Part 28

1.5K 107 3
                                        

Part 28

Jumat petang itu cuaca mendung. Isabella membersihkan halaman rumah dengan diawasi oleh Randy dan Aldo. Keduanya benar-benar seperti gunung salju, sangat berbeda dengan setyo dan damar.

Setyo dan damar akan berbicara akrab dengan Isabella, juga membantunya mengurusi kebun bunga, sementara kedua pengawal baru itu sama sekali tidak berbicara dengan Isabella kecuali penting. Dan lihatlah sekarang, Isabella membersihkan kebun bunga sendirian. Keduanya sedikit pun tidak membantu.

Ini salah dirinya, pikir Isabella. Jika ia tidak mencoba melarikan diri waktu itu, setyo dan damar tidak akan dipecat dan diganti dengan dua gunung salju yang menyebalkan itu. Bagi Isabella, Randy dan Aldo menyebalkan bukan karena keduanya tidak membantunya membersihkan kebun bunga, melainkan, ditawan tanpa teman mengobrol benar-benar membuat harinya menjadi sepi dan membosankan. Waktu terasa sangat lamban berlalu meskipun ia terus sibuk dengan berbagai pekerjaan dari Dominic.

Isabella menghela napas sedih. Entah bagaimana nasib kedua pengawal itu saat ini. Apakah mereka sudah mendapatkan pekerjaan baru? Apakah keduanya marah pada Isabella?

Rasa bersalah menyusup masuk ke dada Isabella. Ia kembali menghela napas sedih.

Dan dengan perasaan suram, Isabella menyelesaikan pekerjaannya sore itu. Menjelang senja, ia pun bersiap meninggalkan halaman. Meski sedang sedih, ada sedikit rasa gembira mengingat besok adalah Sabtu dan ia terbebas dari Dominic. Ia tak perlu memasak untuk pria itu dan keluarganya.

Rasa senang itu membakar semangat dalam diri Isabella, perlahan-lahan menyingkirkan kemuraman hatinya.


Baru saja Isabella berjalan beberapa langkah, ia mendengar suara mobil yang berhenti di gerbang. Isabella berbalik dan melihat gerbang terbuka sementara sekuriti yang berjaga mengangguk hormat pada si pengemudi. Mobil pun melenggang masuk lalu berhenti tak jauh dari tempat Isabella berdiri.

Isabella punya firasat rencananya memanjakan diri malam ini akan gagal total.

Seorang pria berpenampilan celana kain jahitan khusus dan kemeja putih yang lengannya digulung sebatas sikut, melangkah keluar dari mobil.

Isabella pikir, akhir pekan akan membebaskannya dari sang penawan untuk sejenak, tapi lihatlah, dia di sini sekarang.

Dominic memandang Isabella dari ujung rambut hingga ujung kaki. Meski tahu penampilannya saat ini sangat berantakan, dengan rambut yang lepek oleh keringat dan wajah lelah, Isabella tak berusaha memperbaiki penampilannya agar tampak lebih baik di mata Dominic. Toh, ia tawanan. Ia juga tak berminat menarik perhatian pria itu

"Aku senang kau bekerja sangat keras, Isabella."

Isabella tidak menanggapi perkataan pria itu. "Apa yang kau lakukan di sini?"

"Ahh, kau tampak tak senang dengan kehadiranku."

Isabella tentu saja tidak senang, karena rencananya malam ini berantakan gara-gara kehadiran Dominic. Tanpa menanggapi Dominic, ia berbalik dan berjalan menuju rumah. Pria itu mengikutinya di belakang.

"Aku ingin kau sudah siap dalam tiga puluh menit," kata Dominic saat mereka tiba di beranda.

Isabella berbalik dan memandang pria itu. "Apa maksudmu?"

"Kita akan makan malam di luar."

"Tapi kenapa?" Isabella menatap Dominic bingung.

"Aku pikir kau mungkin bosan di rumah terus-terusan."

Isabella menatap pria itu semakin heran. "Kenapa kau tiba-tiba baik hati?"

Tanpa sadar Dominic tergelak. "Kau terlalu menaruh curiga."

...Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang