Rumah Sakit

831 169 42
                                    

Untuk kedua kalinya pemuda manis itu menginjakkan kakinya di rumah sakit, yang pertama adalah saat dirinya melahirkan Chenle dan yang kedua adalah sekarang. Haechan harus kembali menginjakkan kakinya di rumah sakit ketika dia mendapatkan kabar tak enak tentang sang suami.

"Suami gue gak bakal kenapa-kenapa kan no?" tanya Haechan sembari menggigiti kukunya sendiri.

"Kalau dia mati lu tinggal nikah lagi aja, cowok banyak kalau lu mau lurus lagi pun silahkan" kata Jeno santai sembari mengaruk pantatnya yang terasa gatal.

"Bangke lu, nyesel gue nanya sama manusia minim akhlak kaya lu" kata si manis kesal sembari memilih berjalan terlebih dahulu daripada harus beriringan dengan pemuda sipit itu.

Tak henti-hentinya pemuda manis itu terus merapalkan do'a di dalam hatinya sepanjang jalan, Haechan tak akan pernah sanggup hidup nanti jikalau sang suami sampai kenapa-kenapa.

Langkah Haechan terhenti ketika melihat sang anak yang tengah menangis keras sembari memeluk tubuh Jisung.

"Chenle!!" teriak Haechan sembari berlari kecil menghampiri kedua bocah itu.

"Mama!" teriak Chenle sembari berlari dengan sekuat tenaga menghampiri sang ibu.

"Kamu gak apa-apa kan sayang?" tanya Haechan sembari memutar-mutar tubuh sang anak dengan panik, mengecek apakah sang anak terluka atau tidak.

"Hiks.. Baba" kata Chenle sembari menatap wajah sang ibu dengan sedih.

"Baba bakal baik-baik aja sayang, kamu gak perlu sedih" kata Haechan sembari mengusap rambut sang anak dengan penuh kasih sayang.

"Hiks.. Kalau baba sampai mati gimana? Lele nanti gak punya ayah dong" si manis hanya tersenyum kecut begitu mendengar ucapan sang anak barusan.

'Jeno bangsat!!, awas aja lu entar' batin si manis kesal sembari mendo'a kan pemuda sipit itu agar masuk got seperti yang suami tampan nya alami.

"Nda!!" teriak Jisung senang begitu melihat sang ibu yang tengah berjalan ke arah mereka.

"Wih ni anak setan juga nangkring di mari?" kata Jeno sembari menggendong tubuh mungil Jisung.

"Anak lu itu no!!" teriak Haechan kesal sembari berusaha agar tak mengumpat, bisa jatuh harga dirinya jika mengumpat di hadapan sang anak.

"Hiks.. Nda sama yayah kok gak pernah jemput icung di sekolah?, jangan-jangan nda sama yayah udah gak sayang sama icung lagi ya?" tanya Jisung sembari menatap wajah sang ibu dengan mata yang sudah berkaca-kaca.

"Elah gaya lu tong udah sok sad boy bener, masih bocah aja udah merasa yang paling tersakiti lu" kata Jeno sembari mengusak rambut hitam sang anak dengan penuh kasih sayang.

"Hiks.. Habisnya icung juga kan mau di jemput nda sama yayah kayak Chenle yang di jemput sama baba nya" kata Jisung sembari menatap sang ibu dengan kesal.

"Rumah lu tong entar gak beres-beres kalau gue jemput lu di sekolah, katanya mau tetanggaan sama Chenle kan? Makanya jangan ngeluh terus entar kalau rumah nya udah beres nda yang bakal nganter jemput kamu ke sekolah. Sekalian yayah juga nanti ikut kalau lagi gak sibuk kerja" senyuman Jisung sukses merekah begitu mendengar ucapan sang ibu barusan.

"Yeay!!, sayang nda!!" teriak Jisung senang sembari memeluk leher sang ibu.

Cklek

Atensi mereka teralih ke arah pintu ruangan tempat Renjun di rawat, dengan tergesa si manis menghampiri seorang dokter yang baru saja keluar.

"Keadaan suami saya gimana dok?" tanya si manis tak sabaran.

"Anda keluarga nya?" tanya dokter itu.

"Iya, saya istrinya" dokter itu sedikit terkejut begitu mendengar ucapan Haechan barusan.

"Ekhem, baiklah kalau begitu kita bicara di ruangan saya saja" kata dokter itu sembari berjalan terlebih dahulu, kemudian di ikuti oleh Haechan. Si manis lebih memilih menitipkan Chenle bersama dengan Jeno dari membawa bersamanya.

Begitu sampai di ruangan bercat putih itu Haechan langsung di persilakan duduk, pemuda manis itu dengan ragu-ragu duduk di hadapan dokter muda itu sembari menggigiti kukunya.

"Keadaan suami ibu agaknya kurang baik" jantung si manis seakan berhenti berdetak begitu mendengar ucapan dokter itu barusan.

"Suami saya kenapa dok?" tanya si manis tak sabaran.

"Saya sarankan suami ibu harus segera di larikan ke rumah sakit jiwa karena saya yakin kalau dia sudah rada-rada gila, sepanjang pemeriksaan tadi suami ibu terus teriak-teriak pengen ngewein ibu. Katanya pengen ngewein ibu di depan seluruh warga desa kata suami ibu pasti bakal seru, jadi saya sangat yakin kalau suami ibu itu harus segera di larikan ke rumah sakit jiwa" pipi bulat si manis sukses memerah begitu mendengar ucapan dokter muda itu barusan.

"Kalau untuk kondisi fisik nya tak perlu ada yang di khawatirkan suami ibu hanya mengalami cedera punggung ringan, mungkin akan segera sembuh dalam beberapa minggu ke depan" si manis hanya mampu mengangguk kaku menanggapi ucapan dokter itu.

"Apa ada hal yang lain lagi dok?" dokter itu menggeleng sembari menatap si manis dengan prihatin.

"Kalau begitu saya permisi" kata si manis sembari buru-buru keluar dari dalam ruangan dokter muda itu.

"Mas Renjun!!" teriak si manis sembari menutupi wajahnya yang memarah menggunakan kedua telapak tangannya, rasanya sangat sia-sia karena sudah mengkhawatirkan suami tampan nya itu.

"Nasib-nasib punya suami ustadz tapi modelan jamet kelurahan"

TBC

Chap kali ini aneh gak sih?.

kakak ustadz Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang