10

4.8K 262 10
                                    

maaf baru sempat update. kemarin-kemarin sibuk banget. met baca. moga suka. jangan lupa vote dan komen ya. makasih.

Part 10

Isabella baru bisa keluar dari kamar saat jam dinding menunjukkan pukul 06.23 WIB. Setelah mengucapkan selamat pagi pada Setyo dan Damar, Isabella beranjak ke dapur. Kedua pengawal itu dengan setia mengikutinya.

"Apa Pak Setyo dan Pak Damar mau kopi?" tanya Isabella saat tiba di dapur.

Setyo dan Damar saling berpandangan, lalu menggeleng nyaris bersamaan.

"Kami bisa membuatnya sendiri, Nona," kata Setyo.

"Kami tak mau merepotkan," tambah Damar.

"Aku tak merasa direpotkan," balas Isabella.

Lalu Isabella membuat segelas teh panas yang tidak terlalu manis dan dua cangkir kopi hitam untuk Setyo dan Damar.

"Ayo, duduk, Pak," kata Isabella setelah menghidangkan dua cangkir kopi ke atas meja.

Melihat keengganan Setyo dan Damar yang pastinya merasa sungkan, Isabella tersenyum. "Ayo, Pak, duduk. Tidak apa-apa."

Dengan ragu Setyo dan Damar duduk bersisian tepat di seberang Isabella.

"Apa tidur kalian nyenyak tadi malam?" tanya Isabella sambil menyesap teh. Isabella sebelumnya belum pernah bercakap-cakap seperti ini dengan keduanya. Namun ia pikir, mereka tinggal serumah, jadi komunikasi harus aktif.

"Nyenyak, Nona," sahut Damar.

Isabella mengangguk-angguk. "Syukurlah. Omong-omong, panggil aku Bella."

Setyo dan Damar menunjukkan raut keberatan.

"Kami tak berani, Nona, Pak Dominic akan marah."

"Kenapa dia marah?" Isabella mengerut kening. "Memanggil namaku tak ada kaitannya dengannya."

"Tapi—"

"Aku tak nyaman dipanggil Nona," Isabella memotong perkataan Damar yang belum selesai terucap.

Setyo dan Damar saling memandang, lalu berucap nyaris serentak, "Baiklah."

"Kau boleh memangil aku Damar," kata Damar.

"Panggil aku Setyo," imbuh Setyo.

"Baiklah." Isabella tersenyum, lalu kembali menyesap tehnya. "Aku akan berkebun pagi ini."

Damar dan Setyo menyesap kopi, tidak berkomentar tentang perkataan Isabella.

"Tapi aku sama sekali tidak tahu tentang merawat bunga. Apa menyiram dan mencabut rumput saja, cukup?" Isabella menatap kedua pria berusia pertengahan tiga puluh tahun itu.

Damar meletak cangkir kopinya ke meja. "Untuk saat ini itu saja cukup, Nona, eh, Bella."

"Kami akan membantu," imbuh Setyo.

Damar mengangguk mengiyakan.

Isabella tersenyum. Sepertinya kini hubungan mereka bukan lagi pengawal dan tawanan, tapi teman. "Terima kasih, Setyo, Damar."

***

Pagi ini mendung. Tidak seperti pagi dengan cuaca cerah, hari ini tidak ada sinar matahari pagi masuk ke dalam ruang kerja Dominic. Hanya cahaya redup yang masuk melalui dinding kaca yang membentang dari lantai hingga langit-langit.

Dominic duduk di kursi singgasananya. Tidak seperti biasanya yang sibuk bekerja, pagi ini pria itu melamun. Ia memutar-mutar pena di atas meja dengan jari telunjuknya. Pikirannya penuh dengan mimpinya tadi subuh.

Over PossessiveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang