Tali busur ditarik ke belakang, bersamaan dengan anak panah yang diapit menggunakan jemari. Memejamkan sebelah mata, Lalice terlihat begitu fokus membidik sasaran yang berjarak beberapa meter di depan. Supaya skornya tinggi, dia harus mengenai area berwarna kuning.
Gadis berkacamata itu menarik napas sejenak, lalu menghembuskannya secara perlahan. Dia harus tenang. Tangannya tidak boleh bergerak sedikit pun atau bidikannya akan melenceng.
"Oke," Lirih Lalice pelan. Tangannya menarik tali busur sampai renggang. Persis setelah Lalice melepaskan tali busur tersebut, anak panah melesat dengan cepat mengarah pada bidikan.
Tak!
"Oh, ayolah!"
Seruan kekecewaan keluar dari mulut Lalice. Anak panah yang dia harapkan mendarat di area berwarna kuning, malah mendarat di area berwarna putih.
"Pffttt..."
Dari belakang terdengar suara tawa yang tertahan. Kepala Lalice tertoleh, menatap tajam sosok yang baru saja tertawa tersebut. "Kau menertawakanku?"
Di sebuah kursi, terlihat Rosé sedang menutup mulutnya menggunakan telapak tangan. Soloist terkenal itu langsung menggelengkan kepalanya saat mendengar pertanyaan dari Lalice barusan.
"A-ani... Pffttt..." Rosé mati-matian menahan tawanya agara tidak keluar. Lalice mendengus kuat, lalu melepaskan semua peralatan yang terpasang pada tubuhnya. Meletakkannya pada tempat semula, termasuk busur panah yang dia pakai sejak tadi.
Gadis berkacamata itu duduk di samping Rosé, merebut kaleng soda milik kakak kembarnya itu. Tanpa meminta izin, dia meminumnya sampai habis.
Rosé terkekeh pelan, gadis blonde itu menatap Lalice yang wajahnya memerah karena menahan kesal. Sengaja menggoda adik kembarnya, Rosé mencolek hidung Lalice.
"Apa kau kesal, adik kecil?" Tidak ada jawaban dari Lalice, dia hanya menepis tangan Rosé yang mencolek hidungnya. Memalingkan wajah ke arah lain.
Entah sudah beberapa jam terlewati sejak Rosé kembali sadarkan diri, Lalice tidak menghitungnya. Mereka terlalu sibuk menghabiskan waktu bersama.
Atas izin dari Hyeri, Lalice dapat membawa Rosé pergi bersamanya. Selain ingin mengembalikan suasana hati soloist terkenal itu, Lalice juga ingin melakukan sesuatu hal yang selama sepuluh tahun terakhir ini mereka lewati sebagai saudari kembar. Namun, tentu saja Lalice tidak mengatakannya secara langsung kepada Rosé. Dia hanya bertanya kepada sang kakak kembar tempat apa saja yang ingin didatangi atau belum pernah dikunjunhi.
Saat akan pergi, sedikit terjadi perdebatan diantara kedua anak kembar tersebut. Begitu mendengar Lalice yang akan membawa mobil, Rosé langsung merebut kunci mobil dari tangan gadis berkacamata itu.
"Chaeyoungie, berikan kunci itu kepadaku." Pinta Lalice kepada Rosé saat itu sambil mengulurkan tangannya. Mereka berdiri berhadap-hadapan, persis di samping mobil Lisa yang masih terparkir secara asal-asalan.
"Tidak, Lisa-ya." Jawaban Rosé memang pendek, tetapi ada nada tidak suka pada suaranya.
Lalice menghembuskan napasnya. Tangannya yang terulur tadi diturunkan. Tanpa berlu bertanya, Lalice mengetahui alasan kenapa Rosé bisa bersikap seperti ini.
"Chaeyoungie, gwenchana." Gadis berkacamata itu melangkah mendekati Rosé. Hal tersebut membuat Rosé melangkah mundur ke belakang dan semakin menyembunyikan kunci mobil dibalik punggungnya.
Melihat reaksi yang diberikan oleh Rosé, Lalice memutuskan untuk tidak mendekat lagi. Dia berhenti, menatap ke dalam sepasang mata cokelat yang mirip dengan miliknya itu. "Tidak ada yang perlu kau takutkan, Chaeyoungie. Semuanya akan baik-baik saja. Aku berjanji akan membawa mobilnya dengan pelan."
KAMU SEDANG MEMBACA
Memory
FanfictionAkibat kecelakaan yang menimpanya pada masa lalu, membuat Lisa harus kehilangan semua ingatannya. Semua memori yang ada dikepalanya terhapus total. Tidak ada yang tersisa, walau hanya sedikit. Namun, pada suatu hari Lisa dihadapkan dengan rentetan k...