Jalan-jalan

2.2K 280 8
                                    

Haechan menatap Renjun dengan penuh permohonan berharap pemuda tampan itu mau mengizinkan dirinya untuk membatalkan puasanya.

Jujur saja Haechan sudah merasa sangat lapar, pemuda manis itu sudah tak punya tenaga untuk melanjutkan puasanya lagi. Haechan sedikit meringis pelan ketika membayangkan dirinya harus menahan lapar di siang hari selama satu bulan.

Satu hari saja Haechan tak sanggup apalagi tiga puluh hari, Haechan rasa dirinya tak akan mampu untuk melakukan itu.

"Tagung sudah sore, sebentar lagi juga buka kok kamu sabar dulu aja. Daripada kamu ngeluh terus mending ikut saya cari takjil" ajak Renjun sembari menarik tangan si manis untuk mengikuti nya.

"Ck!, udah kunang-kunang ini sebentar lagi mau pingsan. Masa lu tega sih?" kata Haechan sebal sembari menendang betis Renjun pelan, untung saja pemuda tampan itu tak sampai terjatuh karena ulah nya.

"Astagfirullah!, untung saya gak jatuh" Haechan hanya terkekeh pelan melihat Renjun yang sekarang ini tengah menatapnya tajam.

"Salah situ, siapa suruh jadi orang rese banget" Renjun hanya terkekeh pelan melihat si manis yang tengah merengut sembari menatapnya tajam.

"Udah jangan ngambek lagi, katanya mau bangga-in ibu tapi kok begini saja sudah ngeluh" Haechan langsung tertegun begitu mendengar ucapan Renjun.

"Ck gak usah bawa-bawa nama ibu deh, gak asik banget" kata Haechan pelan sembari berjalan mendahului Renjun.

"Tunggu sebentar saya ambil motor dulu" Haechan hanya mengangguk menanggapi ucapan Renjun, pemuda manis itu lebih memilih termenung dengan pemikiran nya sendiri.

Haechan menggigit bibir bawahnya pelan ketika bayangan sang ibu yang tengah berbuka seorang diri hinggap di pikirannya.

Biasanya Haechan yang akan menemani sang ibu berbuka sembari membicarakan hal-hal random, walaupun dirinya tak pernah berpuasa tapi dia tak pernah absen untuk menemani sang ibu berbuka atau saur.

"Untung aja ibu gak tau kalau gue gak pernah ikut puasa, kalau sampai ibu tau bisa habis gue" kata Haechan sembari terkekeh pelan.

"Hayoh ketauan!" Haechan terlonjak kaget begitu begitu mendengar suara Renjun, dirinya begitu hanyut dalam pemikiran nya sendiri sampai-sampai tak menyadari Renjun sudah berdiri di hadapannya sembari berkacak pinggang.

"Aku kasih tau ibu kamu ya?" Haechan langsung menggeleng ribut begitu mendengar ucapan Renjun.

"Jangan dong, nanti kalau sampai ibu tau dia pasti makin kecewa sama gue. Pokoknya gue gak mau kalau itu sampe terjadi" Renjun hanya terkekeh pelan ketika melihat si manis yang sudah merengek di hadapannya.

"Gue bakal manggil lu ustadz mulai detik ini asal lu jangan cepuin masalah ini ke ibu" Renjun tersenyum lebar begitu mendengar ucapan si manis.

"Deal" Haechan menggeram kesal ketika melihat wajah Renjun yang sangat menyebalkan menurutnya.

"Asu koe!" kata Haechan kesal sembari mengacungkan jari tengah nya kearah Renjun.

Akhirnya setelah perdebatan yang lumayan tak penting itu kini keduanya sudah berada di pasar.

Awalnya niat Renjun hanya akan membeli es buah saja mengingat daging yang kemarin dia beli masih tersisa banyak, tapi niatnya itu dia urungkan ketika mengingat hari ini adalah pertama kalinya si manis akan menuntaskan puasanya sampai magrib. Jadi karena itu Renjun akan sedikit membahagiakan pemuda gembul itu.

"Kamu pilih yang kamu suka nanti saya yang bayar" Senyuman Haechan langsung mengembangkan begitu mendengar ucapan Renjun, pemuda manis itu tanpa banyak pikir langsung menghampiri penjual gorengan.

"Mas beli!" teriak Haechan riang sembari berjalan dengan semangat yang sudah menguasai dirinya.

"Mau berapa dek?" baru saja si manis akan menjawab tapi Renjun yang berada di belakangnya sudah berujar terlebih dahulu.

"Dua puluh ribu aja mas, campur yah?" si penjual mengangguk kemudian mulai memasukkan satu persatu gorengan yang di jualan nya kedalam kantong plastik kresek hitam.

"Mau apa lagi?" tanya Renjun begitu dirinya sudah membayar gorengan yang di inginkan si manis.

"Mau es campur, kayaknya habis cape-cape gini enak deh" Renjun sedikit menghela nafas begitu mendengar ucapan si manis.

"Tadi kan udah beli es buah, masa mau beli minuman lagi" Haechan merengut kesal begitu mendengar ucapan Renjun.

"kalau situ gak ikhlas ya ora usah" Renjun hanya mampu terkekeh pelan ketika melihat si manis yang sudah berjalan menjauhinya.

"Dasar bocah!" Akhirnya Renjun memilih pasrah membelikan semua yang Haechan mau daripada melihat pemuda gembul itu merajuk.

Setelah kegiatan mencari takjil mereka akhirnya memilih beristirahat sejenak di tepi sawah.

"Tad koe kok asu tenan yah?" Renjun mendelik begitu mendengar ucapan si manis.

"Saya salah apa lagi?" tanya Renjun heran, telinga pemuda tampan itu benar-benar sudah pengang sekarang ini.

Sebab sendari tadi si manis terus saja melontarkan kata makian untuknya. "Gak tau, tapi setiap ngeliat muka mu itu rasanya pengen tak hih" Renjun hanya terkekeh pelan mendengar ucapan si manis.

"Kamu yang krisis bahasa tau" kata Renjun sembari menoel pipi bulat si manis.

"Kok gue?" tanya Haechan tak terima.

"Kamu kan orang sunda" Haechan memiringkan kepalanya begitu mendengar ucapan Renjun.

"Terus?" tanya Haechan tak mengerti.

"Dari tadi kamu ngomong pake bahasa apa coba?, gak ada tau bahasa sunda kaya begitu" Haechan langsung melotot begitu mendengar ucapan Renjun.

"Lah iya" kata Haechan sembari tertawa kikuk.

"Kan bocah gendeng kamu tuh" kata Renjun sembari tertawa keras, Haechan yang tak terima pun langsung saja memukuli dada Renjun dengan brutal.

"Tuh kan koe asu tenan"

TBC

Gue udah gak ada ide jadi maaf kalau makin urakan begini.

kakak ustadz Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang