan besar yang di tanam di dalam pot, serta petak-petak taman yang ditanami berbagai jenis bunga. Disana juga disediakan bangku untuk para pasien atau pengunjung yang ingin menghabiskan waktu.

"Dari mana kau mengetahui taman ini, eonnie?" Rosé bertanya sembari mengamati sekitar mereka. Sudah lama sekali rasanya dia tidak berada di ruang terbuka seperti ini.

MemoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang