25. Paris

1.7K 268 33
                                    

Paris, France
15.20 EST

Tubuh Lalice ambruk di atas tempat tidur yang cukup empuk. Tubuhnya terasa lelah setelah melakukan penerbangan selama belasan jam. Belum lagi jetlag yang dialaminya. Jika mengikuti zona waktu Korea Selatan, seharusnya ini sudah malam, waktunya untuk tidur. Tetapi sekarang dia sedang di Paris, dimana suasana disini masih sore hari.

"Hmm..." Jihyo berdiri di tengah-tengah kamar hotel. Memperhatikan sekeliling, masih dengan ponsel yang kameranya menyala. Gadis bermarga Park tersebut tidak pernah berhenti merekam.

"Cukup bagus untuk hotel kelas menengah. Yah, walaupun ini kamar biasa. Tidak seperti milik para dosen yang pastinya lebih mewah dari ini." Meletakkan koper dan tasnya di sudut ruangan. Jihyo ikut melemparkan dirinya ke atas kasur, disebelah Lalice.

"Ya..." Tegur Lalice yang sudah tidak bertenaga. "Menyingkir dariku. Kasurmu disebelah sana."

"Ayolah, Lalice-ya." Ucap Jihyo semakin merapat pada teman dekatnya itu. Tangannya yang bebas menarik-narik baju milik Lalice. "Bersemangatlah sedikit, saat ini kita sedang berada di Kota Paris! Ada Menara Eiffel! Ada Museum Louvre! Ada croisant! Croisant sungguhan, Lalice-ya, bukan croisant yang kita beli di Hong-Dae!"

Lalice menggerutu tidak jelas. Tangannya bergerak mengambil bantal, lalu menutup kepalanya dengan itu. Tidak ingin mendengar celotehan Jihyo.

"Astaga, kau membosankan sekali!" Jihyo mendengus kesal. Beranjak turun dari atas kasur. Dia sempat memukul pantat Lalice sebelum berjalan menuju balkon kamar hotel mereka.

Jihyo merasa antusias ketika membuka pintu balkon. Tidak sabar melihat pemandangan indah Kota Paris dan mungkin saja dia bisa melihat Menara Eiffel dari sini. Tetapi begitu melangkah keluar, senyuman Jihyo langsung menghilang.

Kepalanya menengadah. Memandangi gedung di seberang hotel yang menjulang tinggi. Nyaris menutupi seluruh pemandangan.

"Ya, apa-apaan ini!" Seru Jihyo tidak terima. Bayangannya yang tengah menikmati pemandangan sore di Kota Paris ditemani hembusan angin pelan hancur seketika.

"Apa yang kau harapkan." Lalice menyingkirkan bantal dari kepalanya. Mengubah posisinya menjadi duduk bersandar pada kepala tempat tidur.

"Hotel yang kita tempati bukan hotel terkenal yang kebanyakan berada disekitar area Menara Eiffel. Kamar kita juga berada di lantai empat, jadi cukup sulit melihat pemandangan dari sini."

Jihyo berdecak pelan mendengar penjelasan Lalice. Kembali masuk ke dalam kamar hotel. "Mungkin besok aku bisa melihatnya. Bahkan secara dekat!"

Lalice tidak lagi menanggapi ucapan Jihyo. Gadis berponi itu mengambil ponsel miliknya, lalu menghidupkannya. Sejak naik ke atas pesawat benda tersebut sudah dalam keadaan mati.

Beberapa notifikasi langsung muncul memenuhi layar ponsel. Tetapi ada satu notifikasi yang berhasil menarik perhatian Lalice.

"Kenapa Hyeri menghubungiku?" Gumam Lalice menatap notifikasi panggilan tidak terjawab dari Hyeri. Tidak hanya itu, ada satu nomor yang tidak dikenal juga menghubunginya persis beberapa menit sebelum Hyeri.

Lalice ingin menghubungi Hyeri kembali, tetapi ketukan pada pintu kamar hotelnya membuat gadis berponi itu mengurungkan niat. Dia dan juga Jihyo menoleh ke arah sumber suara.

"Lalice-ssi, ini aku Tiffany." Terdengar suara dari luar.

"Ah, ne. Sebentar, Miss." Lalice meletakkan ponselnya di atas kasur. Segera berjalan menuju pintu.

"Ada apa, Miss?" Tanya Lalice begitu dia membukakan pintu dan melihat Tiffany berdiri di depannya.

"Sebentar lagi akan ada pengarahan mengenai seluruh kegiatan yang kita lakukan selama disini. Beritahu teman-teman sekelompokmu agar segera berkumpul di ruang konferensi hotel ini, lantai dua."

MemoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang