Haechan meringis menatap ibunya yang sudah berdiri di depan pagar rumah, siap untuk menyambut kepulangan nya.
"Baru pulang?" tanya sang ibu dengan nada tenang namun terdengar sangat menyeramkan bagi Haechan.
"Hehehe... Habis kerja kelompok bu" Jawab Haechan berdalih. "Alasan!, ibu tau kamu habis main sama anak geng mu itu kan?" Kata sang Ibu sembari menjewer telinganya.
"Aduh... Sakit bu" ringis Haechan merasakan telinganya yang panas karena jeweran sang ibu.
"Kamu gak mau ngaji!, gak mau sholat!. Mau jadi apa kamu?!" Haechan hanya mampu menunduk. Sekarang ini dia tak berkutik di hadapan sang ibu.
"Pulang malem, sekolah bolos mulu ibu tuh mendidik kamu buat jadi anak yang baik. Bukan jadi anak pembangkang seperti ini" ibu Haechan memukul kepala putra satu-satunya itu dengan centong nasi yang tadi dia bawa.
"Kalau kamu begini terus, lebih baik ibu masukin kamu ke pondok aja" Haechan mendelik mendengar ucapan sang ibu.
"Ibu... Jangan dong, Haechan gak mau huhuhu...." Haechan bersimpuh di kaki sang ibu, meminta wanita yang sudah melahirkan nya itu untuk tak mengirim nya jauh dari rumah.
"Makannya kamu tuh kalau di bilangin nurut!, jangan jadi anak durhaka sama ibu!. Ibu sudah memanggil ustadz yang akan mengajari kamu sholat dan mengaji. Jangan bilang gak mau!, pilih aja mau tinggal di pondok? Atau belajar di rumah" lutut Haechan rasanya lemas sekali mendengar ucapan ibunya.
Jika dia harus belajar di rumah lalu bagaimana cari dia main sama anak geng nya?, tapi jika dia di kirimkan ke pondok itu lebih parah lagi karena dia tak akan bisa ngapa-ngapain disana.
Haechan jadi serba salah. "Dia ustadz yang pintar, kamu akan belajar dengan cepat nanti" Haechan hanya megangguk mendengarkan ucapan ibunya.
"Lalu bagaimana dengan sekolah?" tanya Haechan. "Masih memikirkan sekolah?, kau saja sering tak masuk. Bagaimana mungkin kau khawatir dengan sekolah mu" Haechan hampir menangis mendengar ucapan ibunya yang begitu pedas.
"Aku tak mau jadi anak bodoh karena tak bersekolah bu" kata Haechan sambil menatap ibunya. "Kau memang bodoh!, dengan bersekolah pun kau tak akan pintar" Kata sang ibu sambil menyentil dahi Haechan dengan keras.
"Ahk... Sakit bu" ringis Haechan sembari mengusap dahinya.
"Besok pagi kau harus bangun pagi sekali, ustadz yang akan mengajar mu itu akan datang jam delapan pagi. Jangan sampai ustadz itu sudah datang tapi kau baru bangun". Nasehat ibunya sambil mengusap rambutnya dengan sayang.
"Mana bisa!, besok hari minggu dan aku akan tidur sepuasnya" kata Haechan tak mau menurut.
"Bangun jam lima pagi atau ibu siram kau dengan air panas?" ancam sang ibu yang mampu membuat Haechan merinding karenanya.
"Baiklah" kata Haechan akhirnya pasrah.
~~~~~~~~~~~~~~~~~
Kini jam sudah menunjukkan angka lima pagi, Haechan kini tengah bersiap untuk mandi dengan handuk yang dia tenteng.
"Bu!, aku mau mandi dengan air hangat" Teriak Haechan sembari menghampiri ibunya yang tengah berkutat di dapur.
"Tunggu sebentar ibu akan panaskan airnya dulu" Haechan hanya megangguk menanggapi ucapan ibunya.
Haechan lebih memilih duduk di meja makan sembari menidurkan kepalanya di meja dengan tangannya sebagai bantal.
"Aku bangun jam lima pagi?, ini rekor untukku" kata Haechan tak percaya. Karena biasanya dia akan bangun jam enam pagi dengan teriakan sang ibu sebagai backsound.
"Airnya sudah hangat cepat mandi" kata sang ibu sambil menghampiri Haechan yang akan kembali memasuki alam mimpinya.
Kini Haechan benar-benar sudah rapih dengan baju koko berwarna hitam dengan celana kain sebagai bawahannya.
"Aku terlihat tampan sekali" kata Haechan sembari menatap penampilannya di cermin.
"Para wanita pun akan langsung jatuh hati jika melihat aku begini" kata Haechan sombong sambil menata rambutnya sedemikian rupa.
"Berhentilah bercermin, kau terlihat seperti orang gila yang terus tersenyum sendiri" kata ibu Haechan yang baru masuk ke dalam kamarnya.
"Aku terlihat rupawan, jadi wajar kan kalau aku bersikap berlebihan?" kata Haechan sambil tersenyum senang.
"Hm... Makan dulu lah, isi perut mu sebelum menimba ilmu" kata sang ibu sambil merapikan rambut Haechan yang berantakan menurutnya.
"Ibu!, jangan di berantakin" kata Haechan sebal, dia sudah cape-cape menata rambutnya supaya terlihat keren, kini malah di berantakin kembali.
"Kau terlihat seperti orang gila dengan rambut begitu" kata sang ibu yang hanya di tanggapi Haechan dengan mencebikkan bibirnya sedih.
Setelah makan Haechan lebih memilih membaringkan tubuhnya kembali di atas kasur, matanya sudah berat minta di pejamkan.
Dia masih mengantuk karena semalam dia bergadang dengan bermain game, jadi sekarang dia masih merasa mengantuk.
Haechan tertidur dengan nyenyak sang ibu yang tengah berteriak pun tak di dengarnya.
"Haechan!"
Cklek
Begitu masuk sang ibu di suguhi dengan pemandangan sang anak yang tengah tertidur dengan lelap.
"Chan bangun!, ustadz nya sudah datang" Haechan mengerjapkan matanya begitu merasa terusik.
"Cuci muka dulu, dia sudah menunggu di ruang tamu" Haechan hanya megangguk menanggapi ucapan ibunya.
Setengah jam berlalu kini dia sudah merasa lebih baik, dengan wajah yang tampak segar dia keluar dari kamar.
Berjalan ke ruang tamu dengan santai
Hal pertama yang di temuinya adalah seorang pemuda dengan tampilan yang terlalu ribet menurut Haechan.Dengan pakaian serba hitam dan sorban yang melilit lehernya serta kaca mata transparan yang bertengger di hidung mancung nya.
Matanya terpaku begitu menatap mata hitam yang melihatnya tanpa berkedip. Dia pun begitu matanya tak bisa lepas dari sosok tampan di hadapannya.
TBC
Tiba-tiba kepikiran buat cerita islami lagi, walaupun ceritanya gak bakal bagus tetep gue gas.