"Selamat sore tuan, ada tiga anak SD yang ingin menghubungimu, mereka adalah anak sekolah, dan di antara anak sekolah ini adalah anak Desmond," ucap wanita itu.
***
"Selamat sore, pak," ucap Damian sopan saat memegang benda bersuara itu.
"Ada keperluan apa, nak?"
"Maaf sebelumnya karena saya dan teman-teman saya mengganggu waktu bapak ... saya memiliki tugas wawancara dari sekolah ...." Jelas Damian panjang lebar, sementara wanita itu kembali sibuk dengan pekerjaannya, dan Becky dan Anya menyimak Damian berbicara dengan pemilik restoran.
"Ini bukunya Becky." Damian menyodorkan buku yang baru saja dia keluarkan dari tasnya pada Becky. Becky pun membuka buku itu, sebelumnya Damian mengajak mereka pergi ke meja makan agar santai saat mengerjakan tugas.
Saat sudah tiba di meja makan, ketiga bocah itu itu duduk. Becky duduk di tengah, Anya duduk di sebelah kanan dan Damian di sebelah kiri.
Damian sibuk berbicara dengan pemilik restoran dan Becky sibuk mencatat. Sementara Anya hanya diam tak melakukan apa-apa.
"Masakan-masakan di tempat ini terinspirasi dari teman kerjanya," bisik Damian ke Becky. Becky mengangguk kemudian lanjut menulis. Saat itu Anya tetap diam dan merasa dirinya tidak bisa diandalkan. Puncaknya dia merasa diabaikan.
"Becky?"
"Iya?" sahut Becky yang sibuk menulis.
"Sekarang giliranku yang mencatat."
"Ooh maaf! Aku lupa kalau ini adalah tugas kelompok."
Gadis itu benar-benar lupa karena terlalu fokus menulis. Dia pun memberikan buku itu kepada Anya, tidak lupa dengan bolpennya.Anya mulai menyimak pembicaraan Damian dengan sipemilik restoran lewat telepon, dan mulai menulis.
Tidak butuh waktu yang sangat lama, akhirnya tugas mereka telah selesai.
"Yosh, pertanyaan pertama bagian sudah berapa lama restoran ini berdiri, dan terakhir apa motivasi pemilik membangunkan restoran ini akhirnya sudah selesai," ucap Anya lega sambil mengusap dahinya.
"Bagus, bagus, bagus!" ucap Becky senang juga ikut merasa lega.
"Apa hanya pertanyaan-pertanyaan itu yang kau tanyakan nak?" tanya pemilik restoran dari sana.
"Iya pak. Terimakasih banyak sudah meluangkan waktu bapak untuk kami pak," kata Damian dengan sopan.
Pemilik restoran di sana pun mengangguk, sangat kagum mendengar cara berbicara bocah SD seorang Damian Desmond yang terhormat. Meskipun masih bocah kelas 5 SD, cara berbicaranya dewasa sekali.
"Iya sama-sama, kalau suatu hari kau membutuhkanku atau ingin berbicara lagi denganku, kau bisa meminta nomor teleponku, nak. Kalau bisa kita bisa bertemu di lain hari," kata pemilik restoran itu panjang lebar sambil tersenyum. berharap Damian memberikan nomor teleponnya.
Membuat kepaa Damian sedikit pusing mendengarnya. Sejenak dia membisu. Kalau dia mengatakan 'Terima kasih tapi aku tidak membutuhkanmu lagi' itu adalah kalimat yang kurang tepat untuk dia katakan.
"Nak? Kenapa hanya diam? Ayo berikan nomor teleponmu nak," ucapnya sekali lagi.
"Maaf, tapi aku tidak punya nomor telepon."
"Apa?" Pemilik restoran itu terkejut.
"Iya pak, baiklah, saya berterima kasih sekali lagi karena bapak sudah meluangkan waktu bapak untuk kami, selamat sore." Damian langsung menutup telepon.
"Astaga, jaman sekarang ini, mana ada orang yang tidak memiliki nomor telepon, apalagi kau anak Desmond," ucap Becky sambil tertawa.
"Kalau bapak itu tidak tahu kalau aku adalah anak Desmond, sudah pasti bapak itu tidak mau menerima teleponku dan langsung mematikannya. Kasir tadi juga sebelumnya tidak mau membantu kita," kata Damian tak habis pikir.
"Ini karena berkat Anya," ucap Becky sambil tersenyum lalu melihat Anya.
"Berkat Anya?" ucap Anya yang sebenarnya dia tak percaya diri dan merasa dirinya tak berguna.
"Ya, ya. Ya sudahlah, akhirnya tugasnya sudah selesai, mana catatannya aku ingin lihat," pinta Damian tidak sabar, kemudian Anya memberikan buku itu padanya.
"Tulisan apaan ini? Ini ... tidak terbaca sama sekali!?" Damian membatin. Matanya terfokus pada tulisan bagian bawah. Yang pastinya dia sudah tahu bahwa tulisan itu adalah hasil dari Anya.
"Tulisannya anak itu tidak pernah berubah dari dulu!" batinnya sekali lagi.
"Hei, apa-apaan ekspresimu itu? Becky menyadari raut wajah Damian yang tidak beres. Tidak enak sekali dipandang.
Dia pun mendekati Damian, dan melihat isi buku itu, dan pada akhirnya ekspresinya juga ikutan tidak beres.Sementara Anya syok, karena tahu penyebab ekspresi mereka berdua, tentu saja karena melihat tulisannya yang sangat buruk.
Next??
Yu koment dong, sedih bgt ah gd yg koment.
KAMU SEDANG MEMBACA
SPY X FAMILY Damianya Fanfic (Lagi di Revisi)
FanfictionCerita Sambungan Dari Lightnovel SPY x Family (Bagian habis berkemah) lanjutan ceritanya berdasarkan hasil pikiran sendiri. Anya akan tetap berusaha dan tidak pernah menyerah untuk menjalankan misi (rencana B) untuk menjadi lebih dekat dengan Damian...