33. Safe

2.1K 323 91
                                    

Tidak ada yang bisa dilakukan Lalice, selain diam berdiri memandangi Jisoo. Gadis berkacamata itu sungguh tidak menduga jika dirinya akan bertemu dengan aktris terkenal atau bisa dikatakan adalah kakak sulungnya itu di pemakaman. Tetapi mengingat hari ini adalah hari dimana kecelakaan tersebut terjadi, cukup masuk akal melihat Jisoo datang kesini.

Jisoo mengangkat sebelah alisnya saat Lalice hanya diam memandanginya tanpa suara. Secepat mungkin Lalice mengalihkan pandangan, menatap ke arah pria tua penjaga makam tersebut.

"Uhm... Harabeoji, aku ingin mengunjungi makam Kim Junwo dan Shin Yenna, apa kau bisa--"

"Waeyo, Lisa-ya?" Ucapan Jisoo barusan sontak membuat Lalice menoleh ke arahnya lagi. Kedua mata bundarnya menatap Jisoo setengah bingung dan setengah terkejut.

Apa aktris terkenal itu sudah mengetahui tentang dirinya? Tetapi mereka tidak pernah bertemu sebelumnya. Ini pertama kali mereka bertemu, tidak mungkin Jisoo--

"Kau meninggalkan jam Cartier-mu, nona."

Tidak. Mereka sudah pernah bertemu sebelumnya. Di restoran grill tersebut, Lalice berinteraksi secara langsung dengan keluarga sesungguhnya untuk pertama kali dalam sepuluh tahun. Lalice mengepalkan tangannya. Jadi itu sebabnya Jisoo sempat mematung saat bertatapan dengannya.

"Bukankah kita akan mengunjungi makamnya bersama-sama seperti yang kau bilang kemarin?"

"Eh?..." Lalice mengerjapkan mata bundarnya. Dia sedang larut dalam rasa harunya, tiba-tiba Jisoo mengatakan sesuatu yang tidak masuk akal. "Mworago?! A-aku... Kapan?!"

"Nona Jisoo, apa kau mengenalnya?" Tanya pria tua itu kepada Jisoo.

Aktris terkenal itu melirik Lalice, memasang senyum penuh arti. Lalu dia menganggukkan kepalanya. "Eoh, aku mengenalnya. Dia adalah adik bungsuku, Kim Lalisa."

Mulut Lalice terbuka mendengar penuturan Jisoo. Begitu mudahnya aktris terkenal itu mengatakan sesuatu hal yang sangat penting. Berita kehilangannya sempat menjadi topik hangat ketika kecelakaan itu terjadi. Namun, sekarang Jisoo malah memberitahukannya kepada orang lain, tanpa ada bukti satu pun.

"A-anirago." Lalice mencicit pelan. Suaranya antara terdengar dan tidak terdengar.

"Aigoo... Lili-ya, apa kau masih marah kepada eonnie, eoh?" Ternyata Jisoo masih bisa mendengarnya. Aktris terkenal itu mengerucutkan bibirnya. Tangannya terangkat mencubit pipi Lalice gemas.

"Siapa yang marah kepadamu? Jangan seenaknya membuat skenario, Nona aktris terkenal." Lalice mendengus kesal,  menyingkirkan tangan Jisoo dari pipinya.

Panggilan yang diberikan oleh Lalice berhasil megundang kekehan Jisoo. Tangannya yang mencubit pipi Lalice tadi bergerak mengusak rambut cokelat adik bungsunya itu hingga mengenai poninya sedikit.

"Ya! Jangan sentuh poniku!" Tawa Jisoo meledak. Dia segera menjaga jarak aman, sebelum Lalice mengamuk.

Pria tua itu tersenyum hangat memperhatikan interaksi antara Jisoo dan Lalice. Selama ini, meskipun selalu bersikap ramah dan tersenyum kepadanya, dia tahu bahwa itu bukanlah sebuah senyuman tulus. Cara Jisoo tersenyum terlihat seperti dipaksakan.

Namun, pagi ini, dia bisa melihat Jisoo tersenyum tanpa beban untuk pertama kalinya. Terlihat begitu alami.

Menggelengkan kepala sambil terkekeh, pria tua itu melangkah pergi, meninggalkan kedua gadis tersebut. Sama sekali tidak menunggu penjelasan Jisoo mengenai identitas Lalice yang sesungguhnya.

"Eoh?! Harabeoji, jangan tinggalkan aku dengan orang ini!" Lalice menyadari kepergian pria tua penjaga makam tersebut.

"Ya!" Jisoo menarik telinga Lalice, membuat gadis berkacamata itu meringis kesakitan. "Orang yang kau maksud itu adalah kakakmu sendiri asal kau tahu!"

MemoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang