Part 7

5.7K 283 5
                                    

Part 7

Isabella tahu neraka dalam hidupnya baru saja dimulai. Keesokan paginya, Isabella mendapat sederet tugas. Dari menyapu, mengepel, membersihkan jendela. Intinya memastikan seluruh rumah bersih. Pekerjaan tersebut sebenarnya tidak berat, masalahnya rumah Dominic sangat besar dan luas. Belum lagi tugas tambahan mengurus taman.

Isabella tidak punya pengalaman mengurus kebun bunga. Jika hanya sekadar menyiram dan mencabut rumput, tentu Isabella bisa, tapi tidak dengan memupuk atau merapikan bongsai. Pengalaman Isabella tentang itu nyaris tak ada.

Setelah sarapan, yakni teh manis dan setangkup sandwich, Isabella mulai bekerja. Rumah terasa sangat sepi. Benar-benar lengang. Tak tampak orang lain selain Setyo dan Damar yang dengan setia mengawasinya. Sepertinya juru masak yang sebelumnya menyiapkan makanan Isabella, juga pengurus-pengurus rumah, sudah dipecat sebagaimana intruksi Dominic.

Isabella mulai menyapu dari teras, lalu ruang tamu, ruang keluarga, hingga ke dapur. Kemudian mengepel.

Setelah itu ia melakukan hal yang sama di lantai atas. Keringat membasahi tubuhnya. Sesekali Isabella menyeka keringat di kening.

Diam-diam Isabella mengutuki Dominic yang menyiksanya seperti ini. Sesekali nama Katerine mewarnai gerutuannya.

Selesai mengepel, Isabella duduk di kursi di balik meja makan dengan napas yang sedikit tersengal. Segelas air putih terhidang di depannya.

Ia tidak bisa terus-terusan seperti ini. Ia harus mencari tahu siapa Katerine, bahkan apabila bisa menemukan wanita itu—meski sangat mustahil mengingat ia kini ditawan. Sekarang yang terpenting mencari informasi tentang pencuri berlian itu dulu.

Isabella meneguk air putihnya hingga tandas, lalu meninggalkan ruang makan.

Di lantai bawah ada empat kamar tidur. Isabella mulai menyusurinya satu demi satu. Akan tetapi ia harus dihempas kecewa. Kamar-kamar tersebut kosong.

Tak berputus asa, Isabella melanjutkan penyisiran ke lantai atas. Setyo dan Damar tidak berkata apa-apa tapi dengan setia mengawasi.

Ketika Isabella akan membuka sebuah pintu kamar, Setyo bersuara. "Itu kamar kami, Nona Isabella."

Isabella terkejut dan berbalik.

"Apa yang sebenarnya Nona cari? Tidak ada apa-apa di rumah ini."

Isabella menggigit bibir. "Aku hanya ingin melihat-lihat."

"Semua kamar di sini kosong, kecuali kamar Nona dan kami," jelas Damar.

"Baiklah." Dengan muram Isabella berlalu dan berjalan menuju kamarnya. Ia akan beristirahat sejenak, baru kemudian melihat kulkas, apa yang bisa dimasak untuk makan siang nanti. Isabella lega tidak ada perintah memasak untuk Setyo dan Damar, atau pun Dominic. Alangkah melelahkan jika ia juga harus memasak untuk mereka.

***

Gedung kantor Dominic terletak di pusat kota Surabaya. Bangunan lima lantai tersebut diisi oleh staf-staf inti dari semua sektor bisnisnya. Ruangan Dominic terletak di lantai teratas.

Didampingi Lavanya, sekretarisnya yang berusia 25 tahun, Dominic meninggalkan ruang rapat. Keduanya bercakap-cakap sejenak seputar pekerjaan, lalu Dominic masuk ke ruangannya.

Bertepatan dengan Dominic duduk di kursi singgasananya, ponselnya berdering. Dominic menyusupkan tangan ke saku celana dan meraih ponsel.

Pada layar, tertera nama sang ibu sebagai pemanggil.

"Ya, Ma?" ucap Dominic saat menerima panggilan. Ia duduk dengan pendengaran fokus pada ponsel.

"Sayang, maafkan mama. Mama lupa mengabarimu. Hari ini mama tidak memasak. Ada acara makan siang dengan teman papamu."

Over PossessiveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang