Part 26
Dominic memperhatikan Isabella yang sedang menyusun rantangan ke atas meja di hadapannya. Bibir gadis itu cemberut, pertanda tak senang.
Isabella menuang nasi dari rantangan ke piring, meletakkan sepasang sendok dan garpu, lalu menyodorkannya kepada Dominic. Tak lupa gadis itu menuangkan segelas air putih.
Setelah itu, Isabella bersiap pergi.
"Kau tak makan?" tanya Dominic.
Isabella menggeleng. "Aku mau mandi."
"Kenapa tidak makan dulu?"
Isabella menatap Dominic dengan kesal. "Apa kau juga mengatur kapan aku makan dan mandi?"
Dominic menyeringai. "Pintar."
"Kau serius?"
"Tentu! Aku memaksamu makan bersamaku sekarang."
Isabella memutar bola mata. "Ini tidak lucu, Dominic!"
"Memang tidak. Apa yang lucu dari memintamu makan siang bersamaku? Tidak ada."
"Kau benar-benar menyebalkan! Kau tahu maksudku, aku tak ingin diatur!"
"Sayangnya kau tawananku, jadi kau harus patuh."
Isabella mendengkus.
"Tunggu apa lagi? Cepatlah! Aku sudah lapar."
Sambil menggerutu, Isabella pergi mengambil piring.
Dominic memperhatikan gadis itu, yang meski tampak sedikit berantakan usai memasak, tapi masih cantik dan seksi. Isabella memang calon istri idaman.
Kening Dominic berkerut.
Apa yang terjadi padanya? Bagaimana mungkin ia berpikir gadis pencuri berliannya itu adalah calon istri idaman? Ia pasti sudah gila.
Isabella bergabung dengan Dominic di meja makan. Keduanya pun makan tanpa mengobrol.
Usai makan, Isabella merapikan dan membersihkan meja. Dominic masih tak beranjak dan mengamati semua aktivitas gadis itu.
"Semua sudah selesai, aku akan mandi dan istirahat," kata Isabella. Gadis itu bersiap meninggalkan ruang makan.
"Tunggu."
Isabella yang baru berjalan beberapa langkah, berbalik. "Apa lagi?"
"Kemari."
Dengan wajah ditekuk, Isabella menghampiri Dominic.
Dominic menyusupkan tangan ke saku celana, mengambil kertas nota yang tadi ia sobek saat akan meninggalkan kantor, dan mengulurkannya ke meja di hadapan Isabella, lengkap dengan pena.
"Untuk apa ini?" Isabella menatap kertas tersebut dengan bingung.
"Aku ingin kau menulis pesan untuk diletakkan di apartemen Daysi. Katakan kau pergi keluar kota untuk bersembunyi dariku."
"Kau licik!"
Dominic menyeringai. "Kau tentunya sudah bercerita tentangku padanya, kan? Aku tak mau dia curiga dan melapor ke polisi."
"Kau takut?"
Seringai Dominic semakin lebar. "Tidak sama sekali. Aku hanya tak ingin kau mendekam di penjara."
"Aku tak akan berada di sana! Aku tidak mencuri berlianmu!"
"Kau terlihat sangat yakin saat ini, tapi aku tahu ini hanya sandiwara."
Isabella mengembus napas dari mulut dengan kesal. "Bagaimana cara aku meyakinkanmu kalau aku bukan pencuri berlian sialan itu??" tanyanya putus asa.
"Tidak ada. Aku sudah mengecek kartu keluargamu. Kau anak tunggal. Kau sendiri mengonfirmasi bahwa kau tak punya saudari kembar."
