Haechan duduk dengan gelisah di tempatnya, dia benar-benar tak bisa duduk dengan tenang ketika di hadapannya terdapat pemuda tampan yang sesekali akan menatapnya dengan intens.
"Jadi saya boleh bawa Haechan sekarang?" Haechan sedikit tersentak begitu mendengar namanya di sebut.
"Tentu, tapi apa anda benar-benar tak keberatan?" Haechan menatap sang ibu dengan bingung, sebenarnya apa yang kedua orang itu bicarakan tentangnya.
Sendari tadi Haechan tak menyimak pembicaraan kedua orang itu, dia terlalu fokus menatap wajah Renjun yang terlihat sangat tampan.
"Chan cepat kemasi barang mu, bawa saja yang penting. Kau hanya akan tinggal sebulan di sanah" Haechan hanya melongo mendengar ucapan sang ibu.
"Ibu mengusir ku?!" tanya Haechan sembari berdiri dari duduknya. "Ustadz Renjun bilang kalau dia tak bisa datang setiap hari kesini untuk mengajar mu, jadi dia meminta kau untuk ikut tinggal dengannya selama sebulan" Jawab sang ibu sembari tersenyum ke arahnya.
Sedangkan Haechan hanya mampu meratapi nasibnya, bisa-bisanya ibunya itu membolehkan dia pergi begitu saja.
"Ayo ibu bantu, saya tinggal dulu ya ustadz? Tolong buat diri anda senyaman mungkin. kami tak akan lama" kata sang ibu sembari menarik tangannya sedikit kasar karena Haechan yang tak ingin beranjak dari tempatnya.
"Ibu jahat...." rengek Haechan sembari menatap sang ibu yang kini tengah mengemasi barang-barangnya kedalam tas besar.
"Ini juga demi kebaikan mu, suruh siapa kau menjadi anak nakal yang tak bisa di atur. Sekarang jangan salahkan ibu jika mengirim mu jauh dari rumah" Haechan hanya dapat menatap sang ibu dengan mata yang berkaca-kaca, berharap ibunya itu berubah pikiran.
"Jangan berlagak seperti anak tiri yang tersakiti, kau hanya akan tinggal sebulan disana tak usah bersikap berlebihan" kata sang ibu sembari menarik tangan Haechan untuk keluar dari kamar.
Haechan hanya pasrah dia tak bisa melawan ibunya jika sudah begini, dia hanya bisa menahan tangisan nya ketika sang ibu menyerahkan nya kepada pemuda tampan itu.
"Jika nakal ustadz tak perlu segan, hukum saja dia" kata sang ibu sembari tersenyum teramat manis.
"Terima kasih karena sudah mempercayai saya untuk menjaga anak ibu" kata pemuda itu sembari membukukan badannya dengan hormat.
~~~~~~~~~~~~~~~~~
Haechan menatap sekelilingnya dengan bingung, tempat ini benar-benar asing untuknya.
Dia tak tahu harus bagaimana sekarang ini, hanya tinggal berdua bersama ustadz itu rasanya mampu membuat jantung Haechan menjadi berdebar.
"Kalau ada apa-apa panggil saya saja" Haechan hanya menunduk, tak berani menatap pemuda tampan itu yang kini tengah berdiri di hadapannya.
"Jangan menunduk terus, nanti jatuh" orang itu mengangkat dagu Haechan, kini bisa Haechan lihat wajah pemuda itu lebih terlihat sangat tampan jika di lihat dari dekat.
"Mau pulang" cicit Haechan dengan mata berkaca-kaca, dia benar-benar merindukan rumah padahal mereka baru saja sampai.
"Jangan menangis, nanti ibu mu mengira kalau aku sudah membuat anak gadisnya menangis" Haechan mendelik begitu mendengar ucapan Renjun, ustadz muda itu bisa-bisanya memanggilnya seorang gadis.
"Aku laki-laki ya!" kata Haechan sinis, menatap kepada Renjun dengan penuh permusuhan.
"Mana ada anak laki-laki yang cengeng begini" Haechan hanya mengerucut kan bibirnya kesal, sedangkan Renjun hanya terkekeh menatap pemuda manis itu yang tengah kesal kepadanya.
"Antarkan aku pulang" rengek Haechan yang hanya di tanggapi Renjun dengan senyuman khasnya.
"Kau itu ustadz gadungan ya?, aku tak yakin kalau kau benar-benar seorang ustadz. Mana ada coba masih muda begini sudah menjadi ustadz" tuduh Haechan sembari menatap Renjun dengan penuh curiga.
"kamu itu ternyata cerewet ya?, seperti perempuan suka sekali mengomel" kata Renjun sembari mendudukkan dirinya di atas sofa.
"Dasar ustadz gadungan, suka banget ngatain orang" kata Haechan kesal sembari mengambil toples berisi kacang di atas meja.
"Bismillah dulu" peringat Renjun, dan Haechan pun hanya menurut. "Asin banget kaya muka mu" Renjun hanya terkekeh mendengar ucapan Haechan, si manis ini benar-benar sudah membuat nya tertarik hanya dengan sekali melihat.
"Gak ada makanan lain kah?, bosen banget makan kacang kayak begini. Di rumah juga banyak yang kaya begini" kata Haechan sembari menaruh toples itu kembali ke tempatnya.
"Hanya ada itu, jika kamu ingin makan yang lain beli saja sendiri" Haechan hanya mendengus mendengar ucapan Renjun, pemuda itu ternyata lebih menyebalkan daripada penampilannya.
"Dasar ustadz gadungan" kata Haechan sinis sembari menidurkan dirinya di atas sofa.
"Jangan tidur, sebentar lagi dzuhur" Haechan hanya diam tak berniat menanggapi ucapan pemuda tampan itu.
"Terserah lu pergi aja, jangan ganggu. Gue mau tidur" Haechan merasa tak perlu lagi bersikap sopan, tak akan ada gunanya pemuda tampan itu saja bukan ustadz beneran.
Haechan sedikit menahan nafas ketika merasa ada sesuatu di atasnya, dengan gerakan pelan dia menurunkan tangan yang menutupi matanya.
"Mau lakukan suka rela atau saya paksa?" tanya Renjun tegas sembari menatap si manis dengan tajam.
"Ayo bangun" lanjut Renjun lagi sembari menarik tangan si manis untuk bangun dari tidurannya.
"Lepas!, sakit tau" kata Haechan sembari meringis memeganggi tangannya.
"Maaf, saya tak sengaja" ujar Renjun sembari memeriksa tangan si manis yang memerah.
"Bawa gue pulang!, lu mainnya fisik gak asik banget" ujar Haechan sembari berusaha menjauh dari Renjun.
"Gue aduin ibu gue, mampus lu" kata Haechan sembari menatap Renjun dengan sengit.
"Maaf, saya tak bermaksud menyakiti kamu" kata Renjun sembari menatap si manis dengan tatapan menyesal.
"Beliin gue es krim sekardus baru gue mau maafin" kata Haechan sembari berlalu dari hadapan Renjun, dia berjalan ke arah kamarnya yang tadi sudah di tunjukkan oleh Renjun.
Sekarang ini mood nya benar-benar hancur, ustadz gadungan itu benar-benar membuatnya ingin cepat-cepat pulang.
Setengah jam pemuda itu lakukan hanya berdiam diri di atas ranjang sembari melihat langit-langit kamar.
Tok tok tok
Haechan hanya diam tak berniat membuka pintu, dia benar-benar malas untuk melihat wajah Renjun sekarang ini.
"Haechan katanya mau es krim!, ini sudah saya belikan" mendengar kata es krim Haechan buru-buru turun dari ranjang.
Cklek
"Mana?" tanya Haechan dengan semangat "Ayo ikut saya" dengan menurut Haechan mengikuti langkah Renjun dari belakang.
"Sekardus kan?" tanya Haechan memastikan. "Iya." Jawab Renjun singkat.
Haechan melotot begitu sudah sampai di luar rumah, dia menatap tak percaya ke arah truk yang kini tengah terparik di depan rumah Renjun.
"Saya beliin kamu se-truk, biar kamu gak marah lagi" lutut Haechan rasanya lemas mendengar ucapan Renjun, bisa-bisanya ustadz gadungan itu membelikan nya es krim sebanyak ini.
TBC
gue bingung bikin alurnya, takutnya nanti ceritanya malah sama kayak cerita yang Menikah.