Haechan menangis sejadi-jadinya seraya memeluk tubuh ringkih sang ibu tiri dengan begitu erat, pemuda manis itu menjerit sekeras mungkin kala tangan bapak mencoba menyentuh tubuh berisi nya yang tengah bergetar dengan hebat.
"Haikal jangan keras kepala" kata bapak sembari menatap anak bungsu nya yang tengah menangis itu dengan tajam.
"Hiks... Gak mau!, Haikal gak mau pak!. Tolong jangan paksa Haikal untuk ikut bersama dengan mereka" teriak Haechan sekeras mungkin seraya berusaha melepaskan tangannya yang tengah di cengkeram erat oleh bapak.
"Nak sudah, nak. Tolong jangan buat ibu semakin merasa bersalah dengan sikap kamu yang seperti ini, cukup dulu ibu merusak kehidupan bahagia kamu dengan hadir di tengah-tengah antara ibu dan ayah kandung kamu. Dan sekarang ibu tak ingin bersikap egois untuk yang kedua kalinya dengan memisahkan kamu dan ibu kandung kamu" tangisan ibu tiri Haechan pecah juga pada akhirnya kala wanita paruh baya itu melihat si manis yang tengah meronta di dekapan sang Suami.
Renjun hanya mampu menghela nafas kasar kala melihat Haechan yang tengah menangis dengan histeris seraya memanggil-manggil nama sang ibu tiri.
"Saya tunggu di mobil" kata Renjun dingin seraya berlalu pergi, meninggalkan Alisha dan Jeno yang tengah menatapnya dengan penuh prihatin.
"Mantan lu temenin gih" kata Jeno sembari menyenggol bahu Alisha dengan pelan.
"Gak, makasih atas sarannya" kata Alisha sembari menatap sang kakak dengan penuh permusuhan.
~~~~~~~~~~~~~~~~~~
Renjun berjalan dengan gontai ke arah mobil hitam miliknya yang terparkir lumayan jauh dari rumah milik ayah si manis.
"Ahk! Sialan!, kenapa semuanya malah menjadi rumit begini?" teriak Renjun kesal seraya mengacak surai hitamnya dengan kasar, pemuda tampan itu sekarang ini benar-benar tengah di landa amarah. Mengingat bagaimana si manis yang tak mengenali nya sama sekali mampu membuat perasaan marah nya semakin menjadi.
Tolong siapapun ingatkan Renjun, jikalau pemuda tampan berusia duapuluh delapan tahun itu adalah seorang ustadz. Karena mungkin sekarang ini Renjun benar-benar sudah lupa dengan jati dirinya sendiri, bisa di lihat dari bagaimana tata bahasa Renjun yang sekarang ini mulai berubah yang tadinya tutur kata yang pemuda tampan itu lontarkan begitu halus dan terkesan sangat lembut itu kini berubah menjadi kasar dan penuh makian.
"Sialan, sialan" Renjun benar-benar sudah sangat frustasi dengan situasi yang begitu berat untuknya ini, dirinya benar-benar tak sanggup jika memang harus kehilangan si manis pada akhirnya.
"Memangnya ada ya ustadz yang suka ngumpat kaya situ?" tubuh Renjun terlonjak kaget kala tiba-tiba saja suara yang begitu dirinya amat rindukan terdengar, pemuda tampan itu dengan buru-buru menoleh ke arah Haechan yang tengah berdiri tak jauh darinya.
"Haechan?" tanya Renjun seraya menatap wajah manis milik Haechan yang tengah berlinang air mata itu dengan tatapan tak percaya miliknya.
"Nama lu Renjun kan?" detik itu juga perasaan bahagia yang baru saja hinggap di hatinya hilang begitu saja di gantikan oleh perasaan kecewa yang sudah hinggap di hatinya sejak kemarin.
"Iya" Jawab Renjun singkat sembari tersenyum teramat manis ini.
"Itu nama saya" lanjut nya seraya mengusap air matanya yang keluar tanpa permisi dengan kasar.
"Tad" jantung Renjun mendadak berdetak dengan tak beraturan begitu mendengar satu nama yang Haechan lontarkan, pemuda tampan itu benar-benar begitu merasa bahagia hanya karena panggilan singkat itu.
"Kenapa?" tanya Renjun singkat sembari menatap wajah si manis yang tampak memerah itu dengan tajam.
"Maaf untuk sekarang ini kayaknya gue bener-bener belum bisa inget sama lu dan kenangan yang pernah kita lewatin sebelumnya, gue juga mau minta maaf buat yang kemarin kalau misalkan sikap gue kurang sopan. Dan juga tolong jangan terlalu maksa gue buat inget sama semuanya
dulu, gue minta waktu untuk hal itu" kata Haechan panjang lebar sembari tersenyum teramat manis manis."Jadi oleh karena itu gue harap lu mau bersabar dan mau ngerti sama kondisi yang lagi gue alamin sekarang ini" lanjut si manis seraya mendudukkan tubuh berisi nya di atas kursi panjang yang terletak tak jauh dari tempat Renjun berdiri.
"Bear" panggil Renjun seraya berlari ke arah si manis yang tengah menatapnya dengan bingung.
"Tentu saja, tentu saja sayang. Tak masalah bagi saya menunggu lama jika untuk kamu" kata Renjun sembari membawa tubuh berisi itu ke dalam pelukannya.
Haechan mengerjapkan matanya kala mendapatkan perlakuan tiba-tiba dari Renjun, pipi bulat si manis memerah kala dengan kurang ajar nya pemuda tampan itu mencium bibir nya tanpa permisi.
Bruk
Renjun meringis pelan kala pantatnya langsung mencium tanah, pemuda tampan itu dengan tatapan penuh tanda tanya milik nya menatap ke arah si manis yang tengah menatapnya dengan sengit.
"Dasar gak tau malu!" kata Haechan kesal sembari berlalu pergi meninggalkan Renjun yang masih masih terduduk di atas tanah.
"Kayaknya susah nih kalau saya mau minta cium" kata Renjun sembari terkekeh pelan.
Ini langkah pertama untuknya bisa mendapatkan manisnya lagi.
TBC
Sorry kalau ceritanya makin aneh, soalnya ide gue udah bener-bener mentok.
Dan juga gue mau minta sebelumnya kalau narasi yang gue buat lebih banyak daripada percakapan nya, soalnya gue itu orang nya suka mati topik banget.
Sedangkan gue kalau nulis cerita tuh kata-kata nya harus 800-an lebih ataupun pas, dan nyari kata-kata sebanyak itu lumayan susah buat gue yang terbilang gak cukup pinter buat bikin ginian.
Makannya narasi nya gue bikin sepanjang mungkin biar ceritanya gak pendek-pendek banget.
Jadi tolong di maklumin aja ya, hehehe.