Renjun melirik sekilas ke arah si manis yang tengah menatapnya dengan tajam, pemuda tampan itu meringis pelan kala melihat wajah Haechan yang tampak sangat menyeramkan sekarang ini.
"Jadi gimana a'?, aa' mau kan berbuka puasa bersama dengan saya?" tanya seorang wanita berjilbab merah yang tengah menatapnya dengan malu-malu.
"Alisha, kenapa kamu mau berbuka puasa bersama dengan saya?. Bersama dengan seorang pemuda yang baru saja kamu temui tadi pagi" tanya Renjun sembari menatap wanita yang tengah duduk di sampingnya itu dengan datar.
"Sebentar lagi kita kan akan segera menikah, jadi alangkah baiknya jika kita mulai mendekatkan diri dari sekarang" Jawab wanita cantik itu sembari menatap wajah tampan Renjun dengan penuh puja.
"Alisha, ingat. Saya tak pernah mengatakan setuju untuk menikahi kamu jadi tolong jangan terlalu berharap lebih kepada saya. Jika ini bukan permintaan langsung dari kedua orang tua saya, mungkin saya sudah menolak mentah-mentah rencana perjodohan ini tapi karena bakti saya sebagai seorang anak saya dengan sangat terpaksa menerima kamu menjadi calon istri saya" kata Renjun ketus seraya berdiri dari duduknya.
"Tak apa, saya paham menikahi seseorang yang baru di kenal memang tak akan mudah. Tapi saya berjanji akan menjadi istri yang baik kelak untuk aa' jadi saya mohon dengan sangat bukan lah sedikit hati aa' untuk saya, aa' tak perlu terburu-buru untuk bisa menyukai saya lakukan saja secara perlahan. Pernikahan kita pun akan digelar tiga bulan dari sekarang, jadi dalam tiga bulan ke depan saya harap rasa suka untuk saya akan tumbuh di hati aa'." kata wanita cantik itu seraya tersenyum dengan sangat amat manis.
"Hmm, baiklah. Kita bicarakan hal ini besok pagi saja untuk sekarang kamu pulang lah terlebih dahulu, sekarang ini saya sedang butuh untuk sendiri" kata Renjun seraya berlalu masuk ke dalam rumah, meninggalkan Alisha dan Haechan yang tengah tertegun mendengar ucapannya barusan.
Haechan melirik ke arah Alisha yang tampak tengah menangis, si manis yang merasa iba pun akhirnya menghampiri wanita cantik itu.
"Teteh pulang dulu saja, untuk sekarang sepertinya ustadz Renjun tak bisa di ajak bicara baik-baik. Mungkin teteh akan merasa lebih sakit hati lagi jika memaksa tetap tinggal" Alisha hanya tersenyum manis menanggapi ucapan Haechan, begitu mendengar ucapan lembut yang Haechan lontarkan Alisha merasa sedikit kecewa karena bukan pemuda baik hati seperti Haechan yang menjadi calon suaminya.
"Makasih a'." kata Alisha seraya mulai berjalan menjauhi rumah Renjun, dengan sejuta rasa sakit hatinya akibat perkataan calon suaminya yang begitu menusuk ke hati itu Alisha pulang ke rumah nya dengan berlinang air mata.
Haechan menatap kepergian Alisha dengan tatapan yang tak bisa di artikan, kemudian dengan kasar pemuda manis itu mendudukkan tubuh berisi nya di atas kursi yang tadi Renjun tempati.
Haechan meremat pakaiannya dengan erat kala bayang-bayang Renjun yang akan segera menikah hinggap di pikirnya, kemudian dengan penuh amarah pemuda manis itu memukul dada nya sendiri kala rasa sesak hinggap disana.
"Hiks... Renjun jangan tinggalin gue" gumam si manis lirih seraya menundukkan kepalanya, membiarkan air mata kesedihan nya itu membasahi lantai rumah milik Renjun.
Cklek
"Tak akan pernah, sekalipun tak pernah terlintas di pikirin saya untuk meninggalkan kamu" Haechan tersentak kaget kala mendengar suara Renjun, dengan gerakan pelan pemuda manis itu menoleh ke arah Renjun yang tengah tersenyum amat manis kearahnya.
"Maafkan saya yang tak akan pernah bisa menolak titah kedua orang tua saya, meskipun demikian saya tetap tak mau jika harus kehilangan kamu" kata Renjun seraya berjongkok di hadapan si manis.
"Haechan saya mencintai kamu, sangat. jadi tolong bersabar lah sebentar saja ya sayang, saya akan berusaha untuk mencari cara agar kita tetap bersama" Haechan menggeleng pelan kala mendengar ucapan Renjun, pemuda manis itu tak ingin egois dengan memaksa Renjun untuk tak meninggalkan nya.
"Nikahi saja wanita itu, aku ikhlas jika memang dia takdir mu. Aku rela jika harus melepaskan mu bersama dengan seorang wanita yang sepertinya sangat mencintaimu dengan amat sangat tulus" Renjun menangis sejadi-jadinya di atas paha Haechan, pemuda tampan itu benar-benar tengah merasa tak berdaya sekarang ini. Renjun akui sekuat apapun rasa cintanya untuk pemuda manis itu tapi tetap saja kedua orang tuanya lah yang tetap berkuasa utuh atas dirinya.
"Hiks... Saya rasanya benar-benar tak sanggup jika harus hidup tanpa kamu Chan, saya bersumpah demi apapun kamu itu sudah seperti oksigen bagi saya sekarang ini Chan. Jika kamu pergi dari saya rasanya untuk bernafas pun akan susah untuk saya" tutur Renjun seraya menumpahkan keluh kesahnya di hadapan makhluk manis yang sangat dia cintai.
"Chan" panggil Renjun pelan seraya berdiri dari duduknya di atas lantai, kemudian dengan penuh kasih sayang pemuda tampan itu mengusap rambut hitam si manis.
"Apa tak ada tempat dimana kita berdua bisa bersama? Apa tak ada tempat dimana saya bisa menjadikan kamu milik saya seutuhnya tanpa harus memikirkan hal lain?, saya ingin pergi ke tempat yang seperti itu chan tempat dimana kita bisa mengukir kasih tanpa harus mendengar omong kosong orang-orang. Hiks... Saya benar-benar merasa tak berdaya sekarang ini" kata Renjun seraya menangkup pipi bulat si manis dengan penuh kasih sayang, kemudian kedua ibu jarinya mengusap kulit lembut itu dengan penuh ke hati-hatian
"Kamu mau menunggu kan?" Haechan hanya mengangguk pelan menanggapi ucapan Renjun yang masih tak pasti itu.
"Apa kedepannya kalian akan sering bertemu?" tanya Haechan kesal seraya memandang wajah tampan itu dengan datar.
"Entahlah" Jawab Renjun seraya memandangi wajah manis itu dengan penuh kekaguman.
"Oh?" Haechan menatap wajah tampan Renjun dengan datar, kemudian pemuda manis itu mendorong tubuh Renjun untuk menjauh darinya.
"Liat cewek mulus dikit kayaknya iman situ langsung goyah yah? " kata Haechan sinis.
"Renjun bangsat!"
TBC
hayoh Haechan di apain itu?, wkwkwk.
Gue kasih konflik dikit ya biar gak garing-garing amat.
Chap nya mau sampai Haechan dan Renjun menikah atau cuma sampai konflik mereka selesai?